c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

CATATAN VALID

25 September 2025

15:00 WIB

Mampukah Green Education Curriculum Mengubah Arah Masa Depan Bangsa?

Green education curriculum yang menyeralaskan nilai-nilai keberlanjutan dan ilmu pengetahuan sudah diterapkan di beberapa negara, dengan tujuan mengubah arah mada depan

Penulis: Nabila Ayu Ramadhani

Editor: Rikando Somba

<p>Mampukah <em>Green Education Curriculum</em> Mengubah Arah Masa Depan Bangsa?</p>
<p>Mampukah <em>Green Education Curriculum</em> Mengubah Arah Masa Depan Bangsa?</p>

Sekelompok pelajar yang ceria sedang menikmati obrolan dan tertawa bersama sambil berjalan di taman hijau. Konsep green education curriculum. Shutterstock/BongkarnGraphic.

Pendidikan merupakan salah satu kunci utama dalam mencetak generasi-generasi unggul demi menjamin masa depan bangsa yang lebih baik. Semua individu di beragam belahan dunia tentu mengamini. Pendidikan formal juga adalah 'tangga' mengubah nasib dan status sosial seseorang, bahkan suatu bangsa. 

Akan tetapi, peran mendidik bukan hanya menjadi tugas sekolah. Orang tua juga bertanggung jawab membekali anak-anaknya melalui rasa kepedulian, tanggung jawab, hingga kesadaran agar kelak mereka tumbuh menjadi pribadi yang mandiri, berkarakter, dan peka terhadap hal-hal di sekelilingnya. Kepedulian terhadap lingkungan hidup juga menjadi tanggungjawab kedua elemen ini, sekolah dan rumah.  

Terkait kepedulian terhadap lingkungan, belakangan ada 720 sekolah di Indonesia telah berhasil meraih penghargaan yang berkategori ‘Adiwiyata Mandiri dan Adiwiata Nasional’ pada 2024. Penghargaan yang disematkan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Penghargaan ini merujuk pada implementasi kurikulum hijau atau green curriculum yang diyakini sebagai komitmen Indonesia dalam upaya merancang sistem pendidikan sesuai dengan prinsip keberlanjutan. 

Lantas, sejauh mana Sobat Valid sudah mengenal istilah green education curriculum? Yuk, simak pembahasannya!

Kurikulum Hijau sebagai Prioritas Pendidikan Global
Green education curriculum atau kurikulum hijau adalah pendekatan pendidikan yang menyeralaskan nilai-nilai keberlanjutan dan ilmu pengetahuan menjadi satu kesatuan dalam kegiatan belajar mengajar. Pendekatan ini bertujuan membangun rasa peduli terhadap keselamatan lingkungan, terutama pada anak-anak usia dini, sehingga mereka tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang berpotensi merusak keadaan alam di sekitarnya.

Berbeda dengan konsep pendidikan biasa, green education curriculum hadir sebagai bentuk kolaborasi antara pentingnya ilmu pendidikan dan penerapan gaya hidup sehat. Melalui kolaborasi tersebut, tercipta sebuah gerakan yang tidak hanya mengajak individu untuk memahami materi pembelajaran, tetapi juga dilatih agar dapat mengatasi sejumlah persoalan lingkungan. 

Di belahan dunia sana, kurikulum ini bukan hal baru. Banyak negara, yang dominan berada di wilayah Eropa Utara, atau yang dikenal sebagai wilayah Nordik sudah menerapkannya. Lalu, negara mana saja yang sudah melaksanakan pendekatan ini? Dan, bagaimana cara mereka mengimplementasikannya?

Denmark
Denmark memang kondang dikenal karena konsistensinya dalam mengimplementasikan prinsip keberlanjutan melalui sistem pendidikan. Salah satu contohnya, mereka telah merevisi kurikulum guru pada tahun 2020 yang bertujuan menyeimbangkan materi agar sejalan dengan konsep green education curriculum. Upaya ini terus berlanjut hingga awal 2024, di mana materi pembelajaran di sekolah dasar ditinjau ulang supaya lebih mengedepankan nilai-nilai keberlanjutan di setiap model pembelajarannya.

Finlandia
Finlandia terus memperkuat komitmennya terhadap Education for Sustainable Development (ESD), mulai dari tingkat lokal, regional, hingga nasional. 

Melalui dukungan dari kementerian, asosiasi, universitas, serta lembaga nirlaba, program ESD semakin menjadi prioritas utama. Selain itu, universitas maupun asosiasi profesional seperti SYKLI Environmental College juga turut menyediakan kesempatan pengembangan profesional di bidang pendidikan lingkungan yang menunjang berjalannya program ini.

Norwegia
Norwegia telah menetapkan Kurikulum wajib sekolah yang bertajuk ‘Læreplanverket for Kunnskapsløftet’ (LK20) sejak Agustus 2020. Mereka memposisikan prinsip keberlanjutan sebagai salah satu dari tiga topik interdisipliner bersama dengan aspek sosial, alam, hingga kesehatan. Seluruh aspek ini kemudian dituangkan ke berbagai mata pelajaran demi merealisasikan konsep green education curriculum di setiap sekolah.

Swedia
Kurikulum wajib sekolah atau Läroplan för grundskolan (Lgr22) di Swedia juga turut mengalami perombakan ulang pada tahun 2022. Kurikulum tersebut menambahkan berbagai pembahasan baru seperti seksualitas, persetujuan, serta memperkuat nilai-nilai fundamental, yang menggambarkan pentingnya peran sekolah dalam membangun perspektif siswa mengenai isu lingkungan, historis, dan etika terhadap lingkungan.

Mengapa Kurikulum Hijau Penting bagi Generasi Mendatang?
Pendidikan tidak hanya berfungsi sebagai sarana transfer ilmu, tetapi juga perantara dalam membangun rasa tanggung jawab terhadap pentingnya menjaga keberlangsungan hidup di bumi. Di tengah meningkatnya tantangan global, mulai dari perubahan iklim, pencemaran, dan menipisnya sumber daya alam, hadirnya kurikulum hijau menjadi salah satu upaya efektif guna membentuk generasi muda yang lebih memahami keterkaitan antara manusia dan lingkungan.

Bukan sekadar teori, green education curriculum menggabungkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan dalam satu kesatuan padu yang berhubungan langsung dengan prinsip keberlanjutan. Melalui pendekatan ini, siswa tidak hanya memperoleh ilmu baru, tetapi juga mampu mengaplikasikan nilai-nilai keberlanjutan dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Inilah beberapa alasan utama mengapa kurikulum hijau menjadi sangat penting untuk diterapkan.

Menghadirkan Generasi Peduli Lingkungan
Green education curriculum berperan penting dalam menanamkan sikap cinta bumi sejak dini melalui praktik-praktik sederhana, misalnya membuang sampah pada tempatnya, hemat energi, dan tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang berpotensi merusak alam sekitar. Pendekatan pendidikan ini menjembatani ilmu dan aksi nyata lewat proyek lingkungan atau kegiatan sosial yang mendukung berjalannya praktik keberlanjutan.

Kurikulum hijau sebagai tonggak utama dalam merealisasikan penyebaran ilmu pendidikan yang tidak hanya berfokus pada segi akademis, tetapi juga menyertai nilai-nilai keberlanjutan dalam modul pembelajaran. Oleh karena itu, pihak sekolah perlu merancang program-program hijau yang dapat menarik kontribusi siswa untuk melakukan kegiatan ramah lingkungan,  seperti bersepeda atau menanam tanaman-tanaman di sekitar halaman sekolah. Dengan begitu, tercipta kolaborasi yang dapat membantu memajukan masa depan negara ke arah yang lebih baik.

Menciptakan Kegiatan Ramah Lingkungan 
Untuk kelestarian bumi, generasi penerus bangsa perlu dibekali pemahaman dan keterampilan yang mumpuni agar mampu beradaptasi dengan persoalan lingkungan, misalnya krisis iklim, polusi, hingga tingginya timbunan sampah. Jika dibiarkan, kondisi-kondisi ini berpotensi menghambat implementasi program pembangunan berkelanjutan di Indonesia. 

Melalui kurikulum hijau, peserta didik tidak hanya dapat membedakan berbagai masalah yang memicu kerusakan alam, tetapi juga diajarkan bagaimana cara menghadapi tantangan-tantangan yang kerap muncul selama menjalani kehidupan sehari-hari. Salah satu contoh dan tujuannya semisal terciptanya suasana belajar di tempat yang nyaman, bersih, dan sejuk. Tentu saja hal ini bukan hal mustahi untuk diciptakan. Kita dapat merasakan pengalaman ini lewat implementasi green education curriculum.

Sama halnya seperti di  perguruan tinggi. Setiap mahasiswa pasti mendambakan kondisi lingkungan kampus yang bersih dan asri agar tetap semangat ketika memasuki jam pelajaran. Akan tetapi, dalam mengimplementasikan green education curriculum, diperlukan kontribusi penuh dari segala pihak, baik mahasiswa, dosen, serta  petinggi kampus demi mengoptimalisasi dan mendorong hadirnya berbagai program berbasis eco-event atau kegiatan ramah lingkungan, misalnya.

Dalam mengintegrasikan pendekatan pendidikan ini, siswa tidak hanya merasa nyaman ketika berada di lingkungan sekolah, tetapi juga memiliki rasa peduli terhadap kelestarian alam sekitar. Dengan kondisi ruang kelas yang memadai, anak-anak mampu memahami materi dengan baik tanpa melihat gangguan-gangguan yang berpotensi mengganggu konsentrasi selama jam pelajaran berlangsung.

Penerapan kurikulum hijau pada lembaga pendidikan bisa diwujudkan melalui pendirian kegiatan ekstrakurikuler berbasis edukasi, misalnya penanaman pohon, konservasi lingkungan kampus, hingga sosialisasi edukasi kepada masyarakat sekolah. Kegiatan ini mampu mendorong peserta didik agar lebih berkontribusi dalam kegiatan yang sejalan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan.

Upaya implementasi kurikulum hijau juga bisa diwujudkan melalui pengelolaan infrastruktur sekolah, misalnya membangun gedung yang menggunakan bahan baku ramah lingkungan seperti bambu, memaksimalkan sinar matahari sebagai pencahayaan ruangan alami, hingga pemanfaatan energi alternatif lewat pemasangan panel surya agar mampu menurunkan biaya operasional listrik.

Siswa ataupun mahasiswa diyakini mampu menciptakan ide-ide kreatif yang dilakukan ke dalam berbagai hal, misalnya membuat produk eco-friendly atau produk ramah lingkungan, yang menjadi bukti nyata dari upaya penerapan green education curriculum di sektor pendidikan. Berbagai contohnya, membuat eco-bag sebagai alternatif kantong plastik sekali pakai, mengolah makanan sehat berbahan organik, serta merancang inovasi energi alternatif yang sederhana namun menyimpan banyak manfaat.

Problematika Dalam Menerapkan Green Education Curriculum
Kurikulum hijau yang biasa disebut sebagai pendidikan lingkungan atau Environmental Education (EE) merupakan sebuah pendekatan pendidikan yang bersifat dinamis dan kolaboratif. Pendekatan ini berfokus pada pengembangan pengetahuan dan keterampilan peserta didik dalam mengatasi masalah lingkungan dan memperkenalkan prinsip pembangunan berkelanjutan, pertumbuhan ekonomi, serta tanggung jawab terhadap keseimbangan ekologi.

Meskipun optimalisasi dan pemanfaatan kurikulum hijau dipercaya membawa banyak manfaat dalam membentuk generasi yang lebih peduli lingkungan, pelaksanaan praktik kerjanya tentu bukan menjadi hal yang mudah. 

Salah satu tantangan dalam implementasi green education curriculum di Indonesia adalah kurangnya kebijakan-kebijakan yang mendukung keberhasilan berjalannya kurikulum hijau. Mulai dari sentralisasi pendidikan, lemahnya tata kelola, hingga sistem pengajaran yang masih bersifat tradisional, menjadi faktor penghambat dalam merealisasikan kurikulum berbasis ramah lingkungan dan berkelanjutan di ranah pendidikan.

Menurut situs resmi Media Keuangan Kemenkeu, sejak tahun 2009 pemerintah Indonesia wajib menyisihkan sekitar 20% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang ditujukan kepada pengembangan sistem pendidikan sebagaimana tertuang pada UUD 1945. Sayangnya, kebijakan efisiensi anggaran dan kurangnya perhatian dari pemerintah juga membuat penerapan kurikulum hijau belum bisa sepenuhnya berjalan di Indonesia. Beberapa alasannya seperti terbatasnya program pelatihan guru, kurangnya pengembangan kurikulum, hingga minimnya penyediaan fasilitas ramah lingkungan di wilayah sekolah.

Tak sedikit orang lebih menganggap bahwa keberlanjutan lingkungan sebagai hal yang sepele yang tidak terlalu penting bagi masa depan negara. Selain itu, sebagian wilayah di Indonesia juga kerap mengalami keterbatasan akses informasi terkait pengembangan penerapan kurikulum hijau di berbagai wilayah. Keterbatasan akses ini berpotensi menghambat penyebaran fakta penting yang berpotensi menyulitkan proses interaksi antarlembaga pendidikan.

Implementasi Kurikulum Hijau di Lembaga Pendidikan Indonesia
Perancangan materi kurikulum hijau di Indonesia tertuju pada berbagai mata pelajaran yang membahas isu perubahan iklim, pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan, pola konsumsi yang bertanggung jawab, serta pengelolaan limbah dan lingkungan guna menekan risiko dari eksploitasi keanekaragaman hayati, baik di darat maupun perairan.

Upaya pengembangan green education curriculum ternyata sudah mulai tersebar pada sejumlah sekolah maupun perguruan tinggi di Indonesia. Hal ini dibuktikan melalui integrasi prinsip keberlanjutan ke dalam proses belajar mengajar, baik mata pelajaran, kegiatan praktikum, hingga unit kegiatan yang jenis praktiknya berorientasi langsung pada kegiatan-kegiatan ramah lingkungan. 

Universitas Indonesia (UI) merupakan salah satu contoh perguruan tinggi negeri yang secara konsisten berupaya mengintegrasikan pendekatan kurikulum hijau lewat proses pembelajaran, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Komitmen UI terhadap kelestarian lingkungan juga tercermin pada keberhasilannya dalam menempati peringkat pertama di lingkup Asia dengan kategori 'UI GreenMetric World University Rankings' pada tahun 2024. Pencapaian ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa UI turut mempertimbangkan kualitas pendidikan dan peran strategis guna membentuk generasi muda yang peduli terhadap kesehatan lingkungan di sekitarnya. 

Di saat sama, IPB  juga semakin meneguhkan komitmennya terhadap keberlanjutan lingkungan karena memang fokus utama kampusnya adalah di bidang pertanian, pangan, dan alam sekitar. Kampus ini selalu terdaftar dalam list penghargaan 'UI GreenMetric World University Rankings 2024’. bahkan mereka juga menduduki peringkat 29 sebagai kategori kampus paling berkelanjutan di dunia. Selain itu, IPB juga turut menerapkan konsep green campus melalui efisiensi energi, pengelolaan sampah secara bijak, konservasi air, hingga pengaplikasian transportasi ramah lingkungan, khususnya di area kampus.

SMAN 5 Denpasar dan Green School Bali
Sementara, Masih sedikit ditemukan sekolah di Indonesia yang benar-benar mengimplementasikan konsep green education curriculum dalam kegiatan praktik belajar-mengajar sehari-hari. Berbeda dengan SMAN 5 Denpasar (Smanela), mereka justru menjadi salah satu bukti keberhasilan penerapan kurikulum hijau di taraf sekolah menengah atas melalui pengembangan di bidang akademik, seni, budaya, maupun lingkungan. 

Smanela juga seringkali menjuarai lomba Adiwiyata tingkat nasional sebanyak empat kali berturut-turut, sehingga dinobatkan sebagai ‘Sekolah Adiwiyata Mandiri’ sepanjang tahun 2008 sampai 2011.

Sementara, Green School Bali merupakan salah satu bukti nyata penerapan green education curriculum di lembaga pendidikan sejak tahun 2008. Berbagai upaya yang mencerminkan manifestasi antara konsep keberlanjutan dan kurikulum hijau yaitu terlihat pada pemanfaatan bambu sebagai material utama bangunan, mengutamakan efisiensi energi, serta penggunaan energi panas bumi dalam kegiatan belajar sehari-hari.

Nah, dapat kita simpulkan bahwa green education curriculum adalah sebuah pendekatan pendidikan yang menanamkan nilai keberlanjutan sekaligus melatih siswa agar lebih peduli terhadap isu lingkungan sejak usia dini. Sayangnya, masih sedikit yang menerapkannya.

Mnurut Sobat Valid, apakah bisa seluruh lembaga pendidikan di Indonesia turut mengikuti jejak penerapan kurikulum hijau lewat langkah kecil sehari-hari?

*Penulis merupakan mahasiswa aktif, tengah magang mandiri di Validnews.id.


Referensi:

  1. 4Status of Sustainability Education in the Nordic Countries. (n.d.).
  2. Denpasar Kota. (2014, September 05). Ciptakan Sekolah Hijau, Smanela Terapkan Kurikulum Berbasis Lingkungan Hidup. Retrieved from Denpasar Kota.
  3. KLHK. (2024, Oktober 02). Penghargaan Adiwiyata Pertegas Peran Penting Sekolah Ciptakan Generasi Peduli Lingkungan Hidup. Retrieved from Kementerian Lingkungan Hidup.
  4. UNESCO. (2024, December 04). Greening the Curriculum. Retrieved from Unesco.
  5. Willey Online Library. (n.d.). Memajukan pendidikan hijau di kawasan MENA: Tantangan, peluang, dan praktik terbaik. Retrieved from N Linelibrary. 

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar