c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

CATATAN VALID

01 Februari 2024

17:30 WIB

Mengenal FOPO, Kecemasan Akan Opini Orang Lain

Apakah kamu sering mengalami ketakukan berlebihan atas pendapat orang lain? Mungkin kamu terkena FOPO.

Penulis: Ratna Pratiwi

Editor: Rikando Somba

Mengenal FOPO, Kecemasan Akan Opini Orang Lain
Mengenal FOPO, Kecemasan Akan Opini Orang Lain
Ilustrasi FOPO. Shutterstock/MDV Edwards

Setelah FOMO atau fear of missing out yang menyebabkan orang terobsesi untuk terus mengikuti tren, belakangan banyak dibicarakan tentang FOPO atau fear of other people’s opinions. Apa itu?

FOPO adalah kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan dan ketakutan berlebihan akan pendapat orang lain tentang dirinya. Jika muncul terus-menerus, kondisi ini tentu bisa sangat merugikan individu karena bisa berujung depresi yang menghancurkan semangat untuk mengembangkan diri. Mirisnya, kondisi ini dialami banyak warga Indonesia. 

Pemicu FOPO
 
Menurut Psikolog UGM, T. Novi Poespita Candra, FOPO memang banyak dialami oleh masyarakat Indonesia. Bahkan, fenomenanya cenderung meningkat seiring semakin maraknya penggunaan media sosial yang mendorong seseorang untuk membagikan sisi pribadi dan pencapaian. 

Novi menguraikan, FOPO di Indonesia utamanya dibentuk oleh budaya dan pendidikan. Dari segi budaya, misalnya, feodalisme dan konformitas yang lekat dalam masyarakat kita berkontribusi besar terhadap terbentuknya FOPO dalam diri individu di tanah air. 

Sementara itu, dari segi pendidikan, sistem dan kurikulum yang memaksa untuk menyeragamkan individu dinilai menjadikan masyarakat Indonesia lebih mementingkan pendapat orang lain, daripada bagaimana pendapat individu terhadap dirinya sendiri. 

“Budaya feodal, misalnya senior mengatur persepsi publik ini. Lalu, soal konformitas, dari kecil anak-anak diajari punya pemikiran selalu sama, jika berbeda sedikit saja akan dibilang aneh karena sudah dibiasakan dengan keseragaman,” terang Novi.

Peran Media Sosial
 
Keberadaan media sosial turut memperparah kondisi FOPO dalam diri seseorang. Pasalnya, media sosial harus diakui merupakan platform yang dapat membentuk citra atau perspektif seseorang. 

Misalnya, merebaknya persepsi di media sosial bahwa seseorang baru bisa dikatakan sukses bila telah memiliki usaha atau aset di usia 20 tahun. Akibatnya, orang di atas usia itu yang sampai detik ini belum mencapai posisi tersebut dapat merasa rendah diri dan gagal.  Padahal, tidak selalu demikian. Sebab, banyak faktor yang dapat memengaruhi perjalanan hidup seseorang. 

Di samping itu, standar “kesuksesan” seseorang sesungguhnya tidak bisa diseragamkan karena setiap individu punya target pencapaiannya masing-masing. Nah,  FOPO menyebabkan seseorang merasa takut dinilai jelek, salah, atau gagal. Ketakutan berlebihan akan pendapat orang lain ini jika dibiarkan bisa menyebabkan gangguan kecemasan sosial. Akibatnya, seseorang bisa mudah mengalami stres berlebihan saat mengalami kegagalan. 

Dampak lainnya, FOPO bisa membuat individu sulit mengenali dirinya sendiri. Pasalnya, apapun yang ia lakukan dan ingin dicapai didasari keinginan untuk memenuhi harapan publik. 

Mengatasi FOPO
 
Psikolog Novi juga menjelaskan, untuk mengatasi FOPO diperlukan perbaikan ekosistem pendidikan yang bisa membuat anak tumbuh lebih percaya diri. Pasalnya, dengan percaya diri yang baik, seseorang dapat tumbuh menjadi individu yang utuh dan mandiri. 

Sebaliknya, seseorang yang tumbuh dengan rasa percaya diri yang rendah akan cenderung menjadi pribadi yang sering mengalami rasa malu, cemas, khawatir, bahkan tidak memiliki harapan. Emosi-emosi negatif tersebut adalah pemicu terbesar FOPO.  

Lebih lanjut, ekosistem pendidikan yang baik untuk anak adalah yang memberikan ruang bagi mereka untuk mengeksplorasi keunikan diri dan memberikan apresiasi atas setiap pencapaian yang diraih. Dengan demikian, anak-anak tumbuh dengan kesadaran bahwa setiap individu memiliki sisi hebatnya masing-masing dan tidak perlu dibandingkan. 

Pertanyaannya, bagaimana bila seseorang terlanjur mengidap FOPO? 

Bila FOPO belum terlalu berat, bisa diatasi dengan melatih diri untuk lebih percaya diri dalam bersikap maupun berpendapat. Namun, bila dirasa sudah tidak bisa diatasi sendiri dan mulai mengganggu produktivitas sehari-hari, Sobat Valid selayaknya berkonsultasi dengan ahli, baik psikolog maupun psikiater.

Referensi:
Apa Itu FOPO dan Dampaknya Bagi Kesehatan Mental Menurut Psikolog UGM?. Diakses dari Universias Gadjah Mada pada 1 Februari 2023.
Free Your People from the Need for Social Approval. Diakses dari Harvard Business Review pada 1 Februari 2023. 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar