03 November 2023
17:00 WIB
Penulis: Mohammad Widyar Rahman
Editor: Rikando Somba
Isu global perubahan iklim telah mengubah haluan setiap negara ke arah pencapaian net zero emission (NZE), tak terkecuali Indonesia. Untuk meraihnya, NZE membutuhkan masa transisi dan tentunya besarnya pembiayaan dalam proses menuju pencapaiannya.
Dalam hal ini, lembaga keuangan memiliki peran penting dalam kontribusinya terhadap pembiayaan tersebut. Namun, kurangnya kejelasan mengenai aktivitas dan aset mana yang dapat dikategorikan ramah lingkungan telah lama menjadi hambatan dalam meningkatkan pendanaan ramah lingkungan.
Di sisi lain, terdapat kebutuhan yang luas terkait kepastian lebih besar mengenai kelestarian lingkungan dari berbagai jenis investasi dan kegiatan ekonomi. Apalagi, penciptaan industri yang ramah lingkungan tidak cukup hanya menyampaikan strategi komunikasi yang memberikan citra ramah lingkungan baik pada produk maupun tujuan perusahaan. Akan tetapi, dibutuhkan standar kriteria sektor hijau yang dapat mendukung kebijakan keuangan berkelanjutan.
Karenanya, dokumen Taksonomi Hijau lahir sebagai titik temu terminologi antara sektor jasa keuangan dan pemangku kepentingan yang lebih luas. Dokumen ini diharap menjadi acuan dalam menyamakan bahasa tentang kegiatan usaha atau produk dan jasa yang tergolong hijau.
Banyak negara telah menerbitkan terkait taksonomi dan keuangan berkelanjutan. Di China, People’s Bank of China menerbitkan versi pertama dari Green Bond Endorsed Project Catalogue, yang biasa disebut sebagai “Taksonomi Tiongkok”, pada tahun 2015. Sementara, di Jepang, Kementerian Lingkungan Hidup Jepang (MOEJ) meluncurkan Japan’s green bond guidelines pada tahun 2017.
Sedang Belanda telah memiliki pendekatan legislatif terhadap pinjaman ramah lingkungan sejak tahun 1995 (Green Funds Scheme), dan Prancis menciptakan label GreenFin untuk dana investasi ritel pada tahun 2015.
Di Indonesia, pada tahun 2022 sudah diterbitkan Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0. Dokumen Taksonomi Hijau Indonesia tersebut disusun oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Grup Kebijakan Sektor Jasa Keuangan Terintegrasi (GKKT) dan satuan kerja terkait di OJK dengan melibatkan delapan kementerian dan berbagai pihak terkait.
Berdasarkan dokumen tersebut, Taksonomi Hijau merupakan klasifikasi aktivitas ekonomi yang mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup serta mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
Dalam kaitannya dengan klasifikasi sektor usaha, Taksonomi Hijau mengacu pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) dan tidak hanya berfokus pada subsektor/kelompok/kegiatan usaha yang dikategorikan sebagai hijau namun disertakan juga sektor/kelompok/kegiatan usaha yang belum terklasifikasi ke dalam kategori hijau.
Saat ini, terdapat 2.733 sektor dan subsektor yang telah dikaji, sejumlah 919 di antaranya dapat dipetakan pada subsektor/kelompok/kegiatan usaha (KBLI Level 5) serta terklarifikasi mengenai ambang batasnya oleh kementerian teknis terkait. Dari 919 subsektor/kelompok/kegiatan usaha tersebut, terdapat 904 yang belum dapat dikategorikan secara langsung sebagai sektor hijau (terdapat prasyarat yang harus dipenuhi terlebih dahulu).
Adapun klasifikasi kriteria pada Taksonomi Hijau Indonesia ini terbagi berdasarkan warna. Kriteria hijau berlaku apabila kegiatan usaha melindungi, memperbaiki, meningkatkan kualitas lingkungan. Kriteria kuning berlaku apabila kegiatan usaha memenuhi beberapa kriteria/ambang batas hijau. Kriteria merah apabila kegiatan usaha tidak memenuhi kriteria/ambang batas kuning dan/atau hijau.
Dengan demikian, Taksonomi Hijau dapat memberikan pemahaman lebih baik dan memudahkan bagi sektor jasa keuangan mengklasifikasi aktivitas hijau dalam mengembangkan portofolio produk dan/atau jasa keuangannya. Taksonomi Hijau juga dapat membantu proses pemantauan berkala dalam implementasi penyaluran kredit/pembiayaan/investasi ke sektor hijau dan mencegah potensi pelaporan aktivitas hijau yang kurang tepat (greenwashing).
Ke depan, Taksonomi Hijau dapat dikembangkan untuk mendukung skema pembiayaan atau proyek yang inovatif dan feasible bagi sektor jasa keuangan. Serta, mendorong terciptanya proyek hijau dan portofolio hijau yang dapat menarik masuknya investor global.
Referensi:
[OJK] Otoritas Jasa Keuangan. 2022. Taksonomi Hijau Indonesia Edisi 1.0. Otoritas Jasa Keuangan.
Alessi L dan S Battiston. 2022. Two sides of the same coin: Green Taxonomy alignment versus transition risk in financial portfolios, International Review of Financial Analysis, 84, 102319.