28 Mei 2024
21:00 WIB
Seleksi Gender Di Balik Tingginya Aborsi Di Vietnam
Aborsi di Vietnam yang tinggi utamanya disebabkan oleh seleksi gender. Budaya yang cenderung lebih memilh anak laki-laki berdampak pada surplus pria di Vietnam.
Penulis: Bayu Fajar Wirawan
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi seorang ibu yang baru mengalami aborsi. Shutterstock/christinarosepix
Aborsi adalah tindakan pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar rahim. Di banyak negara, aborsi dianggap ilegal kecuali dalam situasi tertentu, seperti ancaman terhadap kesehatan ibu atau kehamilan akibat pemerkosaan. Dalam kondisi ini, aborsi diizinkan untuk menyelamatkan nyawa perempuan yang mengandung. Begitupun pada kondisi kehamilan akibat pemerkosaan, aborsi dapat dikecualikan karena dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban. Tindakan ini juga dapat dibenarkan sebagai bentuk perlindungan terhadap perempuan yang mengalami kehamilan akibat tindak kekerasan seksual.
Lalu apa jadinya bila aborsi dilakukan karena seleksi gender?
Tentunya hal ini illegal, karena hanya kondisi ancaman terhadap kesehatan ibu atau kehamilan akibat pemerkosaan saja yang diperbolehkan, selebihnya tidak.
Selain itu aborsi yang dilakukan karena seleksi gender dapat membuat ketimpangan gender. Salah satu gender akan lebih banyak dibanding dengan lainnya. Ujungnya dapat berakibat pada permasalahan baru pada beberapa aspek kehidupan, baik ekonomi, perubahan peran, beban ganda individu, ataupun konsekuensi dimana salah satu gender akan sulit menemukan pasangan hidup.
Pada sisi lain, salah satu gender akan dihadapkan pada tantangan karena menjadi “komoditas” yang diperebutkan.
Fakta itulah yang terjadi di Vietnam dalam dekade belakangan ini. Dimana Vietnam tercatat sebagai negara dengan surplus pria lebih banyak dari perempuan. Tetangga Indonesia ini juga tercatat sebagai negara dengan tingkat aborsi tertinggi kedua di dunia. Mirisnya salah satu faktor yang memperkuat tingginya aborsi di Vietnam disebabkan karena seleksi gender (Gender-Based Sex Selection - GBSS).
Perihal Aborsi dan Surplus Pria
Menurut World Population Review yang mengutip Data Kependudukan PBB (UNFPA), Vietnam melaporkan sekitar 300.000 kasus aborsi setiap tahunnya. Bila di rata-ratakan per-tahunnya, maka terdapat sejumlah 35,2% per 1.000 wanita di Vietnam pernah melakukan aborsi.
Dari angka ini sudah menempatkan Vietnam menjadi negara dengan tingkat aborsi tertinggi kedua di dunia. Data laporan yang diungkap UNFRA sebenarnya belum seberapa besar. Data yang jauh lebih mencengangkan dapat terlihat dari data statistik lokal Vietnam. Menurut Asosiasi Keluarga Berencana Vietnam (VINAFPA), terdapat sebanyak 1,2 juta-1,6 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya. Dengan ungkapan data ini bisa jadi Vietnam merupakan negara dengan tingkat aborsi tertinggi di dunia.
Bagaimana dengan angka perbandingan penduduk berdasarkan gender di Vietnam?
Menurut Departemen Umum Kependudukan Vietnam, diperkirakan Vietnam akan memiliki 1,5 juta lebih banyak laki-laki dibandingkan perempuan pada tahun 2034, dan 4,3 juta tambahan pada tahun 2050 jika tingkat ketidakseimbangan jenis kelamin saat lahir tetap setinggi sekarang. Data Badan Pusat Statistik yang dirilis pada tahun 2022 menyebutkan rasio jenis kelamin saat lahir sebesar 112,1 anak laki-laki per 100 anak perempuan.
Pada tahun 2006, rasionya adalah 109 anak laki-laki untuk setiap 100 anak perempuan. Dengan melihat rasio ini tentunya ketimpangan gender cukup besar.
Sebuah artikel yang berjudul; Vietnam struggles with high abortion rates as consequence of gender selection: ‘people have to rely on their sons’ menjelaskan bahwa terdapat 90 janin perempuan, dan 10 janin laki-laki dari setiap 100 janin yang dikuburkan dalam pemakaman Doi Coc, distrik Soc Son di pinggiran utara Hano, Vietnam Utara. Tempat ini merupakan pemakaman terbesar di Vietnam, dengan daya tampung janin hasil aborsi hingga mencapai lebih dari 1.000-meter persegi (10.700 kaki persegi). Cerita ini diungkapkan oleh Nguyen Thi Nhiem, 64, yang telah menguburkan janin selama 16 tahun di pemakaman tersebut. Fakta ini menguatkan terjadinya seleksi gender dalam kasus aborsi di Vietnam.
Lantas faktor apa yang menyebabkan tingginya kasus aborsi di Vietnam?
Terdapat banyak faktor yang menyebabkan tingginya kasus aborsi di Vietnam. Faktor-faktor tersebut dibawah ini sangat mempengaruhi seseorang maupun pasangan dalam melakukan aborsi di Vietnam, berikut diantaranya yaitu;
Preferensi budaya terhadap anak laki-laki adalah salah faktor terbesar yang menyebabkan aborsi di Vietnam tinggi. Budaya Vietnam masih dipengaruhi oleh Konfusianisme dan pasangan masih cenderung mengharapkan anak laki-laki, yang dianggap lebih baik dalam mengelola kekayaan keluarga, merawat orang tua yang lanjut usia, dan melakukan ritual untuk menghormati leluhur.
Dr Khuat Thu Hong, direktur Institut Studi Pembangunan Sosial yang berbasis di Hanoi mengatakan bahwa, “Di Vietnam, kenyataannya masyarakat masih harus bergantung pada anak laki-laki mereka. Sehingga ketika mereka tua, mereka akan memiliki seseorang yang bisa merawat mereka”. Kemudian ia juga melanjutkan bahwa, “Banyak perempuan yang terpaksa hamil berkali-kali agar bisa melahirkan anak laki-laki. Yang lain harus melakukan beberapa kali aborsi untuk mencapai tujuan tersebut,”.
Meskipun aborsi selektif berdasarkan jenis kelamin dilarang di Vietnam, banyak orang tua masih mencari cara untuk memastikan mereka memiliki anak laki-laki, yang mengakibatkan tingginya angka aborsi.
Sirkulasi global teknologi reproduksi baru seperti USG telah memfasilitasi aborsi selektif berdasarkan jenis kelamin, sehingga menimbulkan tantangan bagi manajemen layanan kesehatan reproduksi dan mencerminkan keinginan kuat untuk mempengaruhi hasil reproduksi.Kebanyakan orang dapat mengakses layanan USG dan aborsi untuk tujuan pemilihan jenis kelamin. Meskipun peraturan Pemerintah melarang penentuan jenis kelamin janin dan segala bentuk pemilihan jenis kelamin, namun ibu dan ayah masih mudah memperoleh informasi tentang jenis kelamin janin.
Lemahnya jaminan sosial bagi lansia juga berkontribusi terhadap masalah aborsi. Di daerah pedesaan, banyak lansia yang tidak mempunyai dana pensiun atau bantuan sosial. Akibatnya, mereka bergantung pada anak-anak mereka, kebanyakan laki-laki, untuk mengasuh mereka. Ketika seorang anak perempuan menikah, ia dianggap bergabung dengan keluarga suaminya, sehingga banyak orang yang merasa cemas dan tidak percaya diri akan masa depan tanpa anak laki-laki.
Di daerah pedesaan, kerja keras membutuhkan tenaga kerja manual laki-laki. Oleh karena itu, anak laki-laki merupakan penopang spiritual dan ekonomi bagi seluruh keluarga. Norma sosial baru seperti keluarga kecil dengan hanya satu atau dua anak juga menjadi motivasi pasangan untuk mencari layanan pemilihan jenis kelamin janin.
Jurus Pemerintah Vietnam Dalam Menekan Aborsi
Pemerintah Vietnam sebenarnya tidak tinggal diam dalam menangani tingginya kasus aborsi di negaranya. Beberapa upaya yang dilakukan diantaranya yaitu; Mengesahkan undang-undang kesetaraan gender yang dilakukan Parlemen Vietnam pada tahun 2006, dan juga adanya Konstitusi yang melarang diskriminasi berbasis gender, yang diberlakukan sejak tahun 2013.
Pemerintah Vietnam juga sedang melaksanakan rencana 10 tahun kedua untuk mendorong kesetaraan gender, yaitu "Strategi Nasional Kesetaraan Gender 2021-2030.”
Thu Hong Khuat direktur Institut Studi Pembangunan Sosial di Hanoi mengatakan bahwa "Ada kemauan politik yang kuat dari pemerintah di Vietnam untuk mendorong kesetaraan gender,” Kesadaran masyarakat terhadap masalah ini juga meningkat secara signifikan. "Saat ini masyarakat sudah sadar bahwa kesetaraan gender adalah hal yang baik, namun budaya dan tradisi masih sangat kuat.” ujarnya
Thu Hong Khuat juga menggarisbawahi bahwa undang-undang dan kesadaran masyarakat saja tidak cukup. "Sampai kita memperbaiki sistem sosial, jaring pengaman sosial, perubahan tidak akan berjalan jauh,” pungkasnya, seraya menekankan bahwa anak-anak perlu dibebaskan dari beban finansial dan materi terkait dengan perawatan orang tua mereka di hari tua.
Referensi:
Trần Minh Hằng, 2017. Coping with Sex-Selective Abortions in Vietnam: An Ethnographic Study of Selective Reproduction as Emotional Experience
https://www.scmp.com/news/asia/southeast-asia/article/3243777/vietnam-struggles-high-abortion-rates-are-consequences-gender-selection
Vietnam must reduce gender imbalance at birth: official | Vietnam+ (VietnamPlus)