01 Agustus 2019
09:35 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
PALANGKARAYA – Kesiapan energi Pulau Kalimantan mulai diperhatikan setelah digadang akan menjadi lokasi ibu kota baru Indonesia. Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) menyatakan, pembangunan pipa gas trans-Kalimantan merupakan suatu keharusan guna memenuhi kebutuhan energi gas alam di seluruh wilayah Kalimantan.
"Pembangunan jalur pipa ini harus kita realisasikan, guna mewujudkan keadilan energi bagi seluruh wilayah Indonesia, khususnya Kalimantan," kata Kepala BPH Migas, Fanshurullah Asa, di Palangkaraya, melansir Antara Rabu (1/8).
Sebenarnya berdasarkan neraca gas bumi Indonesia 2018-2027, diperkirakan Kalimantan mengalami kelebihan pasokan. Selama ini kelebihan energi itu mayoritas pasokannya diolah menjadi LNG domestik dan komoditas ekspor.
Padahal potensi pengembangan sumber gas di Kalimantan sangatlah besar. Pasokan gas bumi pada 2024 nanti, diperkirakan mencapai 2.609, 49 MMSCFD. Masing-masing terdiri atas existing 1.388,09 MMSCFD, project on going 26,91 MMSCFD dan dua proyek hulu yang akan first gas in dari IDD dan ENI sebesar 1.218,20 MMSCFD.
Namun, pemanfaatannya dinilai masih belum optimal, khususnya bagi wilayah Kalimantan sendiri. Utamanya bagi penggunaan transportasi, rumah tangga dan pelanggan kecil, lifting minyak, industri pupuk, industri berbasis gas bumi hingga pembangkit listrik.
"Untuk itulah pembangunan infrastruktur berupa pipa gas trans Kalimantan diperlukan dan semua itu perlu mendapat dukungan dari semua pihak, khususnya pemerintah daerah," terangnya.
BPH Migas pun meminta kepada seluruh pemerintah daerah yang ada di Kalimantan, untuk mengevaluasi dan menghitung angka kebutuhan gas bumi di masing-masing wilayah. Perhitungan ini dinilai perlu sebagai kebutuhan data yang harus dipenuhi dalam rangka merealisasikan pembangunan jalur pipa gas bumi trans-Kalimantan sepanjang 2.019 kilometer.
Dalam rencana induk 2012–2025 telah direncanakan pembangunan jalur pipa gas bumi trans-Kalimantan sepanjang 2.019 kilometer. Pipa ini akan membentang dari Bontang–Banjarmasin–Palangka Raya hingga Pontianak untuk mengangkut gas bumi dari Bontang serta Natuna, guna memenuhi semua kebutuhan energi gas alam di seluruh Kalimantan.
"Hal ini sebagai salah satu dasar bagi kami, untuk melanjutkan pengembangan serta pemanfaatan gas bumi di Kalimantan ke tahap selanjutnya," lanjut Fanshurullah.
Menurut dia, pembangunan jalur pipa itu merupakan suatu keharusan, guna mewujudkan keadilan energi di Indonesia, utamanya di Kalimantan. Saat ini perbandingan jaringan pipa yang ada di wilayah Jawa dan Sumatera, sangat tidak seimbang dengan Kalimantan maupun Papua.
Berdasarkan data per Juni 2019, total panjang pipa gas di Jawa mencapai hingga 7.792,43 kilometer dan Sumatra mencapai hingga 5.686,80 kilometer. Panjang tersebut jauh berbeda dengan yang ada di Kalimantan, yakni 702,38 kilometer dan Papua 42,19 kilometer.
"Jika persentasekan, panjang pipa gas di Jawa sebanyak 54,78%, Sumatera 39,98%, Kalimantan 4,94% serta Papua 0,30%," ungkapnya.
Padahal luas wilayah Kalimantan adalah 5,3 kali Jawa. Kondisi tersebut, menurutnya, harus menjadi perhatian semua pihak. Pasalnya, alasan ini menjadi salah satu penyebab pemanfaatan gas bumi di Kalimantan belum begitu optimal.
Pihaknya menegaskan, banyak manfaat yang didapat dari pengembangan gas bumi di Kalimantan. Seperti tercapainya ketahanan dan kedaulatan energi nasional sehingga roda perekonomian berjalan serta kesejahteraan masyarakat meningkat. Kemudian membantu pemerintah dalam pemenuhan energi dan pemanfaatan gas bumi dalam negeri, sesuai dengan rencana induk jaringan transmisi dan distribusi gas bumi nasional.
Juga memenuhi kebutuhan gas bumi di sektor industri, pembangkit listrik hingga kebutuhan jaringan gas rumah tangga dan komersial di Kalimantan, hingga mewujudkan Kalimantan menjadi kawasan green energy.
"Jadi kami harapkan masing-masing pemerintah daerah, menghitung kebutuhan gas bumi di wilayahnya. Sebab pasokan gasnya tersedia di hulunya, kalau tidak kita gunakan maka akan diekspor kembali," katanya.
Sebelumnya BPH memperkirakan kebutuhan gas bumi terkait rencana pemindahan ibu kota di Kalimantan sekitar 1.532,52 MMSCFD.
Perkiraan kebutuhan itu terdiri dari perkiraan kebutuhan untuk pembangkit listrik sekitar 528,6 MMSCFD, kemudian potensi untuk kebutuhan ibukota dengan asumsi 1,5 juta penduduk sekitar 34,7 MMSCFD, lalu potensi pemindahan 34 kantor kementerian membutuhkan sekitar 17,02 MMSCFD.
Sedangkan potensi kebutuhan gas untuk kawasan industri yang dibangun sepanjang Kalimantan yakni di Maloy Batuta (Kalimantan Timur), Tanah Kuning (Kalimantan Utara), Landak dan Ketapang (Kalimantan Barat) serta di Batulicin dan Jorong (Kalimantan Selatan) mencapai sekitar 851,2 MMSCFD.
Gubernur Kalteng Sugianto Sabran menyatakan dukungannya terhadap rencana pembangunan pipa gas trans Kalimantan tersebut. Hal inimengingat banyaknya manfaat yang akan didapat daerah maupun masyarakat nantinya.
"Kami akan lihat perencanaan dari BPH Migas, kemudian setelahnya akan membentuk tim dan menindaklanjutinya. Guna memastikan daerah yang akan menjadi jalur yang dilintasi pipa," terangnya.
Pembangunan pipa gas itu juga diperlukan dan sesuai kebutuhan daerah, apalagi saat ini telah dipastikan pemindahan ibu kota negara yang baru akan dilakukan pemerintah pusat ke Kalimantan, yakni antara Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, atau Kalimantan Selatan. (Bernadette Aderi)