22 Februari 2018
15:05 WIB
Editor: Rikando Somba
JAKARTA- Badan Pengurus Pusat Gabungan Pelaksana Kontsruksi Indonesia (BPP Gapensi) berharap moratorium proyek jalan layang tidak berlangsung lama. Gapensi berharap paling lama penghentian sementara hanya berlangsung maksimal tiga minggu.
“Kami usulkan jangan kelamaan. Cukup tiga minggu saja,” kata Sekjen Gapensi Andi Rukman Karumpa dalam keterangannya yang diterima Validnews, Kamis (22/2)
Andi mengatakan, bila terlalu lama, kerugian yang dialami kontraktor akan semakin besar. Sebab selama morotorium, biaya tetap berjalan. Selain itu, target-target juga akan sulit tercapai.
Pada prinsipnya, Gapensi mendukung moratorium sementara yang diputuskan oleh Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Tapi Andi berharap, momentum pembangunan infrastruktur oleh pemerintah tidak mengendor meski terdapat insiden
“Jadi ini jeda yang baik untuk dilakukan evaluasi, apakah semua prosedur keselamatan kerja sudah dijalankan. Kalau dijalankan titik lemahnya dimana. Nanti kita tunggu auditnya. Tapi momentumnya harus tetap dijaga, yang terpenting adalah evaluasi menyeluruh atas semua standar pekerjaan,” ujar Andi.
Sebelumnya, Gapensi sendri sudah mengingatkan agar perusahaan pelaksana proyek infrastruktur dan gedung-gedung pencakar langit di Jakarta serius melakukan audit daya tahan konstruksi. Berdasarkan kajian Gapensi, sebagian besar pelaksana proyek masih mengabaikan audit daya tahan konstruksi infrastruktur dan bangunan-bangunan besar.
“Kita lihat audit daya tahan ini kurang serius dilaksanakan. Ini bahaya,” ujar Andi.
Dia mengatakan, sejauh ini audit dilakukan hanya berupa audit biaya dan benefit recovery. “Jadi rata-rata hanya menilai dan menguji tingkat biaya dan waktu penyelesaian proyek, tanpa lebih komprehensif pada uji daya tahan, keamanan, keselamatan, serta respons intensitas bencana alam, termasuk gempa,” tuturnya.
Andi melanjutkan, uji dan audit tingkat respons infrastruktur pada intensitas bencana alam sangat penting. Sebab audit ini bertujuan menguji sejauhmana daya tahan konstruksi menghadapi ancaman bencana.
“Ini yang kerap diabaikan atau dilupakan. Kita tidak tahu kenapa. Apa masalah efisiensi?” imbuhnya.
Dikatakannya, Bank Dunia sudah merekomendasikan dalam Laporan Evaluasi Infrastruktur Global 2017, bahwa setiap proyek infrastruktur diwajibkan melakukan audit konstruksi rutin atau reguler.
“Apalagi, infrastruktur pada negara-negara miskin dan berkembang di dunia ketiga yang dicirikan dengan minimnya teknologi dan pemahaman baik atas berbagai potensi bencana alam yang ada,” kata Andi.
Selain diperluas, audit konstruksi juga mesti rutin dilakukan. Terlebih lagi berbagai proyek dan bangunan bertingkat berada di wilayah ring of fire yang memiliki peluang bencana alam yang sangat tinggi.
”Kita lihat kemarin ada gempa lagi di Jakarta. Sedangkan audit bangunan-bangunan di Jakarta sangat minim,” imbuh Andi.
Andi mengatakan, pembangunan infrastruktur di era pemerintahan Jokowi-JK memang paling agresif selama republik berdiri. Hanya dalam hampir empat tahun Jokowi-JK mampu membangun hampir 15 kali panjang infrastruktur yang dibangun pada era pemerintahan sebelumnya.
Gencarnya pembangunan tersebut, menurutnya, tidak boleh diperlambat hanya karena satu atau dua insiden. Sebab program tersebut telah direspons positif oleh dunia usaha baik investasi nasional dan asing. Ia mencatat, terjadi kenaikan minat investasi asing di Indonesia mencapai rata-rata 23%, pascapemerintah membangun infrastruktur yang masif dan merata di hampir seluruh Indonesia.
Hanya saja, Gapensi meminta agar semua proyek diawasi secara ketat dengan melakukan audit terstruktur, terencana serta meluas ke audit daya tahan konstruksi infrastruktur. “Perlu diperluas ke uji kekuatan, keamanan, dan keselamatan infrastruktur secara rutin,” tandasnya.
Proyek Light Rapid Transit (LRT) yang menghubungkan Kelapa Gading-Velodrome roboh di Jalan Kayu Putih Raya, Pulogadung, Jakarta, Senin (22/1). Ist
Kelalaian Manusia
Terpisah, Pengamat Konstruksi dan Infrastruktur dari Universitas Andalas Benny Dwika Leonanda mengatakan, 14 kali kecelakaan kerja pembangunan infrastruktur setahun terakhir di tanah air, terjadi akibat kelalaian manusia.
"Kecelakaan tersebut seharusnya tidak terjadi, jika setiap pekerjan konstruksi bisa diprediksi dari awal, mulai dari tahap perencanaan, pembangunan, sampai dengan pengoperasian," kata Benny Dwika Leonanda sepeti dilansir Antara.
Menurut Beni setiap kegagalan konstruksi jelas mengakibatkan kerugian waktu, material, finansial, korban luka, dan bahkan korban jiwa yang cukup banyak. Kerugian tersebut, katanya, tentunya akan ditanggung oleh semua pihak yang terkait dengan pembangunan konstruksi mulai dari pemilik, perusahaan konstruksi, pekerja, penyandang dana, pemerintah bahkan masyarakat.
"Pemerintah harus membuka mata bahwa pekerjaan keinsinyuran sudah harus bisa dipertanggung-jawabkan secara hukum," katanya.
Naifnya, kata Benny yang juga Ketua Program Studi Program Profesi insinyur Universitas Andalas itu, keberadaan Komite Keselamatan Konstruksi (KKK), yang dibentuk oleh Kementrian PUPR tidak menjawab permasalahan yang ada selama ini.
"KKK tidak berperan, terbukti kecelakaan kerja pada pekerjaan konstruksi tetap terjadi setelah Komite ini dibentuk Januari 2018,” ucapnya.
Menurutnya, KKK hanya berperan sebagai pengawas dan bertugas sebagai pemantau, serta mengevaluasi pelaksanaan konstruksi yang diperkirakan memiliki potensi bahaya tinggi. “Mereka hanya bertugas menginvestigasi kecelakaan kerja konstruksi dan memberikan masukan kepada kementrian PUPR," katanya.
Masukan dari KKK pun dilihatnya hanya bersifat memberikan masukan kepada regulator dalam memberi sanksi administratif kepada pelaksana jasa konstruksi. Namun, tidak terkait dengan kegagalan kontruksi yang terjadi selama ini. Keberadaan KKK ini justru tidak berperan banyak dalam menghentikan kegagalan konstruksi yang telah terjadi.
Ia memandang bahwa kegagalan konstruksi yang terjadi baru-baru ini disebabkan absennya salah satu fungsi komponen dari pekerjaan konstruksi, yaitu Profesi Insinyur.
"Profesi Insinyur merupakan faktor penting yang diselenggarakan oleh seorang Insinyur untuk menjaga kualitas konstruksi sesuai dengan standar keinsinyuran, dan bertanggung jawab secara intelektual, secara hukum pada tiap pekerjaan keinsinyuran atau infrastruktur," urainya.
Oleh karena itu, posisi insinyur merupakan bagian yang tidak terlepas para pihak yang berperan dalam pembangunan konstruksi untuk dapat terealisasi seperti pemilik, pengusaha atau perusahaan perencana, pembangun, pengoperasian, perawatan, serta masyarakat pemakai praktik keinsinyuran atau konstruksi.
Akan tetapi posisi insinyur sebagai pengendali kualitas pengerjaan infrastruktur sesuai standar keinsinyuran sampai saat ini belum terbentuk. Padahal, UU Keinsinyuran telah diterbitkan pada 24 Maret 2014.
Pemerintah sampai kini belum membuat peraturan pendukung yang dapat mewajibkan setiap pekerjaan kontruksi atau praktik keinsinyuran melibatkan Insinyur. Sementara itu profesi Insinyur belum diatur dalam bentuk dokumen hukum apapun.
"Pada kondisi ini Insinyur Indonesia dan Insinyur asing tidak dapat berperan dalam pembangunan infrastruktur sehingga banyak pembangunan Infrastruktur yang dibangun pemerintah terancam gagal dan menghasilkan kualitas rendah dan rusak, runtuh, hancur sebelum batas umur pakai konstruksi tersebut,” tuturnya. (Faisal Rachman)