05 Juni 2023
16:30 WIB
Penulis: Novelia
Editor: Rikando Somba
Pemungutan suara sudah menjadi hal yang umum dilakukan setiap negara dan atau wilayah untuk menentukan pemimpinnya. Kegiatan ini pertama kali dipraktikkan oleh bangsa Yunani Kuno. Tak mengherankan, mengingat istilah demokrasi juga pertama kali muncul dari teori filosofis dan politik di sana, tepatnya di negara kota Athena.
Istilah demokrasi berasal dari kata “demos” yang berarti rakyat dan “cratein” yang berarti kekuasaan. Sebagai perwujudan dari demokrasi tersebut, dilaksanakanlah apa yang kemudian diketahui sebagai pemilu pada 508-507 Sebelum Masehi (SM). Cleisthenes, warga Athena yang memimpin kegiatan ini, kemudian dijuluki ‘Bapak Demokrasi Athena.’
Undian Acak Dan Angkat Tangan
Praktik demokrasi langsung digunakan warga Athena untuk memilih anggota dewan legislatif dan pejabat publik lainnya dengan sistem penyortiran alias acak. Sistem tersebut digunakan dengan tujuan mendukung kesetaraan pada setiap warganya, agar tak hanya si kaya yang berkuasa. Tapi di sisi lain, sistem ini justru membuat pemerintahan tidak dijalankan oleh ahlinya.
Setiap suku di Athena memiliki keharusan untuk menyediakan masing-masing 50 warganya yang bakal ditugasi untuk menjadi anggota dewan. Dengan begitu, dari sepuluh suku yang ada tersusunlah 500 anggota Dewan 500 yang akan bertugas selama setahun setelahnya.
Dari 500 setiap warga calon anggota dewan itu kemudian diberikan token atau koin yang telah dipersonalisasi. Token tersebut lalu dimasukkan ke dalam suatu mesin khusus berbentuk tabung yang berisi bola-bola. Mesin ini dikenal dengan nama kleroterion. Kleroterion kemudian akan secara acak memilih kontribusi tiap suku pada dewan.
Selain Dewan 500, Athena juga memiliki majelis (ekklēsia) yang berfungsi memutuskan sejumlah anggota penting dan memutuskan berbagai kasus. Setiap warga negara Athena yang berjenis kelamin laki-laki memiliki hak suara sebagai anggota majelis ini.
Dari 30.000 hingga 60.000 warga Athena, kira-kira ada 6.000 warga yang rutin berpartisipasi dalam ekklēsia Athena. Pertemuan biasanya digelar di amfiteater puncak bukit alami yang disebut Phynx. Tempat ini memiliki kapasitas 6.000 hingga 13.000 orang.
Lukisan atau gambar yang menunjukkan pemungutan suara di zaman Yunani Kuno. Sumber: ancientgreecefacts.com
Tambah Suara dengan Teriak Kencang
Selain di Athena, beberapa kota-negara Yunani kuno lainnya juga mempraktikkan pemungutan suara untuk memilih posisi tertentu. Misalnya, saja Sparta yang melakukan pemilihan anggota Dewan Tetua dengan memilih teriakan paling kencang.
Tradisi ini dilakukan sekitar tahhun 700 SM dengan perkumpulan penduduk yang disebut Apella. Apella diadakan satu kali saban bulan, dengan setiap penduduk pria berusia minimal 30 tahun sebagai partisipannya.
Setiap kandidat dipersilakan berjalan satu per satu ke ruang pertemuan yang besar. Saat sang kandidat berjalan adalah kesempatan bagi para partisipan menilainya. Mereka akan berteriak untuk menandai persetujuan pada kandidat tersebut. Pada ruangan lain yang tersembunyi, juri akan membandingkan volume teriakan untuk memilih pemenangnya.
Sayangnya, Aristotle mengritik cara ini dan menyebutnya kekanakan. Pasalnya, pada waktu yang sama Athena telah menggunakkan surat suara batu. Akhirnya warga Sparta juga mengadopsi cara tersebut. Selain mudah dilakukan, cara ini juga lebih efektif untuk mencegah kecurangan pada pemilihan demokrasi awal.
Referensi
Roos, D. (2022, November 4). How People Voted in Ancient Elections. Retrieved from History.com: https://www.history.com/news/ancient-elections-voting
Britannica, T. Editors of Encyclopaedia (2014, Desember 3). sortition. Encyclopedia Britannica. https://www.britannica.com/topic/sortition