05 Juli 2023
12:22 WIB
Editor: Fin Harini
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-70 menyampaikan pentingnya Bank Sentral memperkuat transformasi dengan sinergi, konsistensi, dan inovasi.
Dikutip dari keterangan resmi di Jakarta, Rabu (5/7), Perry Warjiyo memaknai tasyakuran HUT BI melalui tiga hal. Pertama, senantiasa bersyukur atas segala pencapaian lembaga yang telah diraih, berkat kegigihan usaha yang disempurnakan dengan doa.
Kedua, ulang tahun merupakan bentuk komitmen kembali atau sebagai pengingat bersama keberadaan BI harus senantiasa memberi makna bagi bangsa dan negara. BI didirikan pada 1 Juli 1953.
Ketiga, terus memperkuat transformasi kebijakan dan kelembagaan serta penguatan sumber daya manusia, guna mendukung kemajuan ekonomi negeri.
Perry menekankan bahwa seluruh pencapaian BI saat ini tidak terlepas dari peran penting dan kontribusi para Gubernur BI pendahulu yang turut hadir maupun memberikan ucapan selamat secara daring dalam tasyakuran, yaitu Adrianus Mooy, Soedrajad Djiwandono, Syahril Sabirin, Burhanuddin Abdullah, Boediono, Darmin Nasution, dan Agus Martowardojo.
Dalam kesempatan tasyakuran, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin, secara daring menyampaikan selamat dan memberikan apresiasi kepada BI yang telah berkontribusi secara signifikan melalui perumusan berbagai kebijakan serta bersinergi dengan pemerintah dalam mendukung pemulihan ekonomi pasca pandemi.
Pemimpin lembaga tinggi negara, kementerian, dan lembaga turut menyampaikan ucapan selamat ulang tahun dan apresiasi serta harapannya ke depan kepada bank sentral.
Ucapan selamat juga disampaikan oleh sejumlah gubernur bank sentral beberapa negara seperti Singapura, Thailand, Filipina, India, Tiongkok, Australia, dan Korea Selatan, termasuk sejumlah Duta Besar RI antara lain dari Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Tiongkok, Singapura, dan Saudi Arabia.
Nuansa perayaan HUT ke-70 BI diwarnai dengan berbagai kegiatan internal pegawai BI, serta berkolaborasi dengan pihak eksternal yang berfokus pada aspek kepedulian sosial seperti khitanan masal hingga sedekah pohon. Rangkaian kegiatan HUT BI berlangsung mulai dari tanggal 1 Juli 2023 hingga akhir Agustus 2023. Seluruh rangkaian kegiatan diimplementasikan berlandaskan prinsip “Aku Bangga BI Bermakna".
Tugas BI
Sebagai bank sentral, Bank Indonesia memiliki tugas utama mengelola tiga bidang yaitu Moneter, Sistem Pembayaran, dan Stabilitas Sistem Keuangan. Ketiga bidang tugas tersebut perlu diintegrasi agar tujuan tunggal dapat dicapai secara efektif dan efisien.
Pengelolaan moneter bertujuan mencapai stabilitas nilai Rupiah, yang berarti nilai tukar Rupiah terhadap mata uang negara lain stabil. Stabilitas nilai Rupiah juga diukur dari harga barang yang stabil, tercermin dari inflasi yang rendah.
Kestabilan nilai tukar Rupiah diperlukan dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari upaya untuk mendukung tercapainya inflasi yang rendah dan stabil. Kestabilan nilai tukar Rupiah juga sangat penting untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Untuk menjaga stabilitas nilai tukar, BI memiliki kerangka kebijakan moneter, meliputi strategi kebijakan moneter dan implementasi kebijakan moneter. Kerangka kerja kebijakan moneter yang diimplementasikan berupa Inflation Targeting Framework (ITF).
ITF adalah suatu kerangka kerja kebijakan moneter mengenai kisaran target sasaran inflasi yang hendak dicapai dalam beberapa periode kedepan serta diumumkan kepada publik sebagai perwujudan dari komitmen dan akuntabilitas bank sentral.
Dengan menetapkan sasaran inflasi yang eksplisit dan diumumkan secara transparan, BI memberikan sinyal kepada masyarakat dan pelaku pasar mengenai komitmen bank sentral dalam menjaga stabilitas harga dan memperkuat kepercayaan publik.
ITF diimplementasikan dengan menggunakan suku bunga kebijakan sebagai sinyal kebijakan moneter dan suku bunga pasar uang antarbank untuk jangka waktu overnight di Indonesia - IndONIA (Indonesia Overnight Index Average) sebagai sasaran operasional. Kerangka kerja ini diterapkan secara resmi sejak 1 Juli 2005.
Pengalaman krisis keuangan global 2008/2009 mengajarkan pentingnya fleksibilitas bagi bank sentral dalam merespons perkembangan ekonomi yang semakin kompleks dan peran sektor keuangan yang semakin kuat dalam memengaruhi stabilitas ekonomi makro. Berdasarkan pengalaman tersebut, Bank Indonesia Bank Indonesia memperkuat kerangka ITF menjadi Flexible ITF.
Ada lima elemen Flexible ITF, yakni penargetan inflasi (Inflation Targeting) sebagai strategi dasar kebijakan moneter; integrasi kebijakan moneter dan makroprudensial untuk memperkuat transmisi kebijakan dan sekaligus mengupayakan stabilitas makroekonomi; peran kebijakan nilai tukar dan arus modal dalam mendukung stabilitas makroekonomi; penguatan koordinasi kebijakan Bank Indonesia dengan Pemerintah untuk pengendalian inflasi maupun dalam menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan; dan penguatan strategi komunikasi kebijakan sebagai bagian dari instrumen kebijakan.
Stabilitas Sistem Keuangan
BI juga berperan memelihara agar sistem keuangan tetap stabil. Ini berarti, kondisi sistem keuangan yang berfungsi secara efektif dan efisien serta mampu bertahan dari gejolak yang bersumber dari dalam negeri dan luar negeri.
Dengan terjaganya stabilitas sistem keuangan, fungsi intermediasi dan layanan jasa keuangan lainnya di sistem keuangan dapat berjalan secara optimal untuk berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian nasional. Karena itu, stabilitas sistem keuangan memegang peran yang sangat penting untuk menjaga stabilitas perekonomian.
Krisis ekonomi global 2008/2009 mengajarkan bahwa dengan semakin menguatnya keterkaitan makrofinansial (macrofinancial-linkages), maka sistem keuangan yang tidak berfungsi dengan baik akan menurunkan efektivitas kebijakan moneter, mengganggu kelancaran kegiatan perekonomian, dan dapat berakibat pada perlambatan pertumbuhan hingga kontraksi ekonomi. Oleh karena itu, terwujudnya stabilitas sistem keuangan merupakan tanggung jawab bersama di antara berbagai otoritas sektor keuangan, termasuk Bank Indonesia.
Di sisi lain, Bank Indonesia sebagai bank sentral memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas sistem keuangan terkait dengan fungsi sebagai Lender of Last Resort (LoLR), yaitu otoritas yang berwenang menyediakan likuiditas pada saat krisis.
Gubernur BI Perry Warjiyo (kedua kiri) memberikan keterangan saat konferensi pers penetapan suku bunga acuan di Jakarta, Kamis (22/6/2023). Antara Foto/Akbar Nugroho Gumay
Sistem Pembayaran
Tugas BI sebagai bank sentral berikutnya adalah menyelenggarakan Sistem Pembayaran. Yakni, sistem yang mencakup seperangkat aturan, lembaga, dan mekanisme yang dipakai untuk melaksanakan pemindahan dana, guna memenuhi suatu kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi.
Sistem Pembayaran lahir bersamaan dengan lahirnya konsep 'uang' sebagai media pertukaran atau intermediary dalam transaksi barang, jasa dan keuangan. Pada prinsipnya, sistem pembayaran memiliki 3 tahap pemrosesan yaitu otorisasi, kliring, dan penyelesaian akhir (settlement).
BI menjadi penyelenggara kegiatan settlement transaksi-transaksi melalui Sistem Bank Indonesia Real Time Gross Settlement (BI-RTGS), Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI), dan Bank Indonesia Scripless Securities Settlement System (BI-SSSS).
Sistem pembayaran sendiri terus berkembang. Dari barter kemudian berkembang menggunakan uang sebagai alat pembayaran. Lalu, dari tunai, hingga kini terdapat pembayaran non-tunai.
Seiring perkembangan sistem pembayaran digital, BI telah menetapkan sebuah cetak biru untuk memberikan arah pemanfaatan digitalisasi, sembari memitigasi risiko.
Ada lima visi Sistem Pembayaran Indonesia 2025 yang ditetapkan BI. Pertama, mendukung integrasi ekonomi-keuangan digital nasional sehingga menjamin fungsi bank sentral dalam proses peredaran uang, kebijakan moneter, dan stabilitas sistem keuangan, serta mendukung inklusi keuangan. Kedua, mendukung digitalisasi perbankan sebagai lembaga utama dalam ekonomi-keuangan digital melalui open-banking maupun pemanfaatan teknologi digital dan data dalam bisnis keuangan.
Ketiga, menjamin interlink antara Fintech dengan perbankan untuk menghindari risiko shadow banking melalui pengaturan teknologi digital (seperti Application Programming Interface-API), kerjasama bisnis, maupun kepemilikan perusahaan.
Keempat, menjamin keseimbangan antara inovasi dengan perlindungan konsumen, integritas dan stabilitas serta persaingan usaha yang sehat melalui penerapan Know Your Customer (KYC) & Anti-Money Laundering /Combating the Financing of Terrorism (AML/CFT), kewajiban keterbukaan untuk data/informasi/bisnis publik, dan penerapan reg-tech dan sup-tech dalam kewajiban pelaporan, regulasi dan pengawasan.
Terakhir, menjamin kepentingan nasional dalam ekonomi-keuangan digital antar negara melalui kewajiban pemrosesan semua transaksi domestik di dalam negeri dan kerjasama penyelenggara asing dengan domestik, dengan memperhatikan prinsip resiprokalitas.