c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

30 Agustus 2018

07:49 WIB

Biayai Infrastruktur, RI Siap Manfaatkan Pinjaman Dari AIIB

Bapenas menyatakan tengah mendata kegiatan-kegiatan di infrastruktur yang nantinya akan bisa dibiayai oleh AIIB

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Biayai Infrastruktur, RI Siap Manfaatkan Pinjaman Dari AIIB
Biayai Infrastruktur, RI Siap Manfaatkan Pinjaman Dari AIIB
Pekerja beraktivitas pada proyek pembangunan jalan tol Batang-Semarang, di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (3/8). ANTARA FOTO/R. Rekotomo

JAKARTAPemerintah Indonesia memastikan siap memanfaatkan pinjaman Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) untuk membiayai pembangunan infrastruktur. Pemerintah merasa, portofolio pinjaman AIIB ke Indonesia saat ini masih kecil sejak AIIB berdiri dua tahun lalu.

"Setelah kami pelajari, dibandingkan dengan India, misalnya yang jumlahnya relatif besar, memang kita belum terlalu siap dengan pipeline dari proyek yang diajukan untuk dibiayai oleh AIIB,” kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro dalam pertemuannya dengan Presiden AIIB Jin Liqun di Kantor Bappenas, Jakarta, Rabu (29/8).

Karenanya, dalam pertemuan tersebut, Bambang mengaku sudah menyampaikan kesiapan Indonesia mendata kegiatan-kegiatan di infrastruktur yang nantinya akan bisa dibiayai oleh AIIB. “Baik AAIB sendiri maupun bersama dengan lembaga pinjaman lainnya seperti Bank Dunia maupun bank investment di Eropa," ujar Bambang.

Untuk daftar proyek yang akan diajukan ke AIIB ditargetkannya rampung tahun ini. Ia pun menekankan pada proyek pengembangan angkutan massal berbasis rel di kota-kota besar.

"Mengenai list-nya sendiri saya memang memberikan penekanan kepada beberapa jenis kegiatan. Pertama adalah mengembangkan angkutan massal yang berbasis rel di kota besar, apakah yang di bawah tanah maupun yang model LRT atau elevated," tuturnya.

Selain itu, Bambang juga menekankan proyek yang ditawarkan ke AIIB terkait energi terbarukan. Ini karena pemerintah Indonesia memiliki komitmen yang cukup berat pada 2025 yaitu 23% energi primer pembangkit berasal dari energi terbarukan.

"Ketiga, kami sampaikan proyek-proyek infrastruktur yang nantinya strukturnya adalah KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha) maupun yang pure swasta atau masuk katagori PINA," imbuhnya.

Melalui skema KPBU, pemerintah Indonesia dan AIIB dapat bersama-sama mendanai proyek-proyek infrastruktur di Tanah Air. Sedangkan dengan skema pembiayaan investasi non-anggaran (PINA), AIIB dapat langsung memberikan pendanaan ke pihak swasta di Indonesia sehingga tidak menambah utang pemerintah.

Kata Bambang, dalam kondisi dimana surat berharga negara sedang mengalami tekanan dari penguatan dolar AS, maka tentunya kebutuhan pembiayaan sebagian bisa di handle oleh pinjaman seperti dari AIIB. “Kelebihan lain, ini multilateral development bank kategorinya, maka dia tidak punya persyaratan yang mengharuskan pakai teknologi tertentu atau keharusan-keharusan yang mengikat lainnya,” lanjutnya.

Sejauh ini, ada empat proyek infrastruktur di Indonesia yang dibiayai oleh AIIB. Pertama, proyek modernisasi irigasi strategis dan rehabilitasi mendesak untuk meningkatkan sistem irigas di Indonesia sehingga bisa menghasilkan produksi dalam jumlah yang lebih besar senilai US$250 juta.

Kedua, proyek perbaikan operasional dan keselamatan bendungan untuk memperbaiki kehidupan orang-orang yang tinggal di hilir bendungan, serta melindungi infrastruktur lokal senilai US$125 juta.

Ketiga, proyek pengembangan infrastruktur regional senilai US$100 juta dan keempat, proyek peningkatan kawasan kumuh sebesar US$216,5 juta.

Ke depannya, untuk sektor transportasi, Bambang mengatakan pinjaman dari AIIB, akan difokuskan untuk membiayai proyek-proyek angkutan umum massal berbasis rel atau kereta dan juga energi terbarukan. Menurut dia, kota-kota besar memerlukan transportasi massal yang efisien untuk menunjang kegiatan masyarakat di kota tersebut dan itu menjadi perhatian dari pemerintah.

Beban APBN
Sementara itu, Anggota Komisi XI DPR Ecky Awal Mucharam menilai, jumlah pembayaran utang baik pokok maupun bunga, yang cukup tinggi, telah membebani APBN. Dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu, ia menginginkan pemerintah menjelaskan kondisi utang secara utuh kepada publik.

Politisi PKS ini menegaskan Indonesia jangan sampai terjebak kepada jebakan utang yaitu berutang untuk sekadar membayar cicilan pokok dan bunga utang sebelumnya.

Di tempat terpisah, ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Didik J Rachbini menginginkan pemerintah menghindari penyakit fiskal yakni pemborosan anggaran negara.

"Betul-betul, penyakit boros anggaran telah merasuk di dalam birokrasi," katanya dalam diskusi publik merayakan 23 tahun Indef.

Menurut Didik, salah satu permasalahan fiskal yang dihadapi saat ini adalah pada sisi pendapatan atau penerimaan, yang terkendala pengembangan pajak yang tersendat, sedangkan pada sisi belanja negara dinilai terjadi pemborosan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo menekankan kemandirian anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dengan semakin mengutamakan dan mengandalkan pendanaan pembangunan dari sumber-sumber penerimaan di dalam negeri.

"Prinsip kemandirian APBN tersebut ditunjukkan dengan peran penerimaan perpajakan yang semakin besar sebagai penyumbang utama pendapatan negara," kata Presiden Joko Widodo saat menyampaikan keterangan pemerintah atas RUU APBN 2019 beserta nota keuangannya, pada Rapat Paripurna DPR di Gedung MPR/DPR/DPD, Jakarta, Kamis (16/8) lalu. (Faisal Rachman) 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar