c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

26 September 2018

08:25 WIB

Bappenas: Visi dan Misi Kampanye Pilpres Harus Sesuai RPJMN

Dalam kajian teknokratik RPJMN 2020-2024, Bappenas memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7%, angka kemiskinan 5-5,7%, tingkat pengangguran 4-4,6% dan tingkat ketimpangan (gini ratio) 0,371-0,373

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Bappenas: Visi dan Misi Kampanye Pilpres Harus Sesuai RPJMN
Bappenas: Visi dan Misi Kampanye Pilpres Harus Sesuai RPJMN
Menteri PPN/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan

JAKARTA- Badan perencanaan Pembangunan Nasional berharap, visi dan misi kampanye capres-cawapres, bisa sejalan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2025. Hal ini perlu dilakukan agar, arah pembangunan dalam lima tahun ke depan bisa sesuai dengan rumusan dan perencanaan, tak sekadar memenuhi janji kampanye.

"Setiap kandidat diharapkan menyampaikan visi misi yang sejalan dengan perencanaan jangka panjang," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di Jakarta, Selasa (25/9) seperti dilansir Antara.

Bambang menjelaskan, saat ini pihaknya sedang menyusun kajian teknokratik RPJMN 2020-2024 yang merupakan bagian akhir dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional 2005-2025.

Dalam kajian teknokratik RPJMN 2020-2024, Bappenas memproyeksikan rata-rata pertumbuhan ekonomi sebesar 5,7%, angka kemiskinan 5-5,7%, tingkat pengangguran 4-4,6% dan tingkat ketimpangan (gini ratio) 0,371-0,373. 

Untuk itu, Bambang mengharapkan visi misi capres-cawapres yang akan maju pada Pemilihan Umum 2019 dapat menyesuaikan dengan proyeksi maupun rumusan RPJMN, agar tidak hanya sekedar merupakan janji kampanye.

"Supaya visi misi ini tidak terlalu bergerak jauh dari apa yang ada di UU dan lima tahun ke depan bisa dipenuhi atau bisa dilakukan," ujar mantan menteri keuangan tersebut

Dalam kesempatan ini, Bambang juga menyampaikan persoalan strategis yang akan dihadapi oleh capres-cawapres dalam lima tahun mendatang. Di antaranya upaya menekan ketergantungan ekonomi pada sumber daya alam serta mengurangi defisit neraca transaksi berjalan.

"Risikonya adalah untuk menangani industrialisasi, dan karena kondisi saat ini, belum tentu hasilnya bisa langsung dirasakan dalam lima tahun. Tapi harus tetap berkelanjutan karena Indonesia harus bisa menyelesaikan masalah-masalah ini yang sebenarnya fundamental," tuturnya.  

 

 

Ekonomi Hijau
Bappenas sebelumnya menginginkan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 sudah mengadopsi konsep ekonomi hijau, terutama dalam pembangunan rendah karbon.

"Jadi ide kita, PPRK ini adalah dalam rangka penyiapan RPJMN 2020-2024 untuk pemerintah yang akan datang, kita akan berupaya maksimal agar RPJMN itu sudah lebih mengadopsi green growth. Jadi inisiatif ini kita harapkan jadi bagian integral yang sudah masuk dalam RPJMN itu sendiri," ujar Bambang.

Ke depan, kata Bambang, ia mengharapkan tidak akan lagi ada isu soal prioritas antara pertumbuhan ekonomi atau mengutamakan lingkungan hidup.

"Kita ingin pertumbuhan ekonomi tercapai, pengentasan kemiskinan membaik, tapi pada saat yang sama tidak mengorbankan lingkungan hidup dan kalau bisa lingkungan hidupnya juga dalam kondisi yang membaik," kata Bambang.

Dalam rangka menyukseskan pembangunan rendah karbon di Indonesia, Bappenas menjalin kerja sama dengan mitra-mitra pembangunan. Tidak hanya berkolaborasi dengan Pemerintah Jerman, Inggris, Norwegia, Denmark, dan Jepang, PPRK Indonesia yang dipimpin oleh Bappenas juga mendapat dukungan dari berbagai organisasi internasional, lembaga riset, dan sektor swasta.

Di antaranya International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA), New Climate Economy, WRI Indonesia, Global Green Growth Institute (GGGI), World Agroforestry Centre, ESP3 DANIDA Environmental Support Programme, System Dynamics Bandung Bootcamp, dan Sarana Primadata.

Di samping itu, Kemitraan PPRK Indonesia juga mengajak tiga tokoh pembangunan nasional dan internasional untuk berperan sebagai Duta Pembangunan Rendah Karbon Indonesia, yaitu Wakil Presiden RI Periode 2009-2014 Boediono, Mari Elka Pangestu, dan Lord Nicholas Stern.

"Pembangunan rendah karbon adalah kisah pembangunan berkelanjutan dan inklusif di abad ke-21. Banyak kesempatan besar bagi Indonesia, dan Indonesia menjadi contoh yang baik dengan menerapkan pembangunan rendah karbon," ujar Lord Nicholas Stern, Komisioner Pembangunan Rendah Karbon Indonesia, co-chair Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim, sekaligus Profesor Ekonomi dan Pemerintahan di LSE.

Sedangkan menurut Wakil Presiden ke-11 RI, sekaligus Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada, Boediono, pembangunan berkelanjutan adalah tugas bersama.

"Melaksanakan pembangunan berkelanjutan adalah tanggung jawab bersama, generasi sekarang kepada generasi mendatang. Semua pemangku kepentingan harus bersinergi dan bekerja sama," kata Boediono.

 

 

Sektor publik, lanjutnya, juga harus satu visi, yaitu kebijakan antar kementerian/lembaga dan antara pusat dan daerah harus sinkron. Dunia usaha harus membangun mata rantai pasok yang ramah lingkungan, berkelanjutan, efisien energi, dan rendah emisi.

"Masyarakat, sebagai warga negara dan sebagai konsumen, harus aktif mengawasi pemerintah dan bisnis. Jangan sampai nantinya kita dicap sebagai generasi yang alpa akan tanggung jawab sejarahnya," ujar Boediono.

Sementara itu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif ke-13 RI dan Menteri Perdagangan ke-30 RI Mari Elka Pangestu mengatakan, untuk menjalankan pembangunan rendah karbon di Indonesia membutuhkan dana yang besar. Karena itu, tidak akan cukup apabila mengandalkan anggaran pemerintah saja.

menurutnya, pembangunan rendah karbon harus diiringi dengan penguatan dan peningkatan investasi dari berbagai pihak. Lembaga keuangan, dana investasi, swasta, dan organisasi di bidang pendanaan iklim dapat ikut serta bersama-sama, menyajikan, dan menggerakkan modal, informasi, insentif, dan fasilitas untuk pembangunan infrastruktur dan pengembangan teknologi yang efisien dan berkelanjutan.

"Pemerintah perlu mengembangkan skema-skema investasi baru yang didukung kebijakan yang menciptakan kepastian investasi rendah karbon dalam jangka panjang, sistem insentif dan disinsentif yang tepat, untuk mengalakkan investasi yang menunjang pembangunan rendah karbon yang nyata dan berdampak luas," ujar Mari Elka Pangestu. (Faisal Rachman) 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar