22 Januari 2018
16:41 WIB
Editor: Agung Muhammad Fatwa
JAKARTA- Badan Kredit Eksport Inggris (UK Export Finance/UKEF) membidik pasar Indonesia. Hal ini ditandai dengan memilih Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang memiliki kantor perwakilan UKEF dalam upaya memperkuat upaya meningkatkan kemitraan dagang Indonesia dan Inggris.
"Indonesia dipilih sebagai negara pertama untuk perwakilan luar negeri UKEF, hal ini menunjukkan pentingnya bagi Inggris untuk mendukung pembangunan Indonesia sebagai mitra dagang dan investasi utama," ujar Duta Besar Inggris untuk Indonesia Moazzam Malik seperti dilansir Antara di Jakarta, Senin (22/1).
Menurutnya, UKEF dapat membantu para pembeli di seluruh dunia untuk berbisnis dengan penyedia jasa di Inggris dengan menawarkan opsi pembiayaan yang cukup menarik. Dikatakannya, melalui perwakilannya di Jakarta, akan lebih mudah bagi UKEF untuk menawarkan pembiayaan inovatif yang sangat kompetitif kepada perusahaan-perusahaan Indonesia dan badan-badan publik yang melakukan bisnis dengan Inggris.
"Ada beberapa peluang yang signifikan bagi kedua negara untuk bekerja sama di sektor-sektor yang sudah ditentukan oleh pemerintah Indonesia seperti infrastruktur, dimana Inggris dapat berkontribusi," tutur Moazzam.
Kepala UKEF untuk Indonesia Richard Michael menambahkan, selain memiliki rangkaian produk luas yang terdepan, UKEF adalah salah satu badan kredit ekspor yang mampu memberikan pembiayaan dalam mata uang lokal termasuk rupiah.
"UKEF sangat terbuka bagi para pelaku bisnis di Indonesia dengan kapasitas miliaran dolar yang tersedia untuk Indonesia," tuturnya.
Badan kredit ekspor tertua dunia yang didirikan sejak 1919 itu akan memfasilitasi para pembeli atau pengguna produk dan jasa bisnis Inggris di luar negeri. Misalnya dalam hal mendapatkan dari pemasok Inggris yang menawarkan kualitas dan inovasi dengan memberikan persyaratan pembiayaan yang menarik. Kemudian meminjam dengan suku bunga yang kompetitif dari bank dengan manfaat jaminan yang didukung kuat oleh pemerintah Inggris.

Di samping itu juga dapat meminjam langsung dari pemerintah Inggris dengan suku bunga tetap yang kompetitif. Selanjutnya, mempertahankan fleksibilitas dengan pembiayaan yang juga bisa digunakan untuk membeli produk baik dari Indonesia maupun negara lain, bersama dengan produk dari Inggris.
UKEF bekerja sama dengan eksportir Inggris dan para pembeli asing untuk menawarkan opsi pembiayaan yang menarik. Termasuk persyaratan pembayaran kembali dengan jangka waktu 2-10 tahun, hingga 18 tahun.
Pembiayaan dapat dikucurkan untuk beberapa sektor seperti energi terbarukan, fleksibilitas dalam pembelian produk beserta biayanya, pembiayaan kembali pasar modal dan struktur yang memenuhi persyaratan Syariah. Hal ini disertai dengan 40 lebih opsi mata uang lokal tersedia termasuk Yuan China, dolar Hong Kong, Rupee India, Rupiah Indonesia, Ringgit Malaysia, Dolar Singapura, dan Baht Thailand.
Sekadar melengkapi, berdasarkan data Neraca Perdagangan Dengan Negara Mitra Dagang Kemendag, total perdagangan antara Indonesia-Inggris sejatinya dalam tren yang menurun, setidaknya dalam lima tahun ke belakang (2012-2016) tercatat tutun 5,50%.
Jika di tahun 2012, total perdagangan Indonesia- Inggris tercatat sebesar US$3,06 miliar, di 2016 turun menjadi US$2,48 miliar. Dari Januari sampai November 2017 lalu, nilainya tercatat sebesar US$2,22 miliar, turun 2,32% dibanding periode yang sama tahun 2016 sebesar US$2,27 miliar.
Untungnya, dalam hitungan neraca perdagangan, Indonesia kerap mencatat surplus dengan negeri ratu Elizabeth tersebut dengan tren pertumbuhan 2012-2016 sebesar 18,99%. Jika pada tahun 2012, surplus dengan Inggris tercatat sebesar US$330,42 juta, di tahun 2016 total perdagangan menjadi sebesar US$636,98 juta. Tahun 2014 menjadi puncak surplus bagi Indonesia dengan catatan sebesar US$763,85 juta.
Namun, tren pertumbuhan surplus tersebut selanjutnya justru menurun di tahun 2017 kemarin. Dari Januari sampai November 2017, surplus neraca perdagangan dengan Inggris turun menjadi sebesar US$388,42 juta. Padahal pada periode yang sama tahun 206, nilainya mencapai US$636,98 juta. (Faisal Rachman)