c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

11 Februari 2019

18:17 WIB

Cegah Kebocoran, Penggabungan Layer Cukai Rokok Mesti Berlanjut

Penggabungan layer cukai SKM dan SPM akan menghentikan praktik penghindaran pajak pabrikan rokok asing besar yang saat ini masih menikmati tarif cukai murah.

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Cegah Kebocoran, Penggabungan Layer Cukai Rokok Mesti Berlanjut
Cegah Kebocoran, Penggabungan Layer Cukai Rokok Mesti Berlanjut
Ilustrasi cukai rokok. ANTARA FOTO /M Agung Rajasa

JAKARTA – Rencana penggabungan volume produksi sigaret keretek mesin (SKM) dan sigaret putih mesin (SPM) diharapkan tetap berlanjut tahun 2019 ini. Pasalnya, penggabungan kedua jenis rokok tersebut akan menghindarkan negara dari kebocoran penerimaan cukai.

Penggabungan kedua jenis rokok tersebut juga diyakini menghentikan praktik penghindaran pajak pabrikan rokok asing besar yang saat ini masih menikmati tarif cukai murah. Dengan demikian, kebijakan penggabungan itu akan melindungi pabrikan rokok kecil dari persaingan harga dengan pabrikan asing besar.

“Salah satu isi dari PMK (Peraturan Menteri Keuangan) Nomor 146 Tahun 2017 adalah penggabungan batas produksi untuk SKM dan SPM. Ini tentunya akan menciptakan persaingan yang lebih sehat di mana pabrikan kecil tidak perlu bersaing dengan pabrikan besar,” tutur Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi PDIP, Indah Kurnia, di Jakarta, Senin (11/2), seperti dilansir Antara.

Indah menjelaskan, setiap pabrik rokok yang memproduksi rokok mesin jenis SKM, SPM, atau gabungan keduanya dengan jumlah lebih dari 3 miliar batang wajib membayar tarif cukai tertinggi di setiap jenis rokok. Hal ini bertujuan menutup kesempatan perusahaan besar yang memanfaatkan celah batasan produksi guna membayar cukai lebih rendah.

Pasalnya sampai saat ini, beberapa pabrikan asing besar masih dapat menikmati cukai murah untuk jenis rokok yang diproduksi. Padahal, secara total mereka sudah memproduksi rokok buatan mesin sebanyak lebih dari 3 miliar batang.

Sedikit informasi, Penyederhanaan layer tarif cukai rokok diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 146 Tahun 2017 Tentang Tarif Cukai Tembakau. Untuk 2018, layer tarif cukai rokok diketahui berjumlah 10. Targetnya, tiap tahunnya, tarif cukai rokok akan disederhanakan sebanyak 2 layer. Jadi pada 2021, hanya tersisa 5 layer tarif rokok.

Mencegah kebocoran cukai dari rokok sendiri amatlah penting mengingat porsinya dalam keseluruhan penerimaan negara dari cukai sangat besar. Pada tahun 2018 kemarin saja berdasarkan data APBN Kita, cukai hasil tembakau (CHT) berkontribusi hingga 95% dari total penerimaan cukai yang mencapai Rp102,8 triliun. Artinya, penerimaan cukai dari hasil tembakau mencapai kisaran Rp97,66 triliun.

Senada, Anggota Komisi XI DPR RI daru Fraksi PPP, Amir Uskara mengatakan, penggabungan SKM dan SPM harus tetap direalisasikan. Ia tidak ingin pabrikan asing terus menikmati tarif cukai murah. Dalam pandangannya, penundaan penggabungan kedua jenis rokok justru akan menyulitkan pabrikan rokok kecil.

“Kenapa kebijakan yang baru berjalan setahun diubah? Jelas-jelas kebijakan tersebut untuk melindungi pabrikan kecil,” tegasnya, Senin (11/2), seperti dilansir Antara.

Pada Desember 2018 lalu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengeluarkan PMK Nomor 156 Tahun 2018 Tentang Tarif Cukai Tembakau. Dalam kebijakan tersebut, Kemenkeu menghapus Bab IV pada PMK Nomor 146 Tahun 2017 yang salah satu tujuannya ialah mengatur penggabungan batas produksi SKM dan SPM.

Ketua Harian Forum Masyarakat Industri Rokok, Heri Susianto menuturkan, penundaan penggabungan volume rokok jenis SKM dan SPM akan menimbulkan keleluasaan kepada pabrikan tokok besar asing untuk membayar tarif cukai murah.

“Jika tidak diakumulasian antara produksi SKM dan SPM, justru menjadi pertanyaan dari aspek keadilan berarti perusahaan rokok besar menikmati tarif yang lebih murah,” paparnya.

Akan tetapi, Asosiasi Petani Tembakau (APTI), justru mengapresiasi penerbitan PMK Nomor 156 Tahun 2018 Desember lalu.

“Kebijakan ini jelas menunjukkan keberpihakan pemerintah kepada kalangan petani dan kami sangat mengapresiasi serta berterima kasih atas kebijakan ini,” kata Ketua APTI, Agus Parmudji, beberapa waktu lalu.

Menurut Agus, penggabungan SPM dan SKM dapat merugikan petani selaku penjual tembakau. Kebijakan itu juga dinilai akan merugikan industri keretek nasional.

“Simplifikasi tarif cukai akan mematikan industri keretek nasional yang merupakan penyerap tembakau petani lokal, bahkan nasional,” terangnya.

Selain itu, ia berpandangan, penggabungan tarif cukai sigaret keretek tangan (SKT) Golongan 1A dan 1B juga akan memberangus SKT produk pabrikan yang masih bernapas Merah Putih.

“Kenaikan Harga Jual Eceran (HJE) yang terlalu tinggi juga akan lebih mempercepat kematian pabrikan menengah dan kecil karena konsumen mereka sangat sensitif terhadap kenaikan harga,” tambahnya.

Agus memandang, pemerintah dapat memberikan pembinaan kepada petani tembakau sehingga hasil panen mereka dapat meningkat, baik secara kuantitas dan kualitas. Agus juga meminta Kemenkeu segera melakukan koordinasi dengan Kementerian Pertanian yang selama ini menaungi para petani tembakau. Selain penggabungan kedua jenis rokok, Agus juga meminta pemerintah memperhatikan impor tembakau yang saat ini belum jelas.

“Pembatasan impor wajib dilakukan karena dengan pembatasan berarti pemerintah telah dengan tulus membantu kehidupan para petani tembakau di Indonesia,” tukasnya. (Sanya Dinda)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar