21 April 2025
15:00 WIB
R.A. Kartini, Creative Director Seni Ukir Jepara Era Kolonial
Selama ini Kartini lebih banyak dikenal karena pemikiran kritisnya terhadap kemerdekaan kaum perempuan yang terangkum dalam sejumlah surat. Namun, ternyata jasanya tak sebatas itu.
Penulis: Novelia
Editor: Rikando Somba
RA. Kartini sedang mengajar. indonesia.go.id/Dok
Pada tanggal 21 April setiap tahunnya, masyarakat Indonesia merayakan Hari Kartini. Seluruh negeri mengenang Kartini, sosok pemudi yang menggerakkan emansipasi kaum perempuan di saat hal ini sangat minim disuarakan.
Namun, tahukah Sobat Valid, ternyata bukan kelompok perempuan saja yang jadi perhatian Kartini. Pahlawan nasional ini ternyata juga punya ketertarikan dan jasa di ranah ekonomi kreatif!
Sejak usia remaja, Kartini telah banyak membaca dan berbalas surat dengan para sahabatnya di Belanda, menceritakan keadaan masyarakat tempat ia tinggal. Dari keperluan untuk saling bercerita ini, Kartini kemudian makin rajin memperhatikan dan kemudian menyadari bahwa masyarakat Jepara memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai. Salah satunya, dalam hal seni ukir kayu.
Sayangnya, para perajin lokal masih terus hidup dalam kemiskinan. Jangankan materi yang cukup, pendidikan layak pun tak mereka dapatkan.
Tak hanya kondisi perajin lokal yang memprihatinkan, Kartini juga menyayangkan kenyataan bahwa seni kebanggaan daerahnya tersebut masih terkungkung di daerahnya saja. Hal ini diungkapkannya dalam surat yang dituliskannya kepada Rosa Abendanon pada 21 Januari 1901.
“Kami ingin memperkenalkan kerajinan tangan rakyat kami, karena menurut kami mereka sangat indah, tapi tidak dikenal oleh siapa pun di luar Jepara,” demikian terpetik dari salah satu surat itu.
Keprihatinan ini mendorong Kartini untuk bergerak lebih. Bersama kedua adiknya, Roekmini dan Kardinah, sesama putri dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah, Kartini mulai melakukan pembinaan pada perajin ukir Jepara. Mereka memberikan masukan terkait desain, hingga detail artistik dari setiap karya yang dibuat.
Kartini mungkin bukan seorang ahli murni seni ukir, namun perannya dalam hal ini lebih berfokus pada bagaimana ia berbagi pengetahuan dengan para perajin. Dia kerap menginformasikan seni seperti apa yang menjadi selera masyarakat internasional, terutama di Eropa. Tentu saja hal ini merupakan buah dari hubungan baiknya dengan para sahabat pena.
Bersama para perajin lokal, Kartini mendiskusikan mengenai karya seni yang lebih luwes dengan pasar global, namun tetap tak menghilangkan ciri khas lokalnya. Hal ini dilakukan agar kesenian Jepara bisa diterima di luar daerah.
Selain berbagi pengetahuan tentang dunia luar, Kartini juga berperan sebagai sosok yang menjembatani dengan pasar yang lebih besar. Di Indonesia, ia mengirimkan hasil ukiran Jepara ke Batavia dan Semarang. Dia paham betul, bahwa kedua kota bisa menjadi pasar. Karena keduanya merupakan kota tempat banyak pejabat kolonial dan kalangan elite Belanda yang bisa menjadi market baru kesenian lokal. Harapannya, karya-karya tersebut bakal menarik minat mereka yang membutuhkan atau ingin mengoleksi.
"Kami telah mengirim beberapa hasil ukiran ke Batavia dan Semarang, semoga dapat menarik perhatian orang-orang yang bisa membantu mengembangkan usaha ini."
Begitulah yang tertulis dalam surat yang dikirim Kartini pada Rosa Abendanon.
Pergerakan Kartini tak berhenti di dalam negeri. Dengan jejaring pertemanannya dengan orang-orang Belanda dan elite kolonial. Ia mempromosikan karya seni ukir yang semula hanya dikenal di daerahnya langsung ke luar Indonesia.
Salah satu upaya Kartini adalah ketika ia mengirimkan karya ukiran Jepara sebagai hadiah ulang tahun ke-24 Ratu Wilhelmina dari Belanda. Selain itu, pada 1898, ia bersama adik-adiknya juga berpartisipasi dalam Pameran Nasional Karya Wanita di Den Haag dan memamerkan karya ukir dari Jepara.
Dengan turut memasarkan karya seni daerah ke pasar yang lebih besar, bahkan internasional, Kartini tak hanya mengenalkan kebudayaan lokal ke mata dunia. Perempuan ini juga turut andil dalam mendukung kemandirian ekonomi masyarakat Jepara. Pasalnya, dikenalnya sebuah karya seni dalam pasar global akan meningkatkan harga dan nilai jualnya.
Memang benar bahwa Kartini bukanlah guru yang mengajari teknis pembuatan setiap seni ukir Jepara. Akan tetapi, kehadiran dirinya sebagai pemikir strategis dan pemasar andal kebudayaan menjadi pendobrak sistem distribusi komoditas seni kala itu. Yang dilakukannya lebih dari sekadar membangun semangat berdaya perempuan, Kartini juga turut merangkul bakat dan kultur masyarakat lokal.
Referensi: