21 Maret 2025
14:30 WIB
Mengenal Bentuk Konflik Yang Kian Meresahkan
Padatnya penduduk menyebabkan banyak konflik semakin tak terbendung antarmasyarakat. Konflik menjadi kian meresahkan dalam realitas maupun ranah digital.
Penulis: Besyandi Mufti
Editor: Rikando Somba
SALING SERANG. Ratusan warga dari Desa Karawana dan Soulove yang terlibat bentrok saling serang menggunakan sejumlah senjata tradisional. FOTO ANTARA/Zainuddin MN/Koz
Indonesia merupakan bangsa yang bertujuan menciptakan masyarakat yang adil, makmur, dan sejahtera, berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 yang hidup dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia. Masyarakat memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam mewujudkan keamanan serta kesejahteraan di seluruh penjuru negara.
Di sisi lain, rakyat berhak untuk hidup bebas dan merdeka di Tanah Air Indonesia dengan mengikuti hukum negara yang sudah berlaku. Dengan ragamnya suku bangsa negara ini, timbul pula beberapa konflik yang muncul ketidaksamaan sudut pandang dalam hal tertentu.
Sebab Terjadinya Konflik
Konflik yang terjadi di masyarakat banyak yang membawa embel-embel simbol etnis, agama, dan ras. Pertikaian ini berakibat jatuhnya korban jiwa dan juga perpecahan antar masyarakat.
Kerusuhan dan pertikaian yang terjadi, menunjukkan kurangnya kemampuan pemerintah dalam mengatasi benang merah terjadinya konflik sosial antarmasyarakat. Akumulasi dari tekanan secara mental, spiritual, politik, sosial, budaya, dan ekonomi juga turut dirasakan oleh masyarakat luas imbas dari pertikaian tersebut.
Konflik pada dasarnya merupakan ciri dari dinamika masyarakat, bertujuan memperoleh keadaan yang lebih baik. Konflik ini dapat diartikan sebagai bentuk pertentangan antara satu pihak dengan pihak lainnya, ada pula yang terjadi sebagai perjuangan nilai dan tuntutan atas status, kekuasaan, dan sumber daya yang bersifat langka dengan maksud menetralkan, mencederai, atau melenyapkan lawan.
Konflik dikategorikan atas konflik ringan dan tersembunyi, sampai ke tingkat konflik yang berat dan terbuka. Arah dari konflik ini untuk memperoleh penghargaan dengan cara menghilangkan dan memperlemah persaingan.
Bentuk Konflik
Konflik dapat berupa konflik usaha, huru-hara, teror, SARA, politik, sampai ke konflik pusat-daerah. Selain itu, konflik dapat terjadi secara vertikal dan atau horizontal.
Konflik vertikal terjadi dalam kondisi lingkungan masyarakat yang memiliki status sosial, ekonomi, dan politik yang berbeda secara berjenjang, contohnya konflik kelas. Kemudian, konflik horizontal terjadi pada lingkungan masyarakat yang memiliki status sosial, ekonomi, dan politik yang sederajat, seperti konflik antarkampung, antartetangga, antarpelajar, antarpreman, dan sebagainya.
Konflik adalah hal yang sulit dihindari ketika pihak-pihak yang terlibat tidak memahami satu sama lain dan ketika tujuan serta kebutuhan mereka tidak lagi sejalan.
Pada dasarnya, perbedaan pendapat merupakan bagian alami dalam interaksi sosial. Namun, bila tidak dikelola dengan baik, perbedaan ini dapat memicu kekerasan yang merugikan semua pihak, bahkan merusak lingkungan sekitar. Karena itu, diperlukan pendekatan penyelesaian yang mengutamakan perdamaian bagi semua pihak yang terlibat.
Ketika konflik yang berpotensi menyebabkan kekerasan diselesaikan secara damai, masyarakat di sekitar akan merasakan kedamaian dan rasa aman. Sebaliknya, jika konflik ditangani dengan cara kekerasan yang tidak terkendali, hal ini akan menimbulkan rasa takut, ketidakamanan, dan kepanikan, terutama bagi masyarakat yang terlibat secara langsung dalam konflik. Penyelesaian konflik melalui kekerasan hanya akan memunculkan masalah baru yang memperburuk situasi.
Konflik di antara masyarakat kini semakin mudah muncul, terutama akibat perbedaan pendapat di media sosial, yang dapat berakar pada berbagai isu, mulai dari pandangan tentang idol K-Pop, kebisingan di sekitar tempat peribadatan, hingga preferensi politik. Ketegangan semacam ini menciptakan konflik horizontal di ranah digital, yaitu perselisihan antarindividu atau kelompok yang sama-sama berada dalam posisi sosial yang sejajar.
Beberapa faktor yang mempermudah terjadinya konflik ini meliputi sikap impulsif individu yang rentan tersulut emosi, serta hilangnya nuansa bahasa atau konteks gaya bicara yang sering kali tidak tersampaikan dengan baik di media sosial. Selain itu, unggahan yang memuat pendapat atau sindiran tertentu kerap kali memancing perdebatan yang berpotensi berkembang menjadi adu domba atau saling menghina.
Dengan pengelolaan emosi dan kesadaran akan etika komunikasi di media sosial, konflik semacam ini diharapkan dapat diminimalisasi, sehingga tercipta ruang digital yang lebih sehat dan inklusif bagi semua pihak. Diharapkan bahwa mindfulness atau kesadaran diri para pengguna media sosial dapat menjadi tameng utama dalam memilah dan mengolah informasi yang tersebar luas, sehingga dapat mencegah terjadinya perdebatan dan penyebaran opini yang kurang konstruktif.
Dalam upaya membangun lingkungan yang lebih sehat di ruang digital, peran pemerintah dan masyarakat luas sangat penting untuk membentuk persepsi yang positif terhadap isu-isu yang sebenarnya tidak perlu menjadi konflik.
Peran Pemerintah dan Masyarakat Terhadap Konflik
Pemerintah perlu terus membina masyarakat, terutama generasi muda, untuk membangun kehidupan yang rukun dan damai di tengah keberagaman. Ini dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan dan program pemberdayaan yang mendorong sikap saling menghargai dalam pluralisme. Selain itu peningkatan kesejahteraan ekonomi masyarakat juga sangat penting untuk mengurangi angka pengangguran, yang pada gilirannya dapat menekan potensi konflik horizontal di tengah masyarakat.
Aparat penegak hukum harus responsif terhadap isu-isu yang muncul di masyarakat, dengan melakukan langkah antisipasi dini bersama tokoh masyarakat dan tokoh pemuda, berdasarkan nilai-nilai Pancasila. Dengan adanya pendekatan ini, diharapkan masyarakat tidak mudah terprovokasi atau terpecah oleh isu-isu menyesatkan yang dapat memicu konflik lebih luas. Sebaliknya, masyarakat yang kokoh dalam persatuan dan memiliki kesadaran kritis terhadap informasi yang beredar akan lebih sulit terpengaruh oleh isu negatif yang berpotensi merusak kerukunan sosial.
Referensi: