17 Agustus 2024
16:00 WIB
Sejarah Dan Filosofi Tradisi Panjat Pinang
Di balik aspek hiburan yang menyertainya, panjat pinang juga sarat dengan nilai-nilai sejarah dan filosofi yang mendalam.
Penulis: Akbar Ramadhan
Editor: Rikando Somba
| Warga saat berebut hadiah dalam perlombaan panjat pinang di kawasan Ancol, Jakarta. Shutterstock/Sony Herdiana |
Sobat Valid, Anda pasti sudah tak asing dengan panjat pinang bukan?
Panjat Pinang adalah salah satu tradisi yang sangat dikenal di Indonesia, terutama dalam rangka perayaan Hari Kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus. Lomba ini melibatkan sekelompok orang yang bekerja sama untuk memanjat batang pohon pinang yang telah dilumuri minyak agar licin, dengan tujuan meraih berbagai hadiah yang digantung di puncaknya.
Namun tahukan Anda? Di balik aspek hiburan yang menyertainya, panjat pinang juga sarat dengan nilai-nilai sejarah dan filosofi yang mendalam lho.
Asal Usul Panjat Pinang
Lomba panjat pinang pertama kali diperkenalkan oleh penjajah Belanda di Indonesia. Pada masa itu, permainan ini bukan bagian dari tradisi lokal, melainkan hiburan yang diadakan oleh pemerintah kolonial dalam berbagai acara besar.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa sejarah panjat pinang bermula pada era penjajahan Belanda, sekitar tahun 1920 hingga 1930-an, yang bermula di wilayah yang saat ini menjadi Provinsi Kalimantan Barat. Saat itu, panjat pinang sering diadakan pada tanggal 31 Agustus untuk memperingati hari ulang tahun Ratu Belanda, Wilhelmina Helena Pauline Marie van Orange-Nassau. Selain itu, juga dimaksudkan guna merayakan pesta pernikahan pejabat kolonial.
Batang pohon pinang yang digunakan dilumuri dengan minyak agar licin. Puncaknya digantung berbagai hadiah mewah seperti pakaian, makanan, dan barang-barang berharga lainnya.
Permainan ini kemudian menyebar dan menjadi hiburan yang populer di kalangan masyarakat pribumi di seluruh Nusantara. Panjat pinang kerap diadakan dalam berbagai acara tradisional dan perayaan rakyat, menjadi simbol keceriaan dan kebersamaan, meskipun memiliki nuansa hiburan yang ditujukan untuk para penjajah.
Kepopuleran panjat pinang juga menarik perhatian kalangan bangsawan Nusantara. Misalnya, permainan ini pernah menjadi bagian dari acara pernikahan bangsawan pada tahun 1920, yaitu antara putri Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono VII, bernama Gusti Raden Ayu Mursudarijah, yang kemudian bergelar Ratu Timur, dengan Pangeran Adipati Aryo Prangwedono, yang kemudian dikenal sebagai KGPAA Mangkunegara VII, penguasa Pura Mangkunegaran.
Filosofi di Balik Lomba Panjat Pinang
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, makna dari tradisi ini mengalami transformasi yang signifikan. Panjat pinang, yang sebelumnya dipandang sebagai simbol penjajahan dan diskriminasi terhadap warga pribumi, kini diadaptasi menjadi lambang perjuangan dan kebersamaan rakyat Indonesia dalam meraih kemerdekaan.
Batang pinang yang tinggi dan licin melambangkan berbagai tantangan yang harus dihadapi. Dan, hadiah-hadiah di puncaknya menjadi simbol dari hasil kerja keras dan perjuangan.
Lomba ini dilakukan secara berkelompok, di mana setiap peserta harus bekerja sama untuk mencapai puncak dan meraih hadiah. Filosofi gotong royong sangat kental dalam lomba ini, mengajarkan bahwa keberhasilan hanya bisa dicapai melalui kerja sama dan semangat kebersamaan. Makna ini sejalan dengan semangat kemerdekaan Indonesia, di mana perjuangan untuk meraih kemerdekaan dilakukan secara bersama oleh seluruh elemen bangsa.
Referensi:
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI. Memanjat Pinang. Diakses dari https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailCatat=1360 pada 17 Agustus 2024.
RRI. Panjat Pinang, Lomba Tertua di Indonesia Dalam Setiap Peringatan HUT RI. Diakses dari https://www.rri.co.id/lain-lain/907632/panjat-pinang-lomba-tertua-di-indonesia-dalam-setiap-peringatan-hut-ri#:~:text=Ada%20makna%20filosofis%20dibalik%20kegiatan,memeriahkan%20HUT%20RI%20dengan%20gembira pada 17 Agustus 2024.
RRI. Sejarah Panjat Pinang: Tradisi Unik Warisan Kolonial Belanda. Diakses dari https://www.rri.co.id/hiburan/878215/sejarah-panjat-pinang-tradisi-unik-warisan-kolonial-belanda pada 17 Agustus 2024.