28 November 2019
10:33 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) mencatat ekspor industri terigu nasional dan aneka produk turunannya mencapai US$623,8 juta atau senilai Rp8,7 triliun hingga September 2019. Angka itu didominasi oleh ekspor produk turunan tepung terigu yang mencapai US$558,17 juta atau sekitar Rp7,8 triliun.
"Nilai ekspor seluruh produk turunan secara nasional senilai Rp7,8 triliun. Terigu ini menjadi agen yang menarik juga produk-produk pertanian lainnya, seperti telur, dan terbanyak minyak kelapa sawit," kata Ketua Umum Aptindo Franciscus Welirang di Jakarta, Rabu (27/11), dilansir dari Antara.
Franky, sapaan akrabnya, yang juga Direktur PT Indofood Sukses Makmur tersebut menjelaskan tujuan ekspor utama untuk produk turunan tepung terigu, yakni China, Malaysia, Filipina, Myanmar, Vietnam, Australia, Thailand, Amerika Serikat, Timor Leste, Hong Kong dan Singapura.
Setelah produk turunan, kontribusi ekspor terbesar kedua adalah by product berupa dedak gandum. Sampai September 2019, ekspor produk ini sudah mencapai 267.848 ton dengan nilai US$50,8 juta atau setara sekitar Rp711 miliar.
Produk akhir dari dedak gandum ini antara lain berupa pellet, pollar, dan bran, yang merupakan pakan ternak. Filipina, Vietnam, Thailand dan Korea Selatan menjadi tujuan utama ekspor dedak gandum.
Sementara itu, volume ekspor tepung terigu nasional mencapai 34.759 metrik ton dengan nilai US$14,8 juta atau sekitar Rp207 miliar. Tujuan utama ekspor terigu nasional, yakni Papua Nugini, Timor Leste, Vietnam dan Singapura.
"Dari total volume ekspor secara nasional tersebut, Bogasari berkontribusi sebesar 230.162 ton atau senilai Rp763,6 miliar. Produk Bogasari yang diekspor tersebut adalah tepung terigu, pasta dan by product," kata Franky.
Indonesia tercatat menjadi negara importir gandum terbesar kedua dunia. Indexmundi memperkirakan pada tahun ini total impor gandum Indonesia mencapai 11 juta metrik ton. Jumlah impor gandum Indonesia hanya kalah dibandingkan Mesir yang membukukan angka impor 12,5 juta metrik ton.
Pada tahun lalu, UN Comtrade mencatat impor gandum dan meslin (kode HS 1001) senilai US$2,57 miliar. Dengan nilai impor ini, Indonesia berada di urutan kedua. Mesir berada di urutan pertama dengan nilai impor US$2,63 miliar.
Masih dari data UN Comtrade, Indonesia sempat menjadi importir terbesar gandum dunia pada 2016 dan 2017. Nilai impor masing-masing adalah US$2,4 miliar dan US$2,64 miliar.
Lonjakan impor gandum pada 2017 disebabkan adanya perubahan kebijakan di dalam negeri. Angan-angan untuk mencapai swasembada jagung telah mendorong pertumbuhan impor gandum, tak hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan namun juga industri pakan.
Umumnya, pertumbuhan impor gandum didukung oleh pertumbuhan penggunaan terigu untuk mi instan dan roti. Namun, pertumbuhan impor gandum Indonesia yang tinggi juga didorong oleh peningkatan permintaan dari industri pakan.
Pengetatan impor jagung sejak 2014/2015 telah menyebabkan industri pakan mencari bahan baku alternatif demi menjaga tingkat produktivitas. (Fin Harini)