c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

CATATAN VALID

07 Oktober 2025

15:00 WIB

Mengenal Insentif Pajak Ramah Lingkungan Sebagai Pendukung Ekonomi Hijau

Penerapan insentif pajak ramah lingkungan tidak hanya memberikan keringanan pajak bagi pelaku usaha membentuk ekosistem ekonomi yang mendukung investasi hijau dan bersih.

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Rikando Somba

<p>Mengenal Insentif Pajak Ramah Lingkungan Sebagai Pendukung Ekonomi Hijau</p>
<p>Mengenal Insentif Pajak Ramah Lingkungan Sebagai Pendukung Ekonomi Hijau</p>

Ilustrasi insentif pajak ramah lingkungan dengan menampilkan konsep garis besar pajak kendaraan listrik (EV) dan dukungan pembelian kendaraan listrik dari pemerintah. Shutterstock/VectorMine.

Ekonomi hijau dan keberlanjutan lingkungan kian jadi perbincangan dan diskursus di berbagai forum internasional. Bukan tanpa alasan hal ini jadi kian penting. Perubahan iklim yang sudah kita rasakan hari ke hari telah berubah dari sekadar prediksi menjadi kenyataan yang berdampak langsung. 

Beragam bencana hidrometerologi kian sering terjadi. Mulai dari gelombang panas semakin intens, banjir, pola musim bergeser, dan kerusakan ekosistem, adalah hal yang semakin nyata. Hal ini pun telah memengaruhi banyak aspek kehidupan manusia, mulai dari kesehatan, pertanian, hingga stabilitas ekonomi global.

Dalam konteks inilah, pemerintah di berbagai negara mulai memanfaatkan kebijakan fiskal sebagai salah satu instrumen untuk menekan dampak lingkungan. Pajak tidak lagi sekadar alat penghimpun pendapatan negara, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen pengendali perilaku ekonomi. Lewat pendekatan ini, pemerintah berupaya memberikan dorongan finansial bagi pelaku usaha agar beralih ke praktik bisnis yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Dalam konteks inilah, pemerintah di berbagai negara mulai memanfaatkan kebijakan fiskal sebagai salah satu instrumen untuk menekan dampak lingkungan. Pajak tidak lagi sekadar alat penghimpun pendapatan negara, tetapi juga berfungsi sebagai instrumen pengendali perilaku ekonomi. Lewat pendekatan ini, pemerintah berupaya memberikan dorongan finansial bagi pelaku usaha agar beralih ke praktik bisnis yang lebih hijau dan berkelanjutan.

Di Indonesia sendiri, strategi yang diambil sejalan dengan arah kebijakan global tersebut. Pemerintah Indonesia ikut mulai mengarahkan kebijakan fiskalnya melalui penerapan insentif pajak ramah lingkungan. Langkah ini tidak sekadar memberikan keringanan pajak bagi pelaku usaha, tetapi bertujuan untuk membentuk ekosistem ekonomi yang mendukung investasi hijau, inovasi teknologi bersih, dan penerapan prinsip ekonomi berkelanjutan.

Kebijakan ini menjadi penting karena Indonesia mencanangkan Net Zero Emission pada tahun 2060. Apalagi Presiden Prabowo berkali mengucapkan ini, bahkan menargetkan lebih cepat, di bernbagai forum internasional. Artinya, seluruh sektor ekonomi perlu bergerak ke arah yang lebih efisien dalam penggunaan energi dan sumber daya. 

Yang dilakukan, adalah salah satunya melalui insentif pajak. Pemerintah berupaya menciptakan mekanisme yang membuat pilihan hijau bukan hanya etis, tetapi juga ekonomis bagi para pelaku usaha. Dengan kata lain, warga negara, sebagai bagian dari ekosistem ekonomi,diwajibkan mengambil peran dalam proses transisi menuju ekonomi rendah karbon.

Dikutip dari penelitian berjudul Dampak Kebijakan Fiskal Hijau Terhadap Investasi Berkelanjutan di Indonesia dalam Perspektif Ekonomi Publik (2025), menekankan bahwa kebijakan insentif pajak dan dukungan fiskal lain yang diterapkan pemerintah telah berkontribusi nyata terhadap peningkatan investasi di berbagai sektor ramah lingkungan. Ada dukungan terhadap beragam hal, seperti energi terbarukan, transportasi rendah emisi, industri hijau, serta pertanian berkelanjutan sebagai tautannya. 

Studi ini juga menyoroti bahwa semakin banyak pelaku usaha yang tertarik mengembangkan proyek-proyek berbasis energi bersih karena adanya kejelasan insentif dan manfaat ekonomi jangka panjang yang ditawarkan.

Tren ini menandai perubahan paradigma besar dalam cara pemerintah dan sektor swasta melihat pembangunan ekonomi. Jika dulu pertumbuhan ekonomi sering dianggap bertentangan dengan pelestarian lingkungan, kini keduanya justru mulai berjalan beriringan. Melalui kebijakan insentif pajak ramah lingkungan, pemerintah berupaya menciptakan kondisi di mana pilihan untuk berinvestasi secara berkelanjutan menjadi lebih menarik secara ekonomi, bukan sekadar pilihan moral.

Di sisi lain, masih banyak pelaku usaha selaku wajib pajak, yang belum memahami sepenuhnya bagaimana cara memanfaatkan insentif ini. Kurangnya sosialisasi dan panduan teknis sering kali membuat peluang yang seharusnya bisa dimanfaatkan menjadi terlewat. Padahal, jika dimaksimalkan, insentif pajak ramah lingkungan bisa memberikan keuntungan ganda, baik bagi perusahaan yang mendapatkan efisiensi pajak, maupun bagi negara yang mendapat dorongan investasi hijau dalam negeri.

Dengan kata lain, kebijakan ini bukan hanya tentang mengurangi beban pajak, tetapi tentang membangun arah ekonomi baru, yang tidak hanya mengejar pertumbuhan, tapi juga memastikan keberlanjutan sumber daya alam untuk generasi berikutnya. Jadi, semua warga negara, dan Sobat Valid tentunya bisa melihat bahwa insentif pajak ramah lingkungan bukan sekadar kebijakan fiskal biasa, melainkan langkah strategis yang menempatkan Indonesia di jalur transisi menuju ekonomi hijau yang inklusif dan kompetitif di masa depan.

Mengenal Apa Itu Insentif Pajak Ramah Lingkungan
Kalau kita pernah mendengar istilah pajak hijau atau insentif fiskal lingkungan, keduanya sebenarnya merujuk pada konsep yang sama. Secara sederhana, insentif pajak ramah lingkungan adalah kebijakan yang dibuat pemerintah untuk memberikan keringanan atau fasilitas pajak kepada individu maupun perusahaan yang menerapkan praktik bisnis ramah lingkungan. Tujuan utamanya jelas — membuat aktivitas yang merusak lingkungan menjadi lebih mahal, dan sebaliknya, menjadikan kegiatan yang mendukung keberlanjutan lebih menguntungkan secara ekonomi.

Kebijakan ini lahir dari kesadaran bahwa beberapa jenis kerusakan ekologis, seperti emisi karbon, pencemaran udara, atau penggunaan energi fosil yang selama ini tidak “tertarif” secara cukup dalam sistem ekonomi. Akibatnya, perusahaan atau pelaku usaha mungkin memilih opsi yang lebih murah tapi berdampak negatif pada lingkungan. 

Dengan insentif pajak ramah lingkungan, pemerintah berusaha memperbaiki keseimbangan itu, sehingga kamu sebagai pelaku usaha memiliki alasan finansial yang jelas untuk memilih teknologi bersih, efisiensi energi, atau sumber energi terbarukan.

Berdasakan penelitian berjudul Green Fiscal Stimulus in Indonesia and Vietnam: A Reality Check of Two Emerging Economies (2023), stimulus fiskal yang diarahkan pada stimulus hijau, termasuk insentif perpajakan dan pengalokasian anggaran yang mendukung energi bersih, telah memberikan respons positif bagi Indonesia.  Namun, penelitian ini juga mencatat bahwa dampak penuh dari kebijakan tersebut akan sangat tergantung pada kejelasan regulasi dan integrasi antar lembaga.

Yang membedakan insentif pajak ramah lingkungan dengan pajak konvensional adalah insentif fiskal hijau secara sengaja dirancang untuk mempengaruhi keputusan ekonomi dan investasi, bukan hanya sekadar pengaturan tarif pajak umum. Dengan insentif ini, pilihan yang diambil pelaku usaha, antara menggunakan teknologi lama dan mahal atau teknologi bersih yang mungkin investasi awalnya lebih besar dan bisa dipengaruhi lewat insentif ekonomi.

Jadi, insentif pajak ramah lingkungan sudah seharusnya bukan sekadar berita bagus di atas kertas. Ia adalah instrumen praktik yang bisa mengubah arah pembangunan: dari yang bergantung pada sumber daya alam tak terbarukan dan emisi tinggi, menjadi yang lebih efisien, rendah karbon, dan berkelanjutan. 

Insentif pajak ramah lingkungan ini telah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Melalui UU ini, pemerintah resmi memperkenalkan pajak karbon sebagai salah satu instrumen fiskal baru yang mendukung pengendalian emisi gas rumah kaca. Pajak karbon diatur dalam Pasal 13, yang menegaskan bahwa setiap aktivitas dengan jejak karbon tinggi dapat dikenakan pungutan sesuai kadar emisi yang dihasilkan. Namun, yang lebih penting, undang-undang ini juga membuka ruang bagi pemerintah untuk memberikan insentif fiskal bagi sektor-sektor yang berkontribusi pada pengurangan emisi dan peningkatan efisiensi energi.

Bahkan, dikutip dari penelitian berjudul Carbon Tax in Indonesia as a Fiscal Instrument and Climate Justice in Supporting the Green Economy: A Literature Review (2025) dijelaskan bahwa penerapan pajak karbon yang diatur dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) memiliki potensi besar dalam mempercepat transisi Indonesia menuju ekonomi hijau. Penelitian ini menegaskan bahwa keberadaan pajak karbon bukan sekadar instrumen fiskal baru, tetapi juga bagian dari upaya mencapai climate justice (keadilan iklim) di mana setiap kebijakan ekonomi harus mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan masyarakat.

Namun, penelitian tersebut juga menyoroti bahwa meskipun landasan hukumnya sudah cukup kuat, implementasinya masih menghadapi sejumlah tantangan. Salah satu hambatan utama adalah kesiapan kelembagaan, terutama dalam hal koordinasi antarinstansi dan penyediaan mekanisme pelaporan yang transparan. Selain itu, diperlukan pula kebijakan pelengkap seperti perlindungan sosial, agar penerapan pajak karbon tidak menimbulkan beban tambahan bagi kelompok masyarakat yang paling rentan secara ekonomi.

Dengan kata lain, kebijakan pajak karbon ini baru akan benar-benar efektif kalau diiringi oleh kesiapan sistem, dukungan kelembagaan, dan desain kebijakan yang inklusif. Jadi, meskipun arah kebijakannya sudah tepat, kita selayaknya mengerti bahwa perjalanannya masih panjang dan membutuhkan kerja sama lintas sektor agar tujuan pembangunan berkelanjutan bisa benar-benar terwujud.

Bentuk Insentif Pajak Ramah Lingkungan Lingkungan di Indonesia
Dikutip dari penelitian berjudul Evaluation of the Effect of Green Energy Policy on Renewable Power Plant Investment in Indonesia (2024), disebutkan bahwa kebijakan fiskal hijau seperti insentif pajak dan dukungan fiskal energi bersih berperan besar dalam meningkatkan investasi pembangkit listrik terbarukan di Indonesia. Studi tersebut menunjukkan bahwa proyek-proyek energi panas bumi (geothermal) dan tenaga air (hydropower) yang memperoleh dukungan pajak cenderung lebih cepat mencapai tahap kelayakan finansial dibandingkan proyek tanpa insentif serupa. 

Belakangan ini, ada beberapa bentuk insentif pajak ramah lingkungan di Indonesia yang harus kita ketahui, Sobat Valid;

1. Pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) untuk Investasi Hijau
Pemerintah memberikan keringanan PPh bagi perusahaan yang menginvestasikan modalnya pada teknologi hijau—misalnya sistem pengolahan limbah, instalasi energi terbarukan, atau mesin produksi yang lebih hemat energi. Dengan pengurangan PPh, kamu sebagai pelaku usaha bisa meminimalkan beban pajak dan mempercepat pengembalian modal (return on investment) dari proyek hijau.

2. Pembebasan atau Pengurangan Bea Masuk untuk Peralatan Energi Terbarukan
Untuk alat impor seperti panel surya, turbin angin, perangkat penyimpanan energi, pemerintah memberi fasilitas pembebasan-bea masuk atau tarif impor yang lebih rendah. Ini sangat membantu karena banyak komponen utama teknologi hijau masih belum diproduksi secara massal di dalam negeri, jadi beban impor bisa jadi penghambat jika tidak ada kebijakan ini.

3. Keringanan atau Pembebasan PPN atas Produk Ramah Lingkungan
Produk-produk ramah lingkungan seperti kendaraan listrik, alat elektronik hemat energi, atau sistem pendingin/ AC dengan efisiensi tinggi bisa mendapatkan pengurangan atau pembebasan PPN. Insentif ini bertujuan agar harga jual produk-produk hijau menjadi lebih kompetitif di pasar domestik, sehingga masyarakat lebih terdorong untuk beralih ke pilihan yang lebih ramah lingkungan.

4. Insentif Pajak dan Fasilitas Fiskal Lainnya (Tax Holidays / Tax Allowances / Super Deduction)
Selain potongan pajak langsung, ada fasilitas seperti tax holiday (pemunduran pembayaran pajak), tax allowance (pengurangan pajak berdasarkan investasi modal atau biaya tertentu), dan super deduction (pengurangan pajak lebih besar dari biaya yang dikeluarkan) untuk kegiatan yang dianggap mendukung kelestarian lingkungan atau penggunaan energi bersih.

Dukungan Non-Fiskal sebagai Pelengkap Insentif Pajak
Agar insentif pajak menjadi lebih efektif, dukungan non-fiskal juga sangat penting. Contohnya, percepatan perizinan, sertifikasi lingkungan yang jelas, bantuan teknis untuk evaluasi proyek hijau, dan sistem monitoring yang transparan. Tanpa aspek ini, seringkali usaha kamu atau perusahaan jadi terhambat oleh kendala administratif atau kurangnya kepastian regulasi.

Kamu mungkin bertanya-tanya, apa sih dampak nyata dari insentif pajak ramah lingkungan ini? 

Dari sisi bisnis, manfaat yang paling langsung terasa tentu ada pada efisiensi biaya. Ketika perusahaan mendapatkan keringanan pajak, beban finansial bisa berkurang cukup besar. Dana yang tadinya dialokasikan untuk membayar pajak bisa dialihkan ke hal-hal produktif seperti riset dan pengembangan teknologi bersih, peningkatan kapasitas produksi hijau, atau sertifikasi lingkungan yang memperkuat posisi mereka di pasar.

Tapi bukan cuma soal penghematan. Di era sekarang, citra perusahaan yang peduli lingkungan jadi nilai tambah yang luar biasa. Konsumen makin selektif dalam memilih produk, dan perusahaan yang punya green branding. Baik lewat praktik bisnis berkelanjutan maupun produk ramah lingkungan, biasanya lebih dipercaya dan loyalitas konsumennya lebih tinggi. Di tingkat global, hal ini bahkan jadi faktor penentu.

Selain itu, insentif pajak hijau juga membuka jalan menuju akses pasar internasional. Banyak negara dan perusahaan multinasional kini mensyaratkan standar ESG (Environmental, Social, and Governance) sebagai prasyarat untuk kerja sama bisnis. Dengan memiliki rekam jejak keberlanjutan yang baik, perusahaan di Indonesia bisa lebih mudah menembus pasar ekspor, menarik investasi asing, dan ikut dalam rantai pasok global yang ramah lingkungan.

Dari perspektif pemerintah, insentif pajak hijau berperan penting dalam mempercepat transisi ekonomi menuju model yang lebih berkelanjutan. Kebijakan ini mendorong investasi ke sektor energi terbarukan, transportasi rendah emisi, serta inovasi teknologi bersih. Selain memperkuat ketahanan energi nasional, langkah ini juga membantu diversifikasi ekonomi, mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap sektor ekstraktif seperti batu bara dan minyak bumi.

Dampaknya tidak hanya ekonomi, tapi juga strategis. Pemerintah bisa lebih mudah mencapai target penurunan emisi nasional tanpa harus mengeluarkan anggaran besar untuk subsidi atau proyek infrastruktur hijau dari APBN. Jadi, alih-alih membebani keuangan negara, kebijakan fiskal ini justru menarik investasi swasta untuk ikut berperan aktif dalam pembangunan berkelanjutan.

Sementara itu, dari sisi masyarakat, efeknya bahkan lebih terasa dalam jangka panjang. Lingkungan yang lebih bersih, udara yang lebih sehat, dan pengelolaan limbah yang lebih baik adalah hasil langsung dari kebijakan ini. Selain itu, ada peluang besar terciptanya lapangan kerja baru di sektor hijau. Mulai dari tenaga ahli energi terbarukan, teknisi kendaraan listrik, hingga profesional di bidang konservasi dan pertanian berkelanjutan.

Dikutip dari World Employment and Social Outlook 2022: Greening with Jobs (2022) oleh ILO, transisi menuju ekonomi hijau diperkirakan bisa menciptakan hingga 24 juta pekerjaan baru secara global pada tahun 2030. Indonesia, dengan potensi energi terbarukan yang besar dan dukungan kebijakan fiskal yang terus berkembang, punya peluang besar untuk menjadi salah satu negara yang paling diuntungkan dari pergeseran tren ekonomi ini.

Secara keseluruhan, kebijakan insentif pajak ramah lingkungan membawa manfaat berlapis. Apa Sobat Valid sudah lihat demikian bermanfaat?


*Penulis merupakan kontributor di Validnews.id

 

Referensi:

  1. Dampak Kebijakan Fiskal Hijau Terhadap Investasi Berkelanjutan di Indonesia dalam Perspektif Ekonomi Publik (2025) 
  2. Green Fiscal Stimulus in Indonesia and Vietnam: A Reality Check of Two Emerging Economies (2023) 
  3. Carbon Tax in Indonesia as a Fiscal Instrument and Climate Justice in Supporting the Green Economy: A Literature Review (2025) 
  4. Evaluation of the Effect of Green Energy Policy on Renewable Power Plant Investment in Indonesia (2024) 
  5. World Employment and Social Outlook 2022: Greening with Jobs (2022) ILO.
  6. Effectiveness of Tax Incentives in Increasing Investment in Green Technology and Green Energy (2025).

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar