06 Oktober 2025
14:00 WIB
Pentingnya Konservasi Terumbu Karang Untuk Kesejahteraan Indonesia
Konservasi terumbu karang menjadi agenda penting Indonesia. Pasalnya, tak cuma hiasan laut, ekosistem ini juga memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia.
Penulis: Nabila Ayu Ramadhani
Editor: Rikando Somba
Tim SKK Migas dan EP Papua Field tengah melakukan konservasi terumbu karang. ANTARA/HO-Pertamina EP Papua Field.
Pergi liburan ke pantai yang kondisi lautnya jernih dan sudah terlihat jelas warna-warni terumbu karang hanya lewat permukaan air saja pastinya menyenangkan, bukan. Tapi, kita kerap melupakan fakta bahwa terumbu karang ternyata bukan cuma hiasan laut, tetapi juga memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut. Terumbu karang juga mampu meningkatkan perekonomian nasional, loh. Lalu, seperti apa kontribusinya buat perekonomian negeri kita yang juga negeri maritim ini.
Melansir situs resmi PPIP Loka Kawasan Konservasi Perairan Pekanbaru, Kepulauan Anambas (Riau) menyimpan harta karun bawah laut berupa ekosistem terumbu karang yang luar biasa. Tiga jenis utamanya, seperti fringing reef, barrier reef, dan atol, diikuti oleh 399 spesies temuan terumbu karang lainnya. Kondisi ini meenegaskan kekayaan alam Indonesia, sekaligus menekankan pentingnya konservasi terumbu karang untuk menjaga kekayaan ekosistem laut agar tetap lestari.
Definisi Konservasi Terumbu Karang
Konservasi terumbu karang adalah serangkaian upaya dengan tujuan memulihkan, merawat terumbu karang, serta mencegah hal-hal yang berpotensi mengancam budidaya terumbu karang demi keseimbangan ekosistem laut. Tak hanya di Indonesia, konservasi terumbu karang telah dilaksanakan oleh sejumlah negara lainnya, meliputi Australia dan Filipina.
Australia
Perubahan iklim dan El Nino (fenomena perubahan suhu muka laut menjadi panas di Samudra Pasifik) yang kuat pernah menghadirkan dua gelombang pemutihan massal pada akhir musim panas 2016. Fenomena ini mengakibatkan kerusakan habitat karang dan jumlah spesiesnya yang menurun drastis. Bahkan, peristiwa ini masih berlanjut hingga tahun 2022.
Dampak dari perubahan iklim dan El Nino bagi kelestarian ekosistem laut mendorong Australia untuk menciptakan sebuah organisasi yang bergerak untuk mengelola kualitas keragaman spesies karang, Taronga. Langkah ini bertujuan mendukung pemanfaatan dan pemulihan ekosistem yang diberi nama Great Barrier Reef.
Taronga bersama mitra Pemerintah Australia pernah melakukan penelitian di National Sea Simulator, sebuah akuarium terbesar di dunia yang berada dalam kawasan Great Barrier Reef, Townsville. Kolaborasi ini turut melibatkan partisipasi dari banyak pihak, mulai dari pemerintah, universitas, hingga tim ilmuwan, demi memeriksa 11 jenis karang yang setara dengan 500 botol sampel reproduksinya. Hasil penelitian ini sudah termasuk dua spesies terumbu karang yang diduga baru hadir, yaitu Montipora sp. dan Anacropora sp.
Filipina
Filipina juga turut menjalankan sebuah upaya restorasi terumbu karang yang menargetkan laut Marinduque. Upaya ini bertujuan mengembangkan dan memperbaiki kembali terumbu karang yang dianggap telah terdegradasi.
Dalam hal ini, Department of Science and Technology (DOST) bersama badan regional DOST-MIMAROPA berhasil meluncurkan sebuah pendekatan efektif berupa proyek pemulihan karang yang dirancang dengan tidak hanya memperhatikan aspek lingkungan, tetapi juga berupaya menstabilkan mata pencaharian nelayan lokal.
Untuk mewujudkan ambisi besar tersebut, mereka akhirnya menindaklanjuti proyek transplantasi terumbu karang skala besar yang pertama kali di MIMAROPA pada tahun 2021. Proyek transplantasi terumbu karang ini telah memproduksi sekitar 10 Unit Pembibitan Terumbu Karang yang bertujuan untuk merehabilitasi ekosistem laut pesisir tepatnya di wilayah Buenavista dan Torrijos.
Demi kelancaran proyek besar ini, diperlukan kontribusi dari banyak pihak, baik pemerintah, badan-badan terkait, lembaga-lembaga pendidikan, hingga lapisan masyarakat setempat. Mulai dari Provincial Government of Marinduque, the Bureau of Fisheries and Aquatic Resources (BFAR), Local Government Units (LGUs), dan Marinduque State College (MSC) ikut turun tangan lewat penyediaan fasilitas, pembuatan izin, pengusungan tenaga ahli dan alat-alat teknis, hingga pembiayaan monitoring partisipan.
Di sisi lain, DOST-MIMAROPA sendiri juga menjadi motor penggerak utama, baik dalam hal pemasangan unit, menanggung biaya pelatihan yang diperlukan, hingga mengajak masyarakat supaya terjun langsung untuk mengetahui dan merasakan mekanisme kerja rehabilitasi karang.
Pentingnya Restorasi Terumbu Karang bagi Alam Indonesia
Penerapan konservasi terumbu karang pada beberapa negara yang sudah disebutkan sebelumnya merepresentasikan pentingnya memaksimalkan kualitas lingkungan makhluk hidup, khususnya wilayah perairan. Karena itulah, Pemerintah Indonesia juga harus membuat tinjauan ekstensif mengingat adanya satu fragmen berharga yang bersentuhan langsung dengan biota-biota laut. Hal ini mengacu pada besarnya peranan terumbu karang bagi masa depan bumi lebih baik.
Lalu, pertanyaannya, apa sih alasan di balik upaya rehabilitasi ini yang membuatnya dinilai mampu membantu menjaga ketahanan laut dan keberlanjutan maritim di Indonesia?
Terumbu karang sering diibaratkan sebagai rumah bagi ikan-ikan di laut. Jika rumahnya rusak, maka mereka tidak lagi memiliki habitat atau kehilangan tempat yang aman untuk merawat telur-telurnya. Kondisi ini menggambarkan pentingnya kepedulian seluruh masyarakat terhadap reservoir karang yang diyakini sebagai solusi tepat guna melindungi, menjaga, dan mempertahankan keanekaragaman hayati dalam sektor maritim.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) bekerja sama dengan berbagai lembaga-lembaga bersangkutan sebenarnya telah menjalankan program pemulihan terumbu karang terhadap empat titik lokasi prioritas, antara lain Kepulauan Riau, Nusa Tenggara Timur (NTT), Sulawesi Selatan, dan Maluku. Program ini merupakan bentuk implementasi dari Peraturan Presiden No. 34 tahun 2022 tentang Rencana Aksi Kebijakan Kelautan Indonesia masa periode tahun 2021 hingga 2025.
Membantu Sumber Penghidupan Warga Pesisir
Bukan sekadar rumah bagi spesies biota laut, terumbu karang juga berfungsi sebagai benteng alami yang mampu melindungi garis pantai dari abrasi, gelombang besar, hingga tsunami. Jika terumbu karang tidak dijaga dengan baik, maka bisa memicu timbulnya berbagai bencana alam yang berpotensi menekan stabilitas perekonomian masyarakat pesisir secara drastis.
Tidak hanya mempengaruhi siklus perkembangan ekosistem laut, optimalisasi restorasi terumbu karang sudah seharusnya menjadi prioritas pemerintah. Pasalnya, mereka adalah elemen krusial yang mampu meningkatkan perekonomian nasional dan mendukung upaya menjaga lingkungan laut dalam jangka panjang.
Bappenas mencatat bahwa terumbu karang Indonesia termasuk dalam kategori sumber daya alam dengan nilai ekonomi yang tergolong tinggi, yakni mencapai US$ 2,6 miliar atau setara dengan Rp 39 triliun setiap tahunnya. Data ini mengindikasikan pentingnya mengelola ekosistem laut secara bijak, karena bukan sekadar mendukung berjalannya konsep ekonomi biru, tetapi juga membantu implementasi prinsip ekonomi hijau di Indonesia. Misalnya, terumbu karang yang memegang peranan penting dalam menyerap karbon biru (blue carbon) demi mencegah perubahan iklim sekaligus mendorong industri pariwisata untuk membuat destinasi bahari ramah lingkungan berkelanjutan.
Dari sini, sebenarnya terlihat hubungan konservasi terumbu karang dengan pelaksanaan ekonomi berkelanjutan di Indonesia.
Bentuk Dukungan terhadap Ekonomi Biru (Blue Economy)
Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) telah meluncurkan sebuah program utama yang berfokus mendukung pelaksanaan pemulihan karang di wilayah-wilayah perairan yang dianggap membutuhkan perhatian khusus dan pengawasan ketat, yakni Koralestari. Program ini mengutamakan tiga lokasi tertentu, yaitu Laut Sewu, Berau, dan Lingga. Total dari semua area-area tersebut mencakup 4 juta hektare Kawasan Konservasi Perairan (KKP), yang sudah termasuk 50 ribu hektare ekosistem terumbu karang.
Dengan adanya pendekatan tersebut, Koralestari berupaya memperkuat perlindungan sekaligus sebagai bentuk dukungan terhadap blue ekonomi, khususnya di wilayah pesisir. Indonesia memiliki sebanyak 76% spesies karang yang berpotensi membantu implementasi program keberlanjutan ekosistem laut. Melalui optimalisasi restorasi ekosistem laut, masyarakat pesisir tidak hanya dapat memanfaatkan sumber daya laut, tetapi juga membantu meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan sambil tetap menjaga kelestarian lingkungan sekitar.
Di sisi lain, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menuturkan bahwa program Ekonomi Biru turut memegang peranan penting dalam mendukung target Indonesian Biodiversity Strategy and Action Plan (IBSAP) dan Kunming-Montreal Global Biodiversity Framework (KMGBF). Program ini mengedepankan perluasan kawasan konservasi laut, budidaya terumbu karang, serta pengurangan limbah plastik di laut.
KKP juga telah menyusun skema pendanaan inovatif berupa Indonesia Coral Bond dan Debt for Nature Swap dan memanfaatkan teknologi Ocean Accounting dan Ocean Big Data guna mendukung skema pengelolaan ekosistem laut. Kolaborasi ini menunjukkan langkah inovatif untuk mengoptimalisasi kekayaan alam sambil memanfaatkan inovasi teknologi modern untuk mendukung prinsip keberlanjutan di Indonesia.
Indonesia terus mengembangkan upaya dan pengetahuan terkait konservasi terumbu karang untuk menjaga kelestarian ekosistem laut. Berdasarkan tinjauan restorasi global, Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah pelaksanaan proyek terumbu karang terbanyak di dunia. Status ini semakin memperkuat komitmen Indonesia terhadap keberlanjutan, bahwa negara kita tak hanya membuat program yang bertujuan memenuhi kebutuhan ekosistem laut ataupun ekologi pesisir, namun juga mampu membawa berbagai manfaat besar pada perekonomian nasional.

Meningkatkan Ekonomi, Perikanan, dan Mitigasi Bencana Alam
Terumbu karang adalah ekosistem laut yang memiliki kelebihan dalam hal estetika. Meski begitu, nilai ekosistem ini tak hanya bisa dilihat dari esensinya sebagai elemen dekorasi bawah luat, melainkan juga dari kemampuannya dalam meningkatkan kesejahteraan sosial dan keseimbangan ekologi.
Kehadiran mereka ternyata berpotensi meningkatkan taraf ekonomi nasional melalui tarif jual yang bisa mencapai miliaran dolar setiap tahunnya. yakni sekitar US$ 3,1 miliar dari pariwisata, US$ 2,9 miliar dari perikanan, dan US$ 639 juta dari perlindungan banjir menurut situs resmi KKP (2025). Tak hanya itu, elemen ini turut menyumbang 17% cadangan karbon biru global. Dengan kata lain, mereka juga ikut berpartisipasi dalam upaya menjaga bumi dan mitigasi bencana alam.
Selain itu, Indonesia juga telah menyetujui proyek "Indonesia Coral Reef Bond", sebuah obligasi yang direncanakan khusus sebagai kawasan lindung laut pertama di dunia.
Proyek ini menargetkan 1,9 juta hektare terumbu karang melalui penentuan lokasi konservasi, penguatan intelejen, hingga dorongan perikanan berkelanjutan. Hasilnya, tercipta kolaborasi antara pemanfaatan ekosistem laut sekaligus mencegah munculnya berbagai fenomena yang berpotensi merusak keindahan alam di sektor bahari. Sebagai contohnya, Desa Bahoi merupakan salah satu kampung yang terletak di Sumatra Utara terkenal lewat kecerdasannya dalam budidaya terumbu karang.
Program budidaya terumbu karang tersebut dilaksanakan untuk mempermudah nelayan dalam menangkap ikan sehingga mereka bisa mengubah pendapatan ekonomi menjadi lebih stabil. Mereka telah berhasil mencapai Rp 2.420.130.000 per tahunnya, sehingga ekonomi mereka perlahan bisa membaik. Apa yang dilakukan warga Desa Bahoi menjadi salah satu alternatif baik praktik penangkapan ikan dibandingkan penggunaan bubu dan penambangan karang yang memicu kerusakan material-material alam dan keindahan ekosistem laut.
Lapangan pekerjaan di sektor bahari Indonesia juga semakin berkembang pesat semenjak hadirnya pendekatan pemanfaatan kekayaan alam bahari. Akan tetapi, mekanisme kerja masih sangat bergantung pada material-material laut, terlebih lagi terumbu karang. Maka dari itu, pelaku usaha dituntut untuk lebih bisa merancang mekanisme kerja atau penggunaan alat teknis yang tidak menimbulkan risiko fatal bagi kebersihan laut dan keindahan isinya.
Metode ini sudah dilaksanakan oleh Green Fins, sebuah perusahaan di sektor bahari yang telah menerapkan standar lingkungan dalam penawaran produknya. Green Fins adalah sebuah perusahaan yang telah memenuhi standar lingkungan global melalui penawaran jasa aktivitas menyelam dan snorkeling. Industri ini bahkan juga siap untuk memberikan kontribusi nyata terhadap penguatan ekonomi biru di Indonesia.
Melalui lokakarya nasional bertema "Membangun Industri Menyelam dan Snorkeling yang Berkelanjutan di Indonesia melalui Implementasi Inisiatif Green Fins”, perusahaan ini mendorong para pemangku kepentingan untuk menyatukan langkah menjaga keberlanjutan ekosistem laut melalui sektor pariwisata bahari.
Kegiatan ini diselenggarakan oleh Yayasan Reef-World, Badan Koordinasi UNEP untuk Laut Asia Timur (COBSEA), serta Coral Triangle Center (CTC) pada 18–19 Februari 2025. Dengan adanya dukungan dari International Union for Conservation of Nature (IUCN) melalui program Blue Natural Capital Financing Facility (BNCFF), lokakarya tersebut menjadi momentum penting guna memperkuat pembangunan Roadmap Green Fins di Indonesia.
Green Fins dianggap ramah lingkungan karena menawarkan produk berupa kegiatan selam dan snorkeling tanpa diikuti oleh dampak serius selama menelusuri wilayah perairan. Mereka juga telah menetapkan standar 'pedoman praktik berkelanjutan' bagi karyawan pemantau selam dan snorkeling.
Jadi, kita bisa simpulkan bahwa konservasi terumbu karang adalah sebuah inisiatif di sektor kelautan yang ternyata membawa banyak dampak positif, baik ekonomi, sosial, dan pariwisata.
*Penulis merupakan mahasiswa aktif, tengah magang mandiri di Validnews.id.
Referensi: