09 Maret 2019
14:57 WIB
BANYUWANGI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi-Jawa Timur berkolaborasi dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) untuk menyiapkan sumber daya manusia (SDM) dalam pengembangan kopi dan cokelat dari hulu ke hilir.
Dari penuturan Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas, kolaborasi tersebut difokuskan pada pengembangan SDM pelajar SMK dan para santri. Menurut Anas, komoditas kopi dan cokelat bisa menjadi ladang bisnis yang menggiurkan bagi lulusan SMK dan santri.
“Kuncinya bikin produk yang baik, harga tidak kemahalan, dan tidak terlalu murah. Selain itu, pemasarannya lewat daring, sudah itu saja. Insya Allah laris,” kata Anas seperti dikutip Antara, Sabtu (9/3).
Sebagai tahap awal kolaborasi, kedua pihak sepakat untuk membidik ratusan siswa dari 10 SKM dan pondok pesantren. Nantinya, para siswa dan santri akan diberi pelatihan terkait pengelolaan hulu-hilir komoditas kopi dan cokelat.
“Ini juga menerjemahkan arahan Presiden Jokowi bahwa anak-anak muda sejak dini harus didesain sebagai generasi kreatif, termasuk soal kewirausahaan,” ungkap Anas.
Kepala BPPT Hammam Riza menjelaskan, kolaborasi dengan Pemkab Banyuwangi melibatkan banyak bidang teknologi pangan. Untuk sektor hulu, BPPT membantu budi daya kopi dan kakao lewat teknologi smart farming.
“Apabila produktivitas sudah meningkat, selanjutnya tahapan pengolahan kopi dan kakao untuk menghasilkan kopi dan cokelat dengan keunggulan rasa,” singkat Hammam.
Jika bicara soal hulu kopi dan cokelat di Banyuwangi, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat total luas panen kopi di kabupaten yang disebut Bumi Blambangan itu mencapai 2.946 ha, di mana sebanyak 40,49% atau seluas 1.193 ha ada di Kecamatan Kalipuro.
Dari luasan yang ada, Banyuwangi mampu menghasilkan 4,13 ribu ton kopi pada tahun 2017. Sementara untuk komoditas cokelat, produksinya di tahun 2017 sebesar 29,53 ton dari total luas panen 285 ha.
Terkait dengan keadaan hilirisasi kopi dan cokelat di Banyuwangi, Anas mengatakan anak-anak muda setempat sudah gencar membentuk usaha rintisan berbasis kopi dan cokelat. Pihaknya mencatat, setidaknya sudah muncul lebih dari 100 bisnis rintisan dengan berbagai merek.
Meski sudah cukup ramai, Anas mengakui jika secara nasional konsumsi kopi masih rendah, hanya 1,5 kilogram per kapita per tahun. Angka itu, jauh lebih rendah dari Jepang yang mencapai 5 kilogram.
Begitu pula dengan konsumsi cokelat yang hanya bertengger di kisaran 0,4 per kapita per tahun. Padahal di Singapura saja, konsumsi cokelat telah menembus angka 1 kilogram per kapita per tahun.
Sembari mendorong konsumsi cokelat dan kopi nasional, Banyuwangi juga menggerakkan komoditas ini sebagai pemikat wisatawan. Dalam Calendar of Event (CoE) milik Banyuwangi saja, ada beberapa program yang kegiatannya berbasis kopi dan cokelat seperti Coffee Processing Festival yang akan diadakan pada 25-27 Juli mendatang. Juga, Chocolate Glenmore Run, Chocolate Jazz and Food Festival, serta Chocolate Happy Cycling yang telah diselenggarakan pada 16-17 Februari lalu.
“Kami telah memasukkan event-event misal Chocolate Jazz and Food Festival, ada Chocolate Happy Cycling, ini sebenarnya sasarannya adalah anak-anak milenials yang masuk ke sport dan suka cokelat,” ungkap Anas dalam peluncuran CoE Banyuwangi di Gedung Sapta Pesona Kementerian Pariwisata beberapa waktu lalu. (Shanies Tri Pinasthi)