c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

CATATAN VALID

25 April 2022

12:30 WIB

Sejarah Dan Makna Di Balik Ketupat

Bukan sekadar pengganti nasi saat lebaran, ketupat punya filosofi tersendiri.

Penulis: Novelia

Sejarah Dan Makna Di Balik Ketupat
Sejarah Dan Makna Di Balik Ketupat
Ketupat, hidangan khas lebaran yang biasa disandingkan dengan opor ayam dan beragam lauk menarik lainnya. dok. Envato

Memasuki pekan terakhir di bulan Ramadan, umat Islam biasanya disibukkan dengan persiapan menjelang Lebaran. 

Beras dan anyaman janur untuk membuat ketupat, hampir tak tertinggal dari daftar belanja. Jika tak sempat atau malas membuatnya, memesan ketupat matang, alternatif pilihan. 

Intinya, buat sebagian besar keluarga di Indonesia, ketupat saat Lebaran, wajib ada di meja. 

Yap, ketupat memang telah lama menjadi menu utama lebaran bersama berbagai lauk bersantan lainnya. Bentuknya pun kerap disematkan sebagai simbol perayaan hari raya muslim, dari Idulfitri hingga Iduladha. 

Namun, tahukah Sobat Valid, seperti apa awal sejarah Lebaran kita menjadi identik dengan ketupat?

Menurut H. J. de Graaf dalam Malay Annual, ketupat pertama kali dikenalkan sebagai simbol Lebaran oleh Raden Mas Sahid alias Sunan Kalijaga. 

Beliau memasukkan menu ini dalam sebuah acara perayaan yang dilaksanakan setiap tanggal 8 Syawal atau sepekan setelah Idulfitri, setelah umat Islam melaksanakan enam hari puasa Syawal. 

Karena pengenalan oleh Sunan Kalijaga ini, acara tersebut akhirnya sampai kini dikenal dengan nama Lebaran Ketupat. 

Meski sebagian besar masyarakat Indonesia kini sudah menyantap ketupat sejak hari pertama lebaran pada tanggal 1 Syawal, namun sebagian warga masih menganut Lebaran Ketupat dan baru menikmatinya sepekan setelahnya.

Pada saat mengenalkan ketupat sebagai simbol Lebaran, Sunan Kalijaga tengah menyiarkan Islam di Kerajaan Demak yang dipimpin oleh Raden Patah, tepatnya pada awal abad ke-15. 

Karena kondisi geografis Demak yang terletak di kawasan pesisir, janur sebagai kulit ketupat menjadi sarana untuk menunjukkan identitas budaya daerahnya yang banyak ditumbuhi pohon kelapa.

Tidak hanya terkait bahannya, asal usul digunakannya ketupat sebagai media penyiaran Islam juga dilakukan Sunan Kalijaga dengan pertimbangan kuatnya budaya dan kepercayaan yang dianut masyarakat. 

Di kalangan masyarakat agraris, Dewi Sri merupakan dewi pertanian dan kesuburan yang dianggap sebagai dewi tertinggi. Nah, ketupat ini merupakan simbol representasi dewi yang satu ini.

Makanya, jangan heran kalau tak hanya penganut Islam yang menggunakan ketupat dalam momen religi tertentu. Sebab, Dewi Sri masih dihormati oleh banyak masyarakat agraris, misalnya di Bali dan Jawa.


  Seorang pedagang menganyam kulit ketupat dagangannya di Pasar Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Min ggu (18/7/2021). Antara Foto/Muhammad Iqbal

Di Bali, ketupat juga dikenal dengan istilah tipat dan kerap jadi bagian sesaji dalam upacara adat. 


Dengan menggabungkan ajaran Hindu dan budaya Jawa, mereka mengubah daun kulit kelapa yang masih muda menjadi beragam bentuk. Dalam ritual acara sembahyangan, ketupat punya filosofi mendalam untuk jagad mikrokosmik dan makrokosmik.


Sementara itu, di Jawa, ketupat kerap digunakan dalam berbagai upacara slametan, syukuran panen atau momen khusus seperti Sekaten atau Grebeg Mulud. Selain itu, masyarakat Jawa juga kerap menggantung ketupat di pintu masuk rumah sebagai penolak sial.


Tak hanya soal kisah dan fungsinya sebagai menu maupun bahan sajian di berbagai acara, pembuatan ketupat juga nyatanya memiliki makna filosofis tersendiri, baik bahan maupun bentuknya. 


Janur yang digunakan sebagai bungkusnya, misalnya, berasal dari kata “jaa a al-nur” yang dalam bahasa Arab berarti telah datang cahaya. Dalam arti luas, juga dimaknai sebagai keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan selama Ramadan. 


Sementara itu, butiran beras yang jadi isi ketupat  menjadi simbol kebersamaan dan kemakmuran.


Di sisi lain, bentuk ketupat pun punya filosofi. Rumitnya anyaman janur misalnya, menjadi ketupat menjadi cerminan kesalahan manusia. Kemudian, warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan kebersihan hati setelah bermaafan.


Tak heran, ketupat lebih akrab dengan sajian utama Lebaran. Sekalipun, pada awalnya makanan ini menjadi simbol akulturasi, baik agama maupun budaya daerah. 


Kalau tradisi di tempatmu, haruskan ada ketupat di meja makan saat Lebaran?


Referensi:

Sulistyowati, R. (2014, Agustus 16). Ketupat, Sejarah dan Filosofi. Retrieved from Polyglot Indonesia: http://polyglotindonesia.org/article/ketupat-sejarah-dan-filosofi

 



KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar