12 Juli 2021
16:20 WIB
JAKARTA – Seperti pada tahun-tahun sebelumnya, pemerintah meyakini hampir pasti tak tuntas menghabiskan tuntas anggaran belanja yang sudah direncanakan dalam APBN 202.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan, realisasi belanja pemerintah pusat tahun ini akan mencapai Rp1.929,6 triliun atau 98,2% dari pagu Rp1.954,5 triliun.
"Sampai semester II kita perkirakan 98,2% dari pagu akan terpakai atau Rp1.929,6 triliun," katanya dalam raker bersama Banggar DPR RI di Jakarta, Senin.
Sri Mulyani menuturkan perkiraan tersebut tumbuh 4% dari realisasi belanja pemerintah pusat tahun lalu yang hanya 92,8% atau Rp1.833 triliun dari pagu Rp1.975,2 triliun.
"Ini lebih baik dari sisi persentase dan secara nominal," ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, realisasi belanja pemerintah pusat akan sangat bergantung pada kesiapan kementerian/lembaga (K/L) dalam mendorong belanjanya.
Ia menjelaskan kesiapan K/L dalam melanjutkan atau menyelesaikan program dan kegiatan yang sudah direncanakan pada semester II, akan berimplikasi terhadap tercapainya perkiraan tersebut.
Oleh sebab itu, Sri Mulyani meminta bagi K/L yang tidak mampu merealisasikan anggaran belanja atau mengalami kesulitan dalam eksekusi agar mengalokasikannya untuk penanganan covid-19.
Sementara itu, Sri Mulyani memperkirakan untuk realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) tahun ini akan mencapai Rp770 triliun dari Rp795 triliun atau 96,9%.
Ia menegaskan, penyaluran TKDD terutama DAK fisik, DAK nonfisik, dan dana desa sangat dipengaruhi oleh kinerja daerah dalam memenuhi persyaratan penyalurannya.
"Pada semester I ada kesulitan dan ini memberikan sinyal kepada kita mengenai kapasitas daerah-daerah," ujarnya.
Ia melanjutkan, untuk BLT desa diperkirakan akan terealisasi 69% dari total pagu pada tahun ini, sehingga diharapkan dapat menjadi bantalan sosial bagi masyarakat.
"Kami meminta Kementerian Desa melakukan relaksasi dan akselerasi sehingga dana desa betul-betul bisa membantu masyarakat desa," tegasnya.
DAU/DBH
Sementara itu, Sri Mulyani menuturkan, penggunaan earmarking 8% anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) sebesar Rp35,1 triliun baru terealisasi Rp4,2 triliun atau 11,9% hingga semester I 2021.
“Kami lihat delapan persen DBH/DAU ini memang mengalami kendala cukup serius. Kita bersama Kementerian Dalam Negeri mencoba mendampingi pemerintah daerah,"kata Sri Mulyani.
Ia menjelaskan realisasi earmarking DAU/DBH untuk covid-19 yang masih rendah ini, disebabkan oleh adanya kendala proses perubahan Perkada Penjabaran APBD dan permasalahan koordinasi antar Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Ia menegaskan pemerintah akan terus melakukan koordinasi dengan daerah dalam rangka mempercepat eksekusi seperti melalui bimtek, sosialisasi, surat, rakor, dan sebagainya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kanan) bersama Gubernur BI Perry Warjiyo mengikuti rapat ker ja dengan Komisi XI DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/6/2021). Rapat tersebut membahas pengambilan keputusan asumsi dasar dalam Kebijakan Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM PPKF) Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2022. Antara Foto/Hafidz Mubarak A
Sri Mulyani merinci realisasi itu meliputi anggaran penanganan covid-19 secara umum oleh pemda. Seperti pengadaan obat suplemen vitamin, APD, dan makanan tambahan dengan alokasi Rp10,7 triliun terealisasi Rp1,7 triliun atau 15,5%.
Untuk anggaran dukungan operasional vaksinasi yakni pelaksanaan oleh petugas kesehatan, pengamanan lokasi dan sebagainya dengan pagu Rp6,5 triliun terealisasi Rp0,4 triliun atau 5,8%.
Sri Mulyani menuturkan pemerintah mulai melibatkan TNI/Polri untuk mempercepat realisasi pendanaan dari earmarking DAU pada semester II-2021.
Selanjutnya untuk anggaran dukungan PPKM Kelurahan yakni bagi pos komando PPKM Kelurahan sesuai kebutuhan dengan alokasi Rp1,1 triliun terealisasi Rp0,1 triliun atau 8%. Untuk insentif tenaga kesehatan daerah yang dibayarkan oleh daerah dengan verifikasi oleh Yankes daerah dengan alokasi Rp8,1 triliun baru terealisasi Rp0,9 triliun atau 11,1%.
Terakhir, untuk kesehatan lain yaitu dukungan sarana dan prasarana darurat, alat kesehatan, belanja bansos selain BLT, pengawasan penerapan prokes, dan lain-lain dengan alokasi Rp8,7 triliun terealisasi Rp1,2 triliun atau 13,4%.
Khawatirkan Anggaran
Sebelumnya, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah mengkhawatirkan kondisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), jika pandemi covid-19 yang masih menunjukkan kenaikan penambahan kasus baru terus berlanjut.
"Mencermati keadaan dunia dan dalam negeri kita akibat covid-19 dengan tingkat uncertainty tinggi dan bila tidak terkelola dengan cukup baik, maka akan berdampak luas terhadap kehidupan sosial, ekonomi dan kesehatan rakyat. Bila keadaan seperti ini berlangsung lama, maka akan berkonsekuensi mendalam terhadap APBN kita," ujar Said dalam pernyataan di Jakarta, Senin.
Said pun meminta pemerintah menyusun skenario terburuk bila kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) tidak cukup efektif menekan tingkat positif covid-19 harian.
Meski demikian, ia mengakui skenario terburuk tersebut akan membutuhkan dukungan anggaran sangat besar sehingga berkonsekuensi pada perubahan arah kebijakan dan sasaran dari postur APBN 2021 dan Rencana APBN 2022.
Sejauh ini, lanjut Said, skenario APBN pada 2021 dan 2022 adalah skenario pemulihan baik dari sisi sosial, ekonomi, maupun kesehatan. Namun demikian, APBN belum memitigasi skenario gelombang demi gelombang dari pandemi yang berlangsung lebih lama.
"Minggu lalu saya telah menyarankan pemerintah untuk mulai melakukan refocusing anggaran. Akan tetapi melihat situasi dan potensi risiko yang ada, selain refocusing, pemerintah perlu melakukan kebijakan lebih jauh yang komprehensif," kata Said.
Menurut Said, jika harus membuat kebijakan-kebijakan lanjutan yang berdampak luas baik ekonomi, sosial, dan kesehatan, termasuk dalam pelaksanaan skenario terburuk, maka pemerintah harus menjalin komunikasi dengan banyak pihak.
Termasuk dengan para pelaku bisnis dan keuangan dengan persiapan waktu komunikasi yang cukup.
Langkah tersebut dinilai penting guna mengantisipasi guncangan pada bisnis dan pasar keuangan yang sejauh ini masih berjalan dengan sehat.
"Saya mendukung penuh langkah pemerintah, khususnya terkait persetujuan anggaran, terkait pelaksanaan segala daya upaya dalam penanggulangan covid-19, termasuk bila dalam pelaksanaan worst case scenario tersebut harus membutuhkan dukungan pembiayaan. Misalnya seperti penerbitan surat utang negara karena dampak turunnya penerimaan perpajakan," ujar Said.