14 Juli 2020
18:30 WIB
JAKARTA-Reklamasi bekas tambang hingga kini masih terkendala masalah infrastruktur dan sumber daya, khususnya bagi pertambangan kelas kecil dan menengah. Para pemangku kepentingan perlu mendorong inovasi-inovasi yang mampu mengatasi keterbatasan tersebut sehingga kegiatan reklamasi menjadi lebih realistis baik secara teknis maupun biaya.
Penerapan praktik pertambangan yang baik juga masih terkendala maraknya penambangan ilegal.
Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli dalam webinar "Pelestarian Hutan Melalui Reklamasi Bekas Tambang" di Jakarta, Selasa (14/7), mengatakan ada sejumlah kendala buat mendukung praktik pertambangan yang baik (good mining practice) dengan penerapan kegiatan pertambangan yang berbasis lingkungan dan kemasyarakatan.
"Tantangan ini khususnya untuk tambang menengah kecil. Mereka biasanya terbatas pada infrastruktur dan sumber daya. Tapi untuk yang besar, sumber daya cukup besar. Tapi memang perlu ada penegakan hukum yang lebih tegas dan keras terhadap good mining practice," katanya.
Rizal mencontohkan salah satu contoh inovasi. Teknik BioRehab, misalnya, dapat diterapkan di hampir semua jenis lahan, terutama lahan bekas tambang yang tidak memiliki tanah pucuk/topsoil dengan menggunakan zat-zat organik tanpa zat kimia. Teknik BioRehab telah diterapkan di lahan bekas tambang bauksit di Pulau Bintan, Kepulauan Riau, yang miskin unsur hara.
"Meski miskin unsur hara, bisa ditumbuhi tanaman," katanya, dikutip dari Antara.
Rizal menambahkan, kendati investasi pertambangan akan semakin menarik, namun pada saat yang sama dapat menjadi agen terdepan dalam pelestarian hutan melalui reklamasi lahan bekas tambang. Hal itu berlaku untuk semua jenis dan skala operasi perusahaan pertambangan, baik skala kecil, menengah, dan besar.

Pemerintah, khususnya Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves) mengingatkan akan pentingnya korporasi melakukan kewajiban reklamasi bekas tambang untuk menjaga kelestarian hutan.
"Kita harus memahami bahwa reklamasi dan rehabilitasi hutan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) itu adalah suatu kewajiban. Kekayaan alam sewajarnya dimanfaatkan dengan pengelolaan yang baik dan berkesinambungan," kata Deputi Bidang Koordinasi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan Kemenko Marves Nani Hendiarti dalam webinar yang sama,
Banyak Peraturan
Nani menjelaskan, pemerintah telah menerbitkan berbagai aturan mengenai kewajiban tersebut. Mulai dari UU Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2004 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah disahkan. Dalam aturan tersebut setiap emiten yang melakukan penambangan wajib menyusun dan menyerahkan rencana reklamasi dan/atau rencana pasca-tambang.
Kewajiban lebih rinci juga tertuang dalam aturan baru yakni Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2020 tentang Rehabilitasi dan Reklamasi Hutan yang mengatur aspek-aspek yang harus dipenuhi dalam kegiatan reklamasi. Kini, pemerintah juga sedang mempersiapkan Peraturan Presiden tentang Percepatan Pemulihan Kerusakan Lingkungan Akibat Aktivitas Pertambangan. Pemulihan lingkungan bekas tambang juga tercantum dalam RJMN 2020-2024.

Plt Direktur Konservasi Tanah dan Air Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yuliarto Joko Putranto, juga menanggapi, Dia mengatakan rehabilitasi dan reklamasi hutan merupakan bagian dari pengelolaan hutan.
Dijelaskan, bahwa reklamasi hutan wajib dilaksanakan pada kawasan hutan yang terganggu (on-site).Sedangkan kewajiban rehabilitasi DAS berada di luar areal IPPKH (off-site) sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan lingkungan pemegang IPPKH (Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan).
"Pembangunan khususnya yang berada pada kawasan hutan harus memenuhi tiga unsur yaitu economically feasible (layak ekonomi), socialy acceptable (diterima masyarakat), dan environmentally sustainable (mengutamakan kelestarian lingkungan)," katanya.
Jadi Sawah
Di Bangka, salah satu wilayah yang banyak tambang, terdata ada seluas 575.3 hektare lahan bekas tambang biji timah di Kabupaten Bangka, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Kini wilayah tersebut diproyeksikan pemerintah daerah setempat untuk pengembangan pertanian pada sub sektor padi sawah.
Cakupan area bekas tambang yang mencapai ratusan hektare tersebut diakui bupati, baru seluas delapan hektare yang berhasil digarap dengan kemampuan produksi mencapai tujuh sampai delapan ton gabah per hektar. Lahan bekas tambang tersebar di sejumlah desa di enam kecamatan di Kabupaten Bangka.
"Proyeksi pengembangan budidaya padi sawah di area bekas tambang biji timah yang mencapai seluas 575.3 hektare yang dilakukan bertahap, kedepannya diharapkan mampu mendukung penguatan ketahanan pangan lokal," kata Bupati Bangka, Mulkan di Sungailiat, Selasa.
Mulkan menjelaskan, untuk memaksimalkanya pengelolaan area lahan persawahan, pihaknya memanfaatkan embung sebagai sumber air baku pertanian maupun sumber air irigasi tersier. Pihaknya juga akan membangun infrastruktur irigasi sebagai sarana pendukung utama optimalisasi pengelolaan lahan padi sawah. (Rikando Somba)