08 Januari 2019
14:39 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan penerapan transaksi non-tunai di jalan tol tidak sekadar menjadi ajang modernisasi, melainkan juga meningkatkan efisiensi. Berkat transaksi non-tunai, kebutuhan sumber daya dalam operasional jalan tol bisa ditekan.
Kepala Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Hery Trisaputra Zuna menuturkan hal yang paling terasa dari penerapan transaksi non-tunai ialah berkurangnya kebutuhan sumber daya manusia untuk menangani proses transaksi dan penyelesaian transaksi (cash handling).
“Kondisi itu di samping juga terasanya efisiensi waktu di mana transaksi tunai yang sebelumnya diterapkan memerlukan waktu yang lebih lama, sehingga menimbulkan antrean pada gardu tol,” ujar Hery di Jakarta, seperti dalam rilis yang diterima Selasa (8/1).
Dia menambahkan, sistem transaksi pembayaran nontunai di jalan tol merupakan bagian dari Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang disepakati oleh Bank Indonesia dan Kementerian PUPR pada 31 Mei 2017.
Kesepakatan tersebut, sambung Hery, merespons hasil positif penggunaan uang elektronik untuk sebagian besar transaksi masyarakat seperti pembayaran jasa transportasi umum Transjakarta, Commuter Line, parkir, pengisian BBM, serta toko retail.
“Kebijakan GNNT yang mencakup elektronifikasi didasarkan pada kewenangan Bank Indonesia dalam mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,” imbuh dia.
Merujuk data Bank Indonesia, jumlah uang elektronik yang beredar di Indonesia mencapai 152,07 juta kartu sampai dengan November 2018. Angka tersebut mengalami peningkatan tajam dibanding jumlah uang beredar yang tercatat per Desember 2017 yakni sebanyak 90 juta kartu.
Lebih lanjut, Hery membantah keberadaan anggapan publik yang seringkali mengaitkan program transaksi non-tunai ini sebagai arena untuk membayar hutang ke pengusaha China. Menurutnya, anggapan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat dan program ini murni bertujuan untuk meningkatkan efisiensi pelayanan jalan tol.
Ia pun memaparkan, pelaksanaan transaksi non-tunai di jalan tol dengan menggunakan uang elektronik saat ini berbasis pada sistem chip based. Sistem ini mengharuskan pengguna jalan menyetorkan sejumlah dana ke dalam kartu uang elektronik. Untuk selanjutnya, uang dengan jumlah nominal yang sama akan sepenuhnya menjadi milik pemegang kartu.
“Penggunaan kartu uang elektronik untuk pembayaran tol pun tidak melanggar UU Mata Uang karena tetap menggunakan mata uang rupiah,” terangnya.
Hery melanjutkan, uang tol yang dibayarkan oleh pengguna jalan tol sepenuhnya masuk ke dalam rekening milik Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) seperti PT Jasamarga, PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), PT Waskita Toll Road, dan Astra.
Uang tol tersebut, lanjut dia, merupakan pendapatan BUJT yang digunakan untuk keperluan biaya operasional dan pemeliharaan jalan tol dalam rangka penyediaan pelayanan jalan tol sebagaimana Standar Pelayanan Minimal (SPM) Jalan Tol dan untuk pengembalian investasi jalan tol.
Adapun sebagian besar jalan tol di Indonesia, ujar Hery, dibangun dengan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU), di mana BUJT membangun jalan tol terlebih dahulu dengan menggunakan dana pinjaman dan modal sendiri. Untuk selanjutnya, pinjaman tersebut wajib dikembalikan dari pendapatan tol sehingga tidak benar bahwa perbaikan terhadap kerusakan jalan tol menggunakan dana APBN/APBD.
Ke depannya, Hery menegaskan, pihaknya bersama dengan jajaran Kementerian PUPR, BUJT, Bank Indonesia, dan sektor perbankan lainnya terus berupaya meningkatkan pelayanan kepada pengguna jalan tol khususnya transaksi non tunai. Hal ini dengan menambah kemudahan berupa penambahan fasilitas top up, juga menyiapkan transaksi pembayaran tol nir-sentuh (Multi Lane Free Flow).
“Fasilitas tersebut memungkinkan pengguna jalan tol tidak lagi harus berhenti di gerbang untuk melakukan transaksi,” jelas Hery.
Sampai saat ini, dia menuturkan, terdapat 4 bank yang sudah tergabung sebagai penerbit kartu uang elektronik yang dapat digunakan untuk transaksi pembayaran tarif tol, yaitu Bank Mandiri, BNI, BRI dan BCA. Meskipun demikian, jumlah bank yang terlibat dalam transaksi non-tunai di jalan tol tidak dibatasi pada keempat bank tersebut.
Merujuk Laporan Tahunan Bank Indonesia tahun 2017, sebanyak 98% dari 35 ruas tol di seluruh Indonesia telah menerapkan pembayaran non-tunai. Kondisi ini merupakan capaian yang tergolong besar dengan mempertimbangkan singkatnya waktu yang tersedia untuk merealisasikan program elektronifikasi jalan tol yang baru dimulai per Mei 2017.
Sementara itu, pihaknya juga terus melakukan pengawasan terhadap pemenuhan SPM jalan tol khususnya terkait kelancaran transaksi di gerbang tol. Langkah ini disebutnya berkesinambungan dengan upaya Bank Indonesia melakukan pengawasan terkait kelancaran dan keamanan sistem pembayaran. (Monica Balqis)