c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

04 Desember 2018

15:26 WIB

Antisipasi Ekonomi Labil, CIPS Minta Perkuat UMKM

Pasca-krisis 1998, jumlah UMKM justru meningkat sampai 2012 mampu menyerap 85—107 juta tenaga kerja

Editor: Agung Muhammad Fatwa

Antisipasi Ekonomi Labil, CIPS Minta Perkuat UMKM
Antisipasi Ekonomi Labil, CIPS Minta Perkuat UMKM
Pengunjung mengamati produk UMKM yang dipamerkan saat acara Festival UMKM. ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko

JAKARTA – Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan, kontribusi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rangka menggairahkan perekonomian nasional harus dapat ditingkatkan. Apalagi, sektor ini memegang posisi penting dalam menyerap angkatan kerja di Indonesia. Di mana UMKM diklaim membuka lapangan kerja bagi 96,87% angkatan kerja nasional.

“Penguatan kontribusi UMKM sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi ketidakpastian ekonomi,” kata Peneliti CIPS Assyifa Szami Ilman, seperti dikutip Antara, Selasa (4/12).

Berdasarkan dari Kementerian Koperasi dan UMKM, keberadaan UMKM pada 2017 mampu berkontribusi 60,34% bagi produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Potensi UMKM pun masih terbuka lebar, mengingat Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pernah mencatat jika pertumbuhan unit skala usaha ini berkisar 2,4% tiap tahunnya.

“Kontribusi ini pada dasarnya masih dapat ditingkatkan, mengingat peran UMKM dalam porsi ekspor di Indonesia hanya mencapai 15,7%,” ucap Ilman.

Bicara soal ekspor dari UMKM, pada tahun 2015 lalu kontribusinya mencapai Rp192,5 triliun. Nilai itu meningkat 3,5% dibandingkan nilai ekspor pada tahun 2014. Jika dirincikan, 76,6% dari total ekspor berasal dari usaha menengah, sementara kontribusi usaha mikro dalam ekspor masih sangat terbatas, yakni hanya 7,9%.

Ilman melanjutkan, dengan memperkuat peran UMKM sebagai punggung perekonomian, diharapkan kondisi makro ekonomi Indonesia juga menjadi lebih tahan banting terhadap ketidakpastian global di tahun-tahun mendatang.

“Kebijakan pro-UMKM yang dapat diberikan dapat terfokus pada bantuan modal dan pemasaran, di mana dua fokus ini berpotensi menghambat pertumbuhan UMKM,” jelasnya.

Pengembangan UMKM di tengah ketidakpastian ekonomi mengingat sektor ini yang antikrisis. Ilman memaparkan, pengalaman pada 1998 dan 2012 membuktikan, UMKM dapat bertahan dari krisis ekonomi. Ini ditunjukkan dengan pertumbuhan positif yang dicapai UMKM pada saat-saat krisis.

Dikutip dari artikel ilmiah karya Yuni Rahmini Suci yang berjudul “Perkembangan UMKM di Indonesia”, pada saat kondisi krisis yang terjadi di periode tahun 1997 hingga tahun 1998, hanya sektor UMKM yang tetap dapat berdiri kokoh.

Data BPS bahkan menyebut, pascakrisis ekonomi jumlah UMKM tidak berkurang. Sebaliknya, jumlah UMKM justru meningkat pertumbuhannya sehingga mampu menyerap 85—107 juta tenaga kerja, terhitung hingga tahun 2012.

Tahan krisis dan tidak kolaps tidak serta-merta menunjukkan berbagai UMKM berjalan mulus. Kepada Validnews, Ekonom Bank Central Asia (BCA), David Sumual mengemukakan, berdasarkan data perbankan non-performing loan alias kredit dari para debitur berstatus UMKM tampak naik pada saat krisis 2008. Akan tetapi, nasibnya jauh lebih baik dibandingkan korporasi-korporasi besar yang cenderung mengalami gagal bayar.

“Yang lain kan kecenderungan default karena banyak yang ambil utang luar. UMKM naik juga (NPL-nya), tapi enggak sebesar perusahaan besar yang banyak waktu itu mereka memakai dana luar  negeri,” tukas ekonom ini, beberapa waktu lalu.

Mampu bertahannya UMKM dari serangan krisis memang dipicu dari tidak bergantungnya mereka terhadap pinjaman berbentuk valuta asing. Yang pada akhirnya, ketika nilai rupiah terperosok tajam, dampaknya tidak langsung terasakan selama pasar domestiknya masih tetap aman.

Ketika badai krisis moneter melanda Indonesia di tahun 1998 usaha berskala kecil dan menengah yang relatif mampu bertahan dibandingkan perusahaan besar. Karena mayoritas usaha berskala kecil tidak terlalu tergantung pada modal besar atau pinjaman dari luar dalam mata uang asing. Jadi, ketika ada fluktuasi nilai tukar, perusahaan berskala besar yang secara umum selalu berurusan dengan mata uang asing adalah yang paling berpotensi mengalami imbas krisis.

Senada, menurut ekonom dari Universitas Indonesia (UI), Lana Soelistianingsih, mampu bertahannya UMKM dari gempuran krisis justru muncul dari keterbatasan segmen pasarnya. Kerap mayoritas menyasar pasar lokal dengan skala ekonomi yang tidak besar. Alhasil, UMKM tidak lagi bergantung terhadap stabilitas perekonomian dunia. 

“Jadi, itu yang membuat mereka cenderung untuk bisa survive atau bertahan,” ujar akademisi ini kepada Validnews.

Sekadar mengingatkan, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) juga telah mendorong UMKM guna dapat memperluas bisnisnya ke dalam platform digital.

“Peran Kemenkominfo adalah hadir sebagai akselerator. Selain mendukung lahirnya next Indonesia unicorn, kami juga mendorong UMKM untuk ayo berjualan online (daring),” kata Sekretaris Jenderal Kemenkominfo, Farida Dwi Cahyarini, Rabu (21/11) lalu.

Menurut Farida, dengan UMKM berpindah ke platform digital, pola kerja yang akan dilakukan berbagai usaha tersebut juga akan lebih modern. Jangkauannya jangkauannya juga dinilai akan lebih massif.

Sekjen Kemenkominfo mengingatkan, pada saat I , dari 10 start up unicorn yang terdapat di Asia Tenggara, sebanyak empat di antaranya berasal dari Indonesia, yaitu perusahaan Gojek, Tokopedia, Bukalapak dan Traveloka.

“Saat ini, seorang ibu rumah tangga bisa memasarkan produknya melalui gerakan aplikasi berjualan. Kemajuan empat unicorn tersebut memberikan inspirasi untuk perkembangan start up lainnya," katanya.

Farida mengemukakan, Kemenkominfo juga saat ini telah mengubah paradigmanya yang tadinya berorientasi kepada aspek regulator, yaitu sebagai pemberi perizinan, tetapi kini sudah banyak yang proses izinnya dipermudah.

Sekjen Kemenkominfo mengutarakan harapannya dengan semakin banyak kerja sama antara pemerintah, BUMN dan pelaku usaha lainnya akan meningkatkan daya saing Indonesia di tingkat global.

Selain Kemenkominfo, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) juga punya program untuk mengembangkan industri kecil dan menengah (IKM) dalam negeri di era digital lewat e-smart IKM.

Program tersebut dimaksudkan agar IKM dapat memasarkan produknya di marketplace melalui e-Smart IKM, yang merupakan sistem basis data dengan menyajikan berupa profil, sentra, dan produk IKM.

Sebagai informasi, target pelaksanaan e-Smart IKM selama periode 2017-2019 adalah memunculkan 10.000 entitas IKM yang berjualan melalui marketplace, dengan total 30.000 jenis produk yang dipasarkan secara online. (Shanies Tri Pinasthi, Teodora Nirmala Fau)


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar