08 Agustus 2025
14:00 WIB
Medical Tourism: Tren Industri Kesehatan Yang Kian Mengemuka Di Indonesia
Dulu banyak orang Indonesia memilih berobat ke luar negeri karena dianggap pelayanannya lebih baik. Namun, kini, Indonesia sendiri mulai dilirik sebagai tujuan medical tourism di Asia Tenggara.
Penulis: Oktarina Paramitha Sandy
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi Dokter Anak. Shutterstock/Art_Photo
Tahukah Sobat Valid kalau saat ini dunia kesehatan di Indonesia tengah menjadi sorotan dunia? Bukan tanpa alasan, hal ini terjadi karena semakin populernya medical tourism, yang menjadi salah satu daya tarik dunia kesehatan di Indonesia.
Jika dulu banyak orang Indonesia memilih berobat ke luar negeri karena dianggap pelayanannya lebih baik, sekarang kondisinya mulai berbalik. Justru, Indonesia yang mulai dilirik sebagai tujuan medical tourism di Asia Tenggara.
Saat ini, semakin banyak wisatawan asing yang datang ke Indonesia untuk mendapatkan layanan perawatan medis berkualitas, biaya yang lebih terjangkau, sekaligus menikmati keindahan alam Indonesia. Kenapa bisa begitu?
Menurut laporan dari Research and Markets (2023), industri medical tourism global diprediksi tumbuh pesat dengan rata-rata pertumbuhan tahunan 21,1% hingga 2028. Negara, seperti Indonesia, disebut-sebut sebagai “the rising star” karena bisa menawarkan layanan medis berstandar internasional dengan harga bersaing.
Hal ini juga didukung dengan pernyataan Presiden Prabowo yang ingin menjadikan Indonesia, khususnya Bali, sebagai pusat medical tourism. Dalam pidatonya saat meresmikan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sanur, Bali, ia menekankan bahwa, Indonesia memiliki peluang besar untuk menyediakan layanan kesehatan kelas dunia sekaligus menawarkan destinasi wisata unggulan. Terlebih, saat ini semakin banyak layanan kesehatan dunia yang memiliki kualitas yang sama dengan layanan kesehatan di luar negeri.
Bahkan, dalam penelitian berjudul Barriers to The Development of Medical Tourism: a scoping review from a global perspective and lessons learned for Indonesia (2024), Indonesia punya tiga keunggulan utama: lokasi yang strategis; pelayanan medis yang makin maju; dan kekayaan budaya, yang bisa jadi pelengkap pengalaman pasien. Ditambah lagi, banyak rumah sakit kini mulai menawarkan layanan untuk pasien internasional, lengkap dengan penerjemah, akomodasi, dan transportasi bandara.
Namun, sebenarnya apa sih medical tourism itu? Kenapa Indonesia bisa jadi pilihan utama untuk tren kesehatan ini? Kemudian, apa yang perlu disiapkan supaya Indonesia benar-benar bisa jadi pemain utama di industri ini? Artikel ini akan mengupas tuntas semua pertanyaan itu.
Yuk, baca sampai habis ya Sobat Valid, biar kamu nggak ketinggalan info lengkap tentang tren yang lagi naik daun ini!
Apa Itu Medical Tourism?
Medical tourism atau wisata medis, merupakan fenomena global di mana seseorang melakukan perjalanan ke negara lain dengan tujuan utama untuk mendapatkan layanan medis, baik bersifat kuratif, preventif, maupun estetika. Konsep ini menggabungkan dua tujuan utama dalam satu perjalanan, yaitu memperoleh perawatan kesehatan dan menikmati pengalaman wisata di destinasi tujuan.
Dalam praktiknya, wisatawan dapat menjalani prosedur medis sambil menikmati keindahan alam dan budaya lokal, menjadikan proses pemulihan lebih menyenangkan dan berkesan.
Dikutip dari Journal of Travel Medicine terbitan Oxford Academic (2024), medical tourism semakin populer seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat global akan layanan medis yang terjangkau, berkualitas, dan cepat diakses. Fenomena ini tidak hanya menjanjikan efisiensi biaya, tetapi juga menawarkan nilai tambah dalam bentuk kenyamanan dan pengalaman budaya.
Di Indonesia, layanan medis yang tersedia dalam skema wisata medis sangat beragam, mencakup tindakan kosmetik, seperti rhinoplasty dan breast augmentation; perawatan gigi menyeluruh; medical check-up lengkap, hingga prosedur medis lanjutan. Misalnya, operasi ortopedi, bedah jantung, atau transplantasi organ.
Bahkan, dalam beberapa tahun terakhir, layanan fertilitas, seperti In Vitro Fertilization (IVF) juga menjadi salah satu yang paling diminati, terutama oleh pasangan dari negara maju yang menghadapi keterbatasan biaya atau regulasi ketat di negara asal mereka.
Menurut International Journal of Environmental Research and Public Health (2021), motivasi utama seseorang memilih wisata medis khususnya ke Indonesia, antara lain efisiensi biaya, ketersediaan layanan spesifik, dan waktu tunggu yang relatif lebih singkat dibanding negara asal. Misalnya, prosedur yang memerlukan waktu tunggu berbulan-bulan di Eropa atau Amerika Serikat, dapat dilakukan dalam hitungan minggu di negara seperti Indonesia.

Lima Besar Dunia
Indonesia, sebagai salah satu negara tujuan utama wisata medis di kawasan Asia Tenggara, memiliki sejumlah keunggulan kompetitif. Selain menawarkan biaya perawatan yang relatif lebih rendah, Indonesia juga memiliki fasilitas kesehatan yang terakreditasi internasional, serta tenaga medis profesional yang terlatih.
Dikutip dari Travel and Tour World (2025), pasien internasional yang datang ke Indonesia umumnya mencari layanan kosmetik dan perawatan gigi, serta memanfaatkan kesempatan tersebut untuk berlibur di destinasi unggulan, seperti Bali, Yogyakarta, atau Lombok.
Fenomena ini banyak terlihat pada wisatawan asal Australia yang datang ke Indonesia untuk menjalani perawatan gigi atau prosedur kecantikan. Usai menjalani perawatan medis, mereka menghabiskan waktu pemulihan dengan berlibur di pantai-pantai tropis. Hal ini dilakukan tidak hanya untuk mempercepat proses pemulihan, tetapi juga memberikan pengalaman emosional yang positif.
Lebih lanjut, studi dari International Journal of Environmental Research and Public Health (2020) menyebutkan bahwa Indonesia termasuk dalam lima besar negara tujuan wisata medis global. Faktor utama yang mendorong posisi ini adalah kualitas layanan medis yang kompetitif serta kekuatan sektor pariwisata yang sudah mapan.
Secara global, sektor medical tourism menunjukkan tren pertumbuhan signifikan. Data pada tahun 2022 mencatat nilai pasar global wisata medis telah mencapai US$115,6 miliar, dengan proyeksi pertumbuhan tahunan mencapai 11,59% (International Journal of Environmental Research and Public Health, 2022). Angka ini menunjukkan bahwa sektor ini bukan sekadar tren sementara, melainkan bagian dari transformasi sistem layanan kesehatan global.
Sementara itu, studi terkini dari PMC yang berjudul, Exploring the Potential of a Multi-Level Approach to Advance the Development of the Medical Tourism Industry in Indonesia (2024) mengungkapkan bahwa Indonesia memiliki peluang besar untuk mengembangkan industri wisata medis.
Dengan dukungan teknologi medis canggih, rumah sakit bertaraf internasional, sumber daya manusia yang kompeten, dan biaya yang kompetitif, Indonesia berpotensi menjadi pusat wisata medis terkemuka di Asia.
Mengapa Medical Tourism Semakin Diminati di Indonesia?
Medical tourism atau wisata medis terus menunjukkan pertumbuhan signifikan di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini tidak lagi sekadar tren jangka pendek, melainkan telah berkembang menjadi salah satu sektor strategis yang memiliki potensi besar untuk mendongkrak perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari meningkatnya jumlah pasien internasional yang datang untuk berobat sekaligus menikmati masa pemulihan di berbagai destinasi wisata unggulan seperti Bali, Jakarta, dan Yogyakarta.
Salah satu daya tarik utama yang mendorong wisatawan medis ke Indonesia adalah efisiensi biaya yang ditawarkan. Jika dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Australia, atau negara-negara Eropa Barat, biaya prosedur medis di Indonesia bisa lebih rendah hingga 50–70%. Meskipun tarif yang ditawarkan jauh lebih terjangkau, kualitas layanan yang diberikan tidak serta-merta lebih rendah.
Banyak rumah sakit di Indonesia telah mengantongi akreditasi internasional seperti Joint Commission International (JCI), serta menjalin kerja sama dengan lembaga-lembaga medis ternama dunia. Kualitas pelayanan yang kompetitif inilah yang membuat Indonesia mampu bersaing dengan negara tetangga seperti Thailand dan Malaysia, yang terlebih dahulu dikenal sebagai pusat wisata medis di kawasan Asia Tenggara.
Hal ini juga didukung oleh Laporan dari IMARC Group (2024), yang menunjukkan bahwa nilai pasar medical tourism di Indonesia diperkirakan mencapai US$1,73 miliar dan diproyeksikan akan meningkat hingga USD 9,68 miliar pada 2033, dengan laju pertumbuhan tahunan sebesar 18,76%.
Pertumbuhan ini juga didorong oleh peningkatan kesadaran masyarakat global terhadap alternatif perawatan yang lebih hemat biaya namun tetap aman dan efektif. Indonesia menjadi pilihan yang menjanjikan, terlebih karena pelayanannya yang mengutamakan pendekatan personal dan budaya ramah terhadap pasien asing.
Tak hanya menawarkan efisiensi dan kualitas, wisata medis di Indonesia juga memiliki keunggulan geografis dan lingkungan yang mendukung proses penyembuhan. Setelah menjalani prosedur medis, pasien dapat menjalani masa pemulihan di tengah suasana tropis yang tenang dan nyaman. Lanskap pantai, pegunungan, hingga kawasan pedesaan yang kaya akan budaya lokal menjadi bagian dari pengalaman yang tidak ditawarkan oleh kebanyakan negara lain.
Lingkungan yang menenangkan ini terbukti mempercepat proses pemulihan secara mental maupun fisik, sebagaimana disampaikan dalam sejumlah riset tentang manfaat psikologis wisata penyembuhan.
Dukungan dari pemerintah Indonesia juga memainkan peran penting dalam mendorong pertumbuhan sektor ini. Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah telah meluncurkan berbagai inisiatif strategis, termasuk pembangunan Zona Ekonomi Khusus (KEK) Kesehatan di Sanur, Bali. Proyek ini dirancang untuk menjadi pusat layanan kesehatan berkelas internasional yang terintegrasi dengan fasilitas pariwisata dan riset medis.
Menurut Supriadi et al. (2024) dalam jurnal Healthcare, langkah ini merupakan bagian dari strategi besar untuk memperkuat daya saing Indonesia di ranah wisata medis global, sekaligus mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap pengobatan ke luar negeri. Pasalnya, berdasarkan data Kementerian Kesehatan dan Badan Riset Nasional, sekitar 600.000 hingga 1 juta warga Indonesia setiap tahun berobat ke luar negeri, dengan total pengeluaran mencapai lebih dari US$10 miliar.
Selain itu, kemudahan akses juga menjadi faktor penunjang penting. Banyak rumah sakit dan klinik di Indonesia kini menyediakan paket wisata medis yang komprehensif, mencakup penjemputan dari bandara, penginapan, konsultasi medis, hingga opsi tur lokal selama masa pemulihan. Staf medis dan layanan pelanggan yang menguasai berbagai bahasa asing turut menjadi nilai tambah, terutama bagi wisatawan dari negara-negara di kawasan Asia, Australia, dan Timur Tengah.
Mungkinkah Indonesia Menjadi Pusat Wisata Medis Dunia?
Indonesia tengah berada di titik strategis untuk memainkan peran penting dalam industri wisata medis global. Dengan pertumbuhan infrastruktur kesehatan yang signifikan, kemajuan teknologi medis, serta daya tarik wisata yang mendunia, negara ini memiliki peluang besar untuk bersaing di pasar internasional yang selama ini didominasi oleh negara-negara seperti Thailand, Malaysia, dan Singapura.
Secara global, industri wisata medis mengalami pertumbuhan yang pesat.
Berdasarkan laporan dari National Library of Medicine (PMC, 2024), pasar wisata medis dunia diperkirakan tumbuh sebesar 21,1 persen per tahun pada periode 2021 hingga 2028. Tren ini didorong oleh peningkatan biaya layanan kesehatan di negara-negara maju, lamanya antrean pelayanan medis, serta meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap alternatif perawatan kesehatan yang lebih terjangkau namun tetap berkualitas.
Indonesia memiliki modal yang kuat untuk menangkap peluang tersebut. Sejumlah rumah sakit dan klinik di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Denpasar telah dilengkapi dengan fasilitas berstandar internasional, bahkan beberapa di antaranya telah terakreditasi oleh Joint Commission International (JCI).
Namun, potensi besar ini tidak hadir tanpa tantangan. Persaingan regional masih sangat ketat. Thailand dan Malaysia, misalnya, telah terlebih dahulu memantapkan posisi mereka sebagai destinasi wisata medis unggulan di Asia Tenggara. Kedua negara tersebut memiliki sistem promosi internasional yang solid, fasilitas medis yang terstandarisasi secara nasional, serta regulasi yang mendukung integrasi antara sektor kesehatan dan pariwisata.
Meskipun memiliki fasilitas dan SDM yang memadai, masih menghadapi kendala dalam hal persepsi dan kepercayaan publik. Data dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyebutkan bahwa setiap tahun, lebih dari satu juta warga negara Indonesia memilih untuk menjalani pengobatan di luar negeri, terutama ke Malaysia dan Singapura. Kondisi ini menunjukkan adanya celah kepercayaan terhadap sistem layanan kesehatan domestik, yang jika tidak segera diatasi, dapat menjadi penghambat serius bagi pertumbuhan sektor wisata medis nasional.
Untuk menjawab tantangan tersebut, pemerintah perlu melakukan serangkaian langkah strategis yang bersifat holistik. Pertama, diperlukan peningkatan kualitas dan konsistensi pelayanan medis di seluruh wilayah, tidak hanya di kota-kota besar. Pelatihan intensif bagi tenaga kesehatan, penguasaan bahasa asing oleh staf rumah sakit, serta penyediaan layanan penunjang seperti akomodasi pemulihan, transportasi, dan penerjemah medis profesional merupakan hal-hal mendasar yang perlu dibenahi.
Selain itu, promosi yang terintegrasi secara internasional juga harus menjadi prioritas. Kolaborasi antara rumah sakit, agen wisata, dan pemerintah dapat menghasilkan paket wisata medis yang kompetitif, seperti penawaran treatment and recovery yang menggabungkan prosedur medis di Jakarta dengan masa pemulihan di resort kesehatan di Bali atau Lombok. Konsep ini telah terbukti berhasil di negara lain, dan Indonesia memiliki semua sumber daya untuk menerapkannya secara luas.
Dalam jangka menengah hingga panjang, wisata medis tidak hanya berpotensi menjadi sumber devisa baru, tetapi juga menjadi pendorong transformasi sistem layanan kesehatan nasional agar lebih kompetitif.
Jadi, Sobat Valid tertarik untuk mencoba medical tourism di kota mana di Indonesia? Atau, sudah pernah mencobanya?
*Penulis merupakan kontributor di Validnews.id
Referensi: