c

Selamat

Kamis, 27 Juni 2024

CATATAN VALID

12 November 2022

17:30 WIB

Mengenal Green Ammonia

Istilah “green” mengacu pada proses pembuatan amonia dengan menggunakan 100% bahan terbarukan dan bebas karbon.

Penulis: Mohammad Widyar Rahman

Editor: Rikando Somba

Mengenal <i>Green Ammonia</i>
Mengenal <i>Green Ammonia</i>
Sejumlah tangki berisi green ammonia di Illinois, AS. Shutterstock/Jon Rehg

Amonia merupakan merupakan bahan kimia alami yang ditemukan di udara, air, tumbuhan, dan hewan. Bahan kimia ini terdiri dari atom nitrogen dan hidrogen, dan prosesnya di alam terjadi secara alami melalui siklus nitrogen.

Amonia juga diproduksi sebagai bahan sintetis, Pada prosesnya, paling umum dibuat dari metana, air dan udara, menggunakan Steam Methane Reformer (SMR) (untuk menghasilkan hidrogen) dan proses Haber-Bosch.

Namun, proses membuat amonia tersebut sebagian belum dapat dikatakan "green". Sekitar 90% dari karbon dioksida dihasilkan dari proses SMR. Bahkan, proses tersebut mengonsumsi banyak energi dan menghasilkan sekitar 1,8% emisi karbon dioksida global.

Istilah “green” mengacu pada proses pembuatan amonia dengan menggunakan 100% bahan terbarukan dan bebas karbon. Salah satu cara membuat green ammonia dengan menggunakan hidrogen dari proses elektrolisis air dan nitrogen yang dipisahkan dari udara.

Selama ini, amonia memiliki peran penting terutama dalam industri pertanian untuk produksi pupuk. Di samping itu, amonia juga digunakan sebagai sumber energi untuk transportasi dan dapat digunakan dalam produksi poliamida, asam nitrat, nilon, obat-obatan, bahan peledak, refrigeran, pewarna, cairan pembersih, dan bahan kimia industri lainnya.

Di saat pentingnya alternatif sumber energi, fungsi sumber energi dari bahan kimia memang memiliki keunggulan tersendiri. Hal ini terutama untuk memenuhi kebutuhan produksi energi dalam kapasitas besar dan jangka panjang. 

Nilai manfaat ini ada pada amonia dengan beragam fitur uniknya. Dari banyaknya pilihan bahan kimia sebagai sumber energi, amonia yang diproduksi melalui proses elektrolisis hidrogen sebagai solusi “hijau” justru lebih mudah ditangani dibandingkan dengan hidrogen sebagai bahan bakar. 

Secara khusus, karakteristik amonia kurang mudah terbakar daripada hidrogen, sehingga amonia sebagai bahan bakar lebih aman. Selain itu, dengan titik didih sebesar –33,36 oC, amonia mudah dicairkan dan membutuhkan lebih sedikit energi daripada hidrogen yang titik didihnya mencapai –252,9 oC. 

Dilihat dari sisi deteksi kebauan, amonia memiliki kebauan khas sehingga dapat memberikan peringatan dini yang sangat berharga tentang potensi emisi yang dapat membahayakan dan fitur tersebut tidak ditemukan dalam hidrogen murni. Ini juga menjadi salah satu perimeter 'aman' dalam penggunaannya.

Amonia juga menjadi salah satu bahan kimia terpenting di dunia. Amonia merupakan salah satu produk kimia yang paling banyak dihasilkan setelah asam sulfat. Itulah sebabnya infrastruktur penanganan dan pengiriman termasuk peraturan terkait transportasinya tentunya sudah tersedia.

Kemudian, secara struktur kimia amonia mengikat satu atom nitrogen dan tiga atom hidrogen. Dengan demikian, ada massa hidrogen yang lebih besar dalam satu liter amonia cair daripada dalam satu liter hidrogen cair. Itulah sebabnya amonia cair tampaknya menjadi hydrogen carrier yang lebih efisien daripada hidrogen cair itu sendiri.

Terakhir, keunikan amonia sebagai bahan bakar tidak mengandung karbon. Hal ini berarti dalam pembakarannya tidak menghasilkan emisi karbon dioksida. Hal ini disebabkan satu-satunya produk samping dari amonia adalah air dan nitrogen.

Potensi peningkatan emisi NOx datri hasil pembakaran ammonia dapat diminimalisasi melalui teknologi Selective Catalytic Reduction (SCR) yang mampu mengurangi konsentrasi NOx dalam gas buang dari sekitar 1000 ppm menjadi kurang dari 10 ppm.

Tidak kalah pentingnya, penggunaan green ammonia sebagai bahan bakar layak secara teknis dan kompetitif secara ekonomi untuk dekarbonisasi di sektor kelistrikan. Bahkan, biaya listriknya sebanding dengan pembangkit listrik tenaga gas alam dengan post-combustion CCS (Carbon Capture Storage) dan secara signifikan lebih rendah daripada batubara saja dengan CCS, bioenergi dengan CCS, dan tenaga nuklir.

Sayangnya, penggunaan amonia dalam sistem energi ternyata masih sangat terbatas. Sekitar 80% dari penggunaan amonia global masih terkait dengan industri pupuk dan hanya kurang dari 1% digunakan sebagai sumber energi. Tentunya dengan fitur unik dari amonia tersebut, maka peran amonia sebagai sumber energi ini menjadi semakin menarik dalam upaya dekarbonisasi.


Referensi:

Cesaro Z, M Ives, R Nayak-Luke, M Mason, R Bañares-Alcántara. 2021. Ammonia to Power: Forecasting the Levelized Cost of Electricity from Green Ammonia in Large-scale Power Plants. Applied Energy, 282, Part A: 1-19.

Kobayashi H, A Hayakawa, K.D. Kunkuma A. Somarathne, Ekenechukwu C. Okafor. 2019. Science and Technology of Ammonia Combustion. Proceedings of the Combustion Institute, 37 (1): 109-133.

Patonia A, R Poudineh. 2020. Ammonia as A Storage Solution for Future Decarbonized Energy Systems. Oxford Institute for Energy Studies.

https://royalsociety.org/topics-policy/projects/low-carbon-energy-programme/green-ammonia/ [diakses pada tanggal 11 November 2022]


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar