19 Februari 2025
18:00 WIB
Sejarah Penerapan Pajak Dari Masa Ke Masa
Manusia sudah mengenal penerapan pajak sejak ribuan tahun Sebelum Masehi. Sistem pajak juga berkembang seiring peradaban manusia.
Penulis: Kevin Sihotang
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi Tax/Pajak. Shutterstock/Juicy FOTO
Pajak merupakan salah satu unsur penting dalam suatu negara, utamanya digunakan untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran negara. Salah satunya dalam melakukan pembangunan yang berkaitan dengan kepentingan publik. Hampir semua negara di dunia menerapkan suatu aturan maupun skema tentang pengenaan pajak.
Pertanyaannya, siapakah sosok yang menciptakan pajak?
Bila kita menelaah sejarah-sejarah perekonomian, sejatinya tidak ada satu individu yang bisa kita sebut sebagai penemu pajak. Meski demikian, sistem perpajakan sudah ada dan berkembang seiring peradaban manusia.
Peradaban Kuno
Mengutip AccountancyAge, sejarah penerapan pajak di awal kehidupan manusia bisa kita telusuri hingga peradaban Mesopotamia sekitar 3.000 Sebelum Masehi (SM). Pada masa itu, bangsa Sumeria dan Babilonia sudah mengenakan pajak dalam bentuk hasil pertanian, ternak, dan barang lainnya untuk membiayai pembangunan kota dan administrasi kerajaan.
Di Mesir Kuno, sekitar 2.000 SM, Firaun memungut pajak dari rakyatnya dalam bentuk hasil panen, tenaga kerja, dan emas. Catatan sejarah menunjukkan bahwa bangsa Mesir memiliki petugas khusus bernama scribes yang bertugas mencatat dan mengawasi pajak.
Bangsa Romawi juga dikenal sebagai salah satu peradaban yang memiliki sistem perpajakan yang lebih kompleks. Mengutip Brittanica, bangsa Romawi di bawah kepemimpinan Kaisar Augustus (27 SM – 14 M) memperkenalkan berbagai bentuk pajak, termasuk pajak penghasilan, pajak konsumsi, pajak penjualan, hingga pajak warisan. Romawi juga memiliki petugas pajak yang disebut publicani, yang sering kali bertindak sebagai pemungut pajak swasta.
Abad Pertengahan
Menuju abad pertengahan, pemberlakuan pajak mulai mencakup penduduk atau “wajib pajak” yang lebih luas. Di era ini, Eropa mengenakan pajak pada kaum petani hingga bangsawan. Adapun pihak yang mengenakannya adalah pihak kerajaan dan gereja.
Era ini pada akhirnya melahirkan sebuah dokumen sejarah penting yang disebut Magna Charta.
Dokumen ini ditandatangani oleh Raja John dari Inggris pada 15 Juni 1215 dan dibuat atas desakan para baron (bangsawan) yang menuntut pembatasan kekuasaan raja dan perlindungan hak-hak mereka. Dokumen ini juga mengatur bahwa raja tidak boleh memungut pajak tanpa persetujuan bangsawan.
Di akhir abad pertengahan ini, sejumlah kota di Jerman dan Italia juga memberlakukan pajak penghasilan bagi warganya. Selain itu, mereka juga menerapkan pajak bumi (tanah) dan bangunan yang nilainya secara bertahap meningkat.
Era Modern Dan Pajak Di Indonesia
Adapun konsep pajak seperti yang kita kenal sekarang mulai berkembang pada abad ke-18 dan ke-19, seiring dengan Revolusi Industri. Pada 1799, Perdana Menteri Inggris, William Pitt the Younger, memperkenalkan pajak penghasilan pertama di Inggris untuk membiayai perang melawan Napoleon.
Di Amerika Serikat, pajak penghasilan pertama kali diterapkan pada 1861 selama Perang Saudara untuk mendanai kebutuhan militer. Seiring waktu, sistem perpajakan berkembang menjadi lebih kompleks, dengan berbagai bentuk pajak seperti pajak pertambahan nilai (PPN), pajak perusahaan, dan pajak properti.
Di Indonesia, sejarah panjang pengenaan pajak telah berlangsung sejak zaman kerajaan, kolonial, hingga sekarang. Pada zaman kerajaan (abad ke-7 hingga 11 M), masyarakat kita telah mengenal upeti yaitu pungutan sejenis pajak yang bersifat memaksa. Kerajaan-kerajaan di Nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya, dan Mataram diketahui merupakan beberapa kerajaan yang menerapkan pajak dalam bentuk upeti ini. Beberapa pajak yang berlaku kala itu adalah pajak perdagangan, hingga pajak tanah dan hasil panen.
Di zaman pendudukan Belanda, badan otonomi Belanda yaitu VOC memungut pajak dari para pedagang Tionghoa dan pedagang asing lainnya, meliputi Pajak Rumah, Pajak Usaha dan Pajak Kepala. Namun, VOC tidak memungut pajak di wilayah kekuasaannya seperti Batavia, Maluku dan lainnya.
Kemudian, pada masa Gubernur Jenderal Daendels juga ada pemungutan pajak seperti pungutan pajak dari pintu gerbang (baik orang dan barang) dan pajak penjualan barang di pasar (bazarregten), termasuk pula pungutan pajak terhadap rumah.
Setelah itu, masuk ke era pendudukan Inggris di bawah Gubernur Jenderal Raffles, dikenal sistem pemungutan pajak yang disebut dengan landrent stesel yakni pengenaan pajak atas sewa tanah masyarakat kepada pemerintah kolonial. Inilah yang menjadi cikal bakal pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
Lalu di era pemerintah kolonial Belanda, diberlakukan pajak penghasilan yang dikenakan kepada penduduk pribumi maupun non-pribumi. Bagi keduanya, diberlakukan klasifikasi dan tarif yang berbeda.
Adapun, sistem pajak di era penjajahan Jepang tidak banyak diketahui informasinya. Hal ini lantaran Jepang lebih memfokuskan diri pada semua sumber daya untuk perang. Mengutip laman Direktoral Jenderal Pajak (DJP), kala itu masyarakat tetap diwajibkan membayar sejumlah pungutan kepada pemerintah Jepang, ditambah lagi harus menjalani kewajiban Romusha.
Di era Orde Baru, tepatnya di 1983, pemerintah melakukan reformasi besar-besaran terhadap sistem pajak, termasuk di antaranya menghapus sistem pajak warisan kolonial, menerapkan pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan memperkenalkan sistem self-assessment, di mana wajib pajak menghitung sendiri kewajiban pajaknya.
Kini, di era modern sekarang ini, negara memberlakukan Undang-Undang Perpajakan Baru (UU Nomor 7 Tahun 2021) guna menyesuaikan dengan kondisi ekonomi global. Sistem perpajakan juga sudah “akrab” dengan sistem digital yakni dengan penerapan e-Filing dan e-Billing. Selain itu, pajak juga sudah merambah ke ekonomi digital, seperti pajak e-commerce hingga pajak perusahaan digital seperti Google dan Netflix.
Referensi: