c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

EKONOMI

11 Juli 2017

02:49 WIB

Anggaran Penanganan HIV-AIDS Tak Lagi Yang Terbesar

Angka kecelakaan di banyak negara tak juga mengalami penurunan. Korban didominasi mereka yang berusia muda

Anggaran Penanganan HIV-AIDS Tak Lagi Yang Terbesar
Anggaran Penanganan HIV-AIDS Tak Lagi Yang Terbesar
KECELAKAAN BUS PEMUDIK-Sejumlah penumpang menurunkan barang bawaan dari dalam bus yang mengalami kecelakaan di Jalur Pantura Desa Klaling, Kudus, Jawa Tengah, Rabu (21/6). Kecelakaan masih menjadi salah satu penyebab utama meninggalnya manusia di berbagai belahan dunia ini. ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/aww/17.

JAKARTA-Berbagai anggaran untuk penuntasan masalah kesehatan disesuaikan penyalurannya ke macam-macam pos. Ini berlaku di berbagai negara, organisasi, juga pemerintah dalam berbagai jenjang dan tingkatan. Diantaranya untuk menangani berbagai penyebab kematian manusia. Dan, dari banyak macam penyebab itu, sebagian besarnya adalah penyakit. Ada tendensi berbeda di dekade ini. Biaya pencegahan, pemberantasan, dan penanganan HIV-AIDS tak lagi menjadi yang terbesar.

Adapun dalam kehidupan manusia, berbagai penyakit ini datang dan pergi, tergantung kepada banyak hal, termasuk kemajuan zaman. Kini,ada sejumlah faktor dominan penyebab kematian manusia di berbagai belahan dunia. Adapun berbagai faktor itu, dalam dekade ini kita bahas di bawah ini.

Jantung Hipersensitif
Dari data berbagai rumah sakit di negara-negara anggota PBB, penyakit serangan jantung jenis ini menimbulkan lebih dari 1 juta orang meninggal. Penyakit ini erat berhubungan dengan darah tinggi. Penyempitan hingga penyumbatan aliran darah yang membawa darah dan oksigen ke jantung, adalah penyebab gagal jantung berujung kematian.

Penyakit ini unik. Mereka yang berasal dari negara berkembang, atau negara maju, sama-sama rawannya terhadap penyakit ini. Amerika Serikat, contohnya. US National Library of Medicine mencatat, 1 dari 3 orang dewasa di sana punya kecenderungan penyakit ini. Sementara, World Heart Federation (WHF), mendata ada lebih satu miliar warga dunia punya penyakit darah tinggi. Dua-pertiganya ada di negara-negara berkembang, termasuk di Indonesia.

Dua persen lebih manusia di bumi ini, dalam kurun waktu 10 tahun belakangan, diketahui meninggal lantaran gagal jantung terkait jantung yang hipersensitif dan darah tinggi.  

Kecelakaan Kendaraan
Zaman makin maju. Teknologi berkendara makin aman. Begitu halnya dengan infrastruktur jalan semakin baik.  Namun, angka kecelakaan di banyak negara, tak juga mengalami penurunan. Mirisnya, dari banyak korban kecelakaan kendaraan, mereka yang berusia muda, mendominasi angka kematian ini. Dalam kurun 5 tahun ini, ada lebih dari 1,5 juta orang tewas akibat kecelakaan. Mereka yang berusia antara 15 tahun hingga  29 tahun, mendominasi hampir 80 persen jumlah korban. Pria adalah kebanyakan korbannya.

Negara-negara di Eropa barat bisa jadi yang teraman. Sementara negara-negara berkembang, tergolong tak aman untuk berkendara. Lebih ngerinya lagi di sejumlah negara di benua Afrika. Meski kendaraan tak sebanyak di negara-negara maju, jumlah korban kecelakaan, khususnya tabrakan, sangat tinggi. Ada probabilita setiap 100 ribu orang berkendara, sebanyak 26 hingga 27 diantaranya, menjadi korban tabrakan.

Diabetes dan diare
Di negara-negara maju, berbagai kemudahan beraktifitas menjadi dambaan. Tingkat kesejahteraan warga naik. Beragam makanan juga biasa menjadi asupan setiap hari. Namun, ada ancaman serius akibat pola hidup ini. Kebanyakan warga kota-kota dan negara maju, mengalami ‘mager’, alias malas bergerak. Badan warga pun melar-melar. Akibatnya, Selain serangan jantung dan darah tinggi akibat ‘mager’ dan kebanyakan makan enak, diabetes juga ‘mengincar’ kehidupan warga dunia.

 

Jumlah mereka yang cenderung kegemukan naik tiap tahunnya. Di 2104 saja, ada 8 persen manusia dewasa diatas umur 18 tahun, bertendensi kegemukan. Nah, mirisnya, 80 persen dari yang mengalami kegemukan, juga mengalami diabetes. Penyakit ini menjadi hal yang diperhatikan banyak negara. Hingga 2015, ada lebih dari 5 juta orang menemui ajalnya, akibat mengidap dabetes parah.

Jika di negara-negara maju diabetes menjadi ancaman karena terkait gaya hidup, di negara berkembang dan miskin, hal lain menjadi momok. Diare, yang terkait dengan buruknya sanitasi dan minimnya higenitas, serta ketersediaan air bersih, adalah ‘hantu’ yang mengerikan dan mematikan. Anak-anak menjadi sasaran rentan penyakit ini.

Menurut WHO dan UNICEF-badan dunia yang mengurusi anak dan pemasalahannya, mencatat hingga kini, diare menewaskan setiap harinya hampir 2200 anak. Jika dikalkulasi, ada probabiita 1 banding 9 dalam angka kematian anak, yang disebabkan oleh penyakit ini, Dan, 1,5 juta lebih dunia sejak 2010, menjadi korban penyakit yang disebabkan bakteri di air kotor ini menurut data Pusat Pengendalian Penyakit Menular Amerika Serikat atau CDC (Centers for Disease Control and Prevention).

CDC lebih jauh menelisik persoalan diare ini. Belakangan, bakteri penyebab penyakit ini memutasi dirinya. Ini bisa menempel di alat-alat tulis, alat bermain dan perlengkapan keseharian anak tertular, yang kemudian bsa menjangkiti individu lain yang memegangnya. Pusat penjangkitan penyakit ini lebih kerap ada di benuar Afrika dan Asia Tenggara juga Asia Selatan. Nah, Indonesia juga termasuk wilayah rawan diare dunia.

HIV-AIDS menurun
Lantas, dimana posisi HIV dan AIDS dalam ranking penyebab kematian?  Kemajuan dunia medis berhasil menurunkan peringkat penyakit ini ke peringkat 6 dari semula peringkat pertama. Sebelumnya, ada 7,6 juta orang meninggal dalam kurun waktu dari 1995-2013. Kini, sejumlah obat yang memperlambat penyebarannya di tubuh penderita, ditemukan.

 

Meskipun demikian, penyakit penghilang imunitas ini, tetaplah menakutkan. Terhitung, 2,7 persen penyebab kematian warga dunia adalah penyakit ini. Penyebarannya tetaplah mengkhawatirkan. Diketahui, sebanyak 70 persen penderita HIV-AIDS ada di wilayah Sub-Sahara Afrika. Anggaran untuk penanganan penyakit ini, di banyak dunia, diturunkan.

 

Penyakit paru
Penyakit kanker paru lebih menakutkan dari AIDS. Penyakit ini adalah penyebab meninggalnya 8,2 juta jiwa di berbagai negara. WHO menuding, rokok menjadi kontributor utama penyebab penyakit ini. Dan, 60 persen penderitanya ada di Asia, Afrika, dan Amerika Selatan.

Penyakit lain terkait infeksi saluran pernafasan, yakni pneumonia, TBC dan bronchitis, masih menjadi pembunuh warga dunia, utamanya anak. Satu dari seratus kematian anak dibawah usia 15 tahun di berbagai negara, disebabkan penyakit ini.  Persoalan ini dialami oleh semua negara miskin, juga berkembang.

Ada yang lebih seram dari TBC dan pneumonia, yakni COPD atau dikenal sebagai bronchitis akut. Badan Paru Amerika Serikat  (American Lung Association) melansir dalam laporannya di awal 2017, lebih  dari 3,4 juta orang di berbagai belahan dunia, menemui ajalnya lantaran penyakit ini.  Mirisnya pula, belum ada obat mujarab sebagai penyembuhnya. Di negara maju, COPD masih juga tinggi. Badan Pengawas Kesehatan dan Keamanan Inggris, atau Health and Safety Executive mencatat dalam laporannya tahun 2016, ada 2500 kematian pertahun disebabkan penyakit tersebut.

Majunya peradaban, naiknya tingkat kesejahteraan, seperti kita ketahui, tak berbanding lurus dengan naiknya tingkat kesehatan. Makin makmur suatu negara atau wilayah, makin beragam dan makin baik mutu pangan. Sayangnya, aktifitas fisik tak mengikuti mutu dan banyaknya asupan gizi. Berbagai penyakit pun timbul, dan ekses yang paling gawat adalah stroke.

Problem kesehatan di negara berkembang dan negara maju ini semakin mengkhawatirkan. Menurut WHO, ada lebih dari 7 juta manusia meninggal akibat stroke. Di AS,  sepanjang 2012 saja, ada hampir 800 ribu manusia dewasa mengalami stroke, dan 130 ribu diantaranya seketika meninggal dunia.

Sedekade lalu, stroke diketahui menyerang para lansia, atau setidaknya berusia di atas 60 tahun. Kini, bahkan remaja pun bisa terserang stroke, yakni kondisi tersumbatnya aliran darah ke otak akibat pembuluh darah terhalang kolesterol dan lemak. Lebih dari 12 persen kematian manusia lima tahun ini, disebabkan serangan stroke.

Dan yang paling utama menjadi penyakit pembunuh manusia, adalah Ischemic Heart Disease (IHD). Kondisi ini dikenal sebagai serangan jantung mendadak, atau gagal jantung disebabkan tersumbatnya saluran darah akibat lemak dan kolesterol bercampur dengan stress, dan minim olahraga, serta gaya hidup tak sehat.

Mirip dengan kondisi stroke. Bedanya, yang tersumbat adalah aliran darah menuju jantung.  Health and Safety Executive Inggris mencatat, setahunnya ada 73 ribu hingga 75 ribu warga kerajaan itu yang terserang gagal jantung dan meninggal. Di AS lebih lagi. Setahunnya sekitar 370 ribuan orang terkena serangan jantung dan meninggal.

Apakah di Indonesia berbeda? Ya, tidak tentunya. Riset dan survei internasional ini sudah memasukkan juga berbagai penyakit ‘pembunuh’ di sini. (Rikando Somba)

 

 

 

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar