16 Desember 2020
21:00 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia meminta pemerintah mengecualikan ritel modern, mal, kafe dan restoran jika hendak menerapkan kembali pengetatan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey menilai, pembatasan kepada ritel modern dan mall berpotensi terhadap dampak negatif yang lebih besar. Hal tersebut disinyalir karena ketiadaan fungsi ritel sebagai kontributor terbesar pada produk domestik bruto atau PDB melalui konsumsi rumah tangga.
"Seharusnya para peritel didorong untuk terus dapat beroperasi dengan kontrol protokol kesehatan dan bukan sebaliknya dibatasi jam operasionalnya," katanya di Jakarta, Rabu (16/12).
Konkretnya, fenomena tersebut berdampak dirumahkan kembali pekerja, gelombang PHK, hingga tutupnya gerai ritel modern.
Serta juga berdampak pada pemasok dari manufaktur makanan-minuman, UMKM yang menjajakan produk dan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pokok harian.
Memang, lanjutnya, pelaku usaha mendukung kebijakan pemerintah mencegah gelombang kedua kasus positif Covid-19. Namun saat bersamaan, pemerintah juga mestinya membuat
kebijakan yang tidak kembali menggerus omzet pelaku usaha mal, ritel modern, dan restoran.
"Keseimbangan gas-rem antara mengutamakan kesehatan dan menggerakan ekonomi sangat diperlukan, sehingga kita dapat survive menghadapi pandemi Covid-19," ujarnya.
Apalagi, tegasnya, selama ini ritel modern, mal, cafe dan restoran bukan menjadi klaster penyebaran covid-19 sehingga pembatasan di tingkat operasional tersebut tidak sesuai.
Roy menjelaskan, saat menjalani PSBB transisi pengunjung ritel dan mal masih sangat terbatas. Masih banyak kalangan masyarakat menahan diri untuk melakukan belanja konsumsi di ritel dan mal.
"Sehingga bukan kerumunan atau keramaian seperti yang dikhawatirkan berbagai pihak. Selain itu, kita berkomitmen dan juga terus menjalankan protokol kesehatan," katanya.
Aprindo berharap, pemerintah tidak lagi membatasi dengan ketat jam operasional atas gerai ritel modern dan mal. Namun, pemerintah bisa memperketat PSBB agar masyarakat meningkatkan dan disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan.
Sanksi tegas bisa diterapkan pemerintah bisa diberikan kepada pelanggar protokol kesehatan sesuai kebijakan karantina yang berlaku.
"Kalaupun ada pengetatan silahkan saja, itu kebijakan dan kewenangan pemerintah. Tapi khusus ritel modern, mal, kafe dan restoran, kami harap tidak memperketat dan membatasi jam operasionalnya," ujarnya.
Pihaknya siap berkomitmen dan konsisten melakukan protokol kesehatan dan siap berkoordinasi dengan pemerintah untuk evaluasi lanjutan.
Pengetatan Lanjutan
Sebelumnya, Menkomarves Luhut Binsar Pandjaitan menyatakan pemerintah melarang kerumunan dan perayaan pada libur Natal 2020 dan Tahun Baru 2021 di tempat umum agar kasus covid-19 tak melonjak. Implementasi pengetatan dimulai 18 Desember 2020 -8 Januari 2021.
Ia pun meminta Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk mengetatkan kebijakan karyawan untuk bekerja dari rumah atau WFH hingga 75%.
"Serta meneruskan kebijakan membatasi jam operasional hingga pukul 19:00 dan membatasi jumlah orang berkumpul di tempat makan, mal, dan tempat hiburan," katanya, Rabu (15/12).
Di sisi lain, agar kebijakan ini tidak membebani penyewa tempat usaha mal, Luhut meminta pemilik pusat perbelanjaan melalui Gubernur DKI Jakarta agar memberikan keringanan rental dan biaya layanan kepada para tenant atau penyewa.
"Skema keringanan penyewaan dan biaya layanan agar disetujui bersama antar pusat perbelanjaan dan tenant. Contoh di antaranya pro rate, bagi hasil, atau skema lainnya," paparnya. (Khairul Kahfi)