c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

21 April 2020

09:53 WIB

Berdikari Usulkan Ayam Masuk Paket Bansos

Saat ini harga ayam hidup di tingkat peternak turun hingga ke angka Rp4.000-Rp5.000 per kilogram (kg), padahal biaya produksi mencapai Rp17.000 per kg

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Berdikari Usulkan Ayam Masuk Paket Bansos
Berdikari Usulkan Ayam Masuk Paket Bansos
Pekerja memeriksa kondisi kandang dan ayam di peternakan ayam modern Naratas, Desa Jelat, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat, Sabtu (11/4/2020). Pengusaha peternak ayam Naratas terpaksa memanen ayam lebih awal akibat daya beli menurun lantaran sejumlah rumah makan di daerah Jabodetabek dan Jabar tutup karena pandemi COVID-19 yang berakibatnya kerugian hingga 70 persen dari modal investasi sebesar Rp14 miliar. ANTARAFOTO/Adeng Bustomi

JAKARTA – Harga ayam di tingkat petani anjlok jauh di bawah biaya produksi. Untuk menyerap produksi petani, BUMN sektor perunggasan, PT Berdikari (Persero) mengusulkan daging ayam siap potong dimasukkan ke dalam paket bantuan sosial (bansos) yang diberikan oleh Kementerian Sosial kepada masyarakat di tengah pandemi covid-19 ini.

Direktur Utama Berdikari Harry Warganegara menilai pembelian ayam ras siap potong (livebird) selain untuk memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat, juga dapat menstabilisasi harga ayam di tingkat peternak yang saat ini sedang jatuh.

"Kami mengusulkan agar ayam karkas atau ayam potong ini bisa masuk ke paket sembako oleh Kemensos. Ini bisa membantu menyerap harga ayam lebih stabil di tingkat petani-petani mandiri, jika ada paket ayam karkas atau potong yang sudah frozen," kata Harry dalam rapat virtual dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Senin (20/4), dilansir dari Antara.

Harry menjelaskan, saat ini harga ayam hidup di tingkat peternak turun hingga ke angka Rp4.000–Rp5.000 per kilogram (kg), padahal biaya produksi mencapai Rp17.000 per kg.

Di tingkat konsumen, harga juga terus merangkak turun. Berdasarkan pantauan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) pada Senin (20/4), harga rata-rata daging ayam ras secara nasional di tingkat konsumen sebesar Rp28.450 per kg. Harga ini turun 12,59% dibandingkan posisi sebulan sebelumnya. Pada 23 Maret lalu, harga rata-rata tiap kg ayam secara nasional berada di kisaran Rp32.550

Harry mengatakan, Berdikari telah mendapat penugasan untuk membeli ayam hidup dari peternak mandiri dengan harga Rp17.500 per kg. Sejak pekan lalu, BUMN pangan tersebut telah membeli 500.000 ekor ayam dari peternak mandiri.

"Kalau mengacu kemampuan kami, sudah sejak minggu lalu dari peternak mandiri 500.000 ekor. Kami ambil dari petani mandiri yang ada di daftar Kementan, kemudian kami simpan di cold storage," kata Harry.

Namun, kemampuan penyimpanan daging ayam yang dimiliki Berdikari saat ini sudah hampir 100%. Pasalnya, penjualan Berdikari juga tersendat. Salah satunya dari Pelni yang kini tengah menghentikan beberapa pelayaran akibat covid-19.

Oleh karena itu, lanjut Harry, perusahaan memerlukan offtaker untuk dapat membantu memasarkan daging ayam potong tersebut.

Adapun Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar) Indonesia menyatakan bahwa kondisi kelebihan stok (over supply) di pasar ayam hidup di tingkat peternak, telah berlangsung sejak tahun lalu dan bergulir hingga 2020 ini.

Gabungan Perusahaan Pembibitan Unggas Indonesia (GPPU) mencatat over supply pasokan nasional pada April 2020 sebanyak 65,4 juta ekor DOC atau setara dengan 18.469 ton daging ayam.

Baca Juga:

Tingkatkan Produksi
Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR-RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP), Sondang Tampubolon meminta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) klaster pangan untuk tidak mengandalkan impor. Menurutnya, dalam kondisi merebaknya covid-19 ini, BUMN mulai memikirkan bagaimana mengembangkan produksi dalam negeri.

Ia menilai ketahanan pangan nasional saat ini sangat lemah karena BUMN klaster pangan masih mengandalkan impor untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

"Kita tahu saat ini banyak mafia-mafia pangan atau kartelisasi. Saya tidak memikirkan apakah BUMN klaster pangan ini ada dalam jaringan tersebut, tapi yang jelas kami menginginkan BUMN untuk produksi sendiri," kata Sondang dalam rapat dengan pendapat dengan BUMN klaster pangan di Jakarta, Senin (20/4).

Dalam rapat, Sondang juga menyorot urgensi impor pangan yang saat ini dilakukan karena menurutnya tidak ada gangguan dari produksi dalam negeri. Hal itu dilihat dari banyaknya supply namun tidak dengan demand atau tingkat permintaannya.

"Penjelasan yang kita terima adalah berdasarkan impor, tidak dijelaskan bagaimana produksi misalnya PT RNI terhadap produksi gula dan bagaimana produksi pangan oleh BUMN lainnya," ucapnya.

Ia meyakini upaya memaksimalkan produksi dalam negeri akan menunjukkan seberapa kuat ketahanan pangan nasional, terutama saat masa-masa sulit seperti pandemi covid-19 ini.

Terkait gula, Kementerian Perdagangan memproyeksikan kebutuhan hingga Juni 2020, termasuk Ramadan dan Idulfitri, mencapai sekitar 1,1 juta ton. Kebutuhan tersebut tak bisa dipenuhi dari dalam negeri.

Panas berkepanjangan tahun lalu membuat musim tanam mundur dari biasanya Agustus. Buntutnya, musim giling yang biasanya dimulai pada Mei atau Juni, terpaksa mundur ke Juli. Gula produksi dalam negeri pun baru bisa dipasarkan sebulan setelahnya.

Sementara itu, perhitungan pemerintah meleset. Dari perhitungan awal yang dilakukan pemerintah pada akhir 2019, stok gula mencapai sekitar 650 ribu ton dan diperkirakan mencukupi hingga Maret 2020.

Sayang, realisasi perkiraan produksi yang ditetapkan Kementerian Pertanian (Kementan) ternyata tidak sesuai. Nyatanya, stok yang tersedia hanya sekitar 420 ribu ton dan hanya mencukupi kebutuhan hingga Februari 2020.

Akibatnya harga gula melonjak di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Per 20 April 2020, menilik Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, harga rata-rata gula pasir lokal secara nasional mencapai Rp18.550 per kilogram (kg), jauh di atas HET Rp12.500 per kg. (Yoseph Krishna)

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar