13 Mei 2019
15:40 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Peluncuran platform aplikasi pembayaran atau dompet digital LinkAja dinyatakan bisa siap dinikmati pada musim libur Lebaran 2019. Bank Mandiri sendiri sebagai salah satu bank pendukung fintech payment ini menyatakan telah memindahkan sekitar 5 juta uang elektroniknya ke sistem LinkAja.
"Kalau dari Bank Mandiri kira-kira lima juta e-cash sudah kami migrasikan ke LinkAja," ujar Direktur Teknologi Informasi dan Operasi Bank Mandiri Rico Usthavia Frans kepada wartawan di Jakarta seperti dilansir Antara, Senin (13/5).
Walaupun belum secara resmi diluncurkan, pengguna terdaftar aplikasi pembayaran nontunai LinkAja saat ini mencapai 32 juta. Sementara itu, pengguna aktif layanan tersebut sekitar 3 juta.
Sarana pembayaran digital berbasis uang elektronik ini sudah dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sejak 3 Maret 2019. Pada masa Ramadan dan Idul Fitri tahun ini, LinkAja diharapkan dapat menambah pengguna baru terdaftarnya hingga 25%. Sementara untuk pengguna aktifnya diharapkan naik 16,67%.
Untuk mendukung capaian itu, LinkAja dilengkapi berbagai macam merchant. Hingga awal Mei lalu jumlahnya mencapai 131 merchant. Secara bertahap pengoperasiannya juga akan semakin lengkap dengan kehadiran produk-produk BUMN yang dapat ditransaksikan menggunakan LinkAja. Seperti misalnya mulai dari pembayaran bahan bakar di SPBU, pembayaran tol, pembelian tiket kereta, pulsa telepon, produk asuransi dan beragam hal lainnya.
LinkAja merupakan bentuk sinergi BUMN untuk menghadirkan layanan transaksi digital yang lebih baik, mudah dan lengkap. Tujuannya agar kehadiran BUMN benar-benar dapat dirasakan manfaatnya di tengah-tengah masyarakat Indonesia.
Pembayaran nontunai LinkAja dikembangkan oleh perusahaan patungan delapan BUMN, yaitu PT Fintek Karya Nusantara atau Finarya. PT Telkom melalui Telkomsel diperkirakan akan menjadi pemegang saham pengendali dengan kepemilikan 25%. Bank Mandiri, BNI dan BRI masing-masing 20%. Kemudian Pertamina 7% dan BTN 7%. Sedangkan Jiwasraya dan Danareksa masing-masing 0,5%.
Sebelumnya, Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Fajar Harry Sampurno mengatakan LinkAja menggabungkan beberapa bank yang ada di BUMN. Hal itu membuat sistem pembayaran elektronik dari platform ini sama, seperti Gopay atau OVO.
Harry berharap LinkAja dapat berkompetisi dengan sistem pembayaran elektronik lainnya. Dalam kesempatan itu, Harry juga mendukung banyaknya perusahaan rintisan yang berkembang di Tanah Air.
Menurut dia, Indonesia berpotensi memiliki sejumlah perusahaan teknologi raksasa. Ditambah lagi , Indonesia akan menghadapi bonus demografi pada 2045. Maka ia mendorong agar BUMN membuat perusahan rintisan seperti LinkAja.
Indonesia diklaim menjadi pasar terbesar di Asia Tenggara dikarenakan jumlah transaksi lewat marketplace online yang mengalami kenaikan hingga 500% dalam 4 tahun terakhir. Meski potensi pasarnya besar, transaksi digital Indonesia melalui e-commerce nyatanya masih terbilang minim. Pasalnya, kenaikan nominal transaksi tiap tahunnya bahkan tidak menembus 10%. Hal ini berbanding terbalik dengan banyaknya jumlah transaksi yang terjadi di pasar e-commerce.
Sementara itu berdasarkan proyeksi lembaga riset dunia Statista, sampai tahun 2019 penerimaan dari sektor ini diperkirakan mencapai US$11,44 miliar. Jika dikalkulasikan ke rupiah dengan kurs kisaran Rp14 ribu per dolar AS, penerimaan dari e-commerce bisa menyentuh US$160,16 triliun pada tahun ini. Pertumbuhan tahunannya pun diperkirakan mencapai 9,3%.
Sementara itu, mengambil data dari publikasi “Insights from Google Search about Consumer Behavior Online”, potensi transaksi digital ekonomi di Indonesia sampai 2025 diproyeksikan menyentuh US$100 miliar. (Bernadette Aderi)