c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

CATATAN VALID

11 November 2025

14:00 WIB

Job Hugging Punya Dampak Positif dan Negatif, Haruskah Dicegah?

Job hugging merupakan sebuah istilah yang mengacu pada fenomena ketika seorang karyawan berpegang erat, atau diibaratkan memeluk pekerjaannya.

Penulis: Novelia

Editor: Rikando Somba

<p><em id="isPasted">Job Hugging&nbsp;</em>Punya Dampak Positif dan Negatif, Haruskah Dicegah?</p>
<p><em id="isPasted">Job Hugging&nbsp;</em>Punya Dampak Positif dan Negatif, Haruskah Dicegah?</p>

Ilustrasi seorang pria yang mencintai pekerjaannya dengan memeluk laptop. Shutterstock/Studio Romantic.

Pernahkah Sobat Valid punya teman yang setiap hari mengeluh di kantor dan bilang mau segera resign, tapi nyatanya, setelah bertahun-tahun dia masih juga di kantor dan pekerjaan yang sama, walau tanpa kenaikan gaji yang signifikan? 

Kamu tak perlu heran. Temanmu ini tak sendirian. Banyak orang yang punya kesamaan sikap seperti itu. Mungkin temanmu sedang mengalami fenomena job hugging.

Apa Itu Job Hugging dan Mengapa Terjadi?
Job hugging merupakan sebuah istilah yang mengacu pada fenomena ketika seorang karyawan berpegang erat, atau diibaratkan memeluk, pekerjaan yang sedang mereka jalani. Fenomena ini menggambarkan perilaku kerja seseorang yang secara sengaja ataupun tidak memilih bertahan dengan peran mereka untuk jangka waktu yang jauh lebih lama dari yang sebelumnya diperkirakan.

Konon, fenomena job hugging hadir pertama kali setelah masa turnover yang cepat di dunia industri. Tapi, apa saja sih alasan mengapa ia terjadi?

Pertama, seseorang yang mengalami job hugging umumnya enggan berpindah jalur karier karena tidak ingin mengambil risiko memulai pekerjaan baru. Ia merasa pekerjaan yang sedang diembannya sudah cukup stabil. Sebaliknya, dia sebenarnya khawatir jika rasa aman tersebut tidak ia temukan di tempat kerja yang lain.

Kedua, job hugging biasanya terjadi karena sejumlah karyawan merasa bahwa peluang kerja di luar telah sangat merosot, terutama sejak indeks Eagle Hill Retention pada 2023 lalu. Akibatnya, lahir persepsi bahwa proses pencarian kerja akan rumit dan melelahkan, serta memakan waktu yang sangat lama.

Terakhir, fenomena ini mungkin juga lahir dari ketidakpastian global dan teknologi. Misalnya, ketika pandemi membuat perekonomian global anjlok dan terjadi banyak pemutusan hubungan kerja (PHK) massal. Kejadian tak terduga ini turut membuat para pekerja makin tak yakin dengan keadaan sehingga lebih memilih bertahan dengan pekerjaannya.

Kecenderungan untuk bertahan yang terjadi pada fenomena job hugging bisa menghambat karyawan yang tengah berkembang untuk maju. Memang sih, pekerja yang loyal dapat membawa manfaat finansial bagi perusahaan. Akan tetapi, terlalu banyaknya karyawan yang bertahan di perannya justru akan memberi dampak buruk bagi perusahaan karena menimbulkan stagnansi.

Ciri-Ciri Kamu Mengalami Job Hugging
Kamu ragu apakah sedang mengalami job hugging atau tidak? Fenomena ini bisa kelihatan dari niat dan caramu memandang karier, serta persepsi terhadap pasar kerja, Sobat Valid. Apa saja gejalanya?

1. Niat dan Perilaku Kerja
Kalau kamu punya rencana bertahan dalam waktu yang cukup lama di pekerjaanmu saat ini, itu adalah tanda kuat kalau kamu mengalami job hugging. Kamu malas pindah ke perusahaan atau organisasi lain, bahkan jika direkrut untuk posisi yang menarik, atau menawarkan gaji yang lebih tinggi.

Kamu mulai menganggap stabilitas adalah prioritas, di mana menurutmu hal itu sudah didapatkan pada perusahaan tempatmu bekerja saat ini. Ada kecemasan bahwa kamu tak bisa mendapatkan kenyamanan atau stabilitas itu jika pindah kerja ke tempat lain.

2. Persepsi Terhadap Pasar Kerja
Sejumlah pemikiran pesimistis terhadap industri kerja menandakan kalau kamu mungkin mengalami job hugging. Misalnya, ketika kamu mulai merasa enggan mengambil risiko pindah kerja. Kamu pikir, ada potensi jika pindah ke tempat baru, kamu akan jadi yang terakhir masuk dan pertama keluar lagi ketika terjadi restrukturisasi.

Selain itu, keadaan global yang tak menentu, ataupun perkembangan artificial intelligent (AI) yang makin pesat, mulai membuat kamu takut bersaing. Selain itu, pikiranmu juga terpaku pada bayangan lamanya proses rekrutmen, hingga berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Kamu mulai membayangkan bakal berujung status pengangguran yang juga lama, padahal kamu juga belum tentu diterima di perusahaan baru tersebut.

Dampak Negatif dan Positif dari Job Hugging
Dengan berbagai ciri-cirinya, ternyata fenomena job hugging bagai pedang bermata dua. Ada dampak positif, namun ada pula dampak negatifnya. 

Di satu sisi, keadaan ini mampu memberikan ketenangan dan stabilitas bagi yang mengalami. Akan tetapi, di sisi lain, ia bisa menjadi biang keladi dari stagnansi dan menciptakan risiko burn out jika terlalu lama terjadi.

Jika dilihat dari sisi positifnya, perilaku job hugging mampu memberikan rasa aman dan keseimbangan dalam menjalani hidup. Bagi mereka yang melakukannya, keputusan untuk berada di tempat kerja yang sama dalam periode yang sangat panjang bukanlah tanpa alasan. 

Ada kenyamanan berupa rasa aman secara finansial yang mereka nilai akan sulit didapatkan jika berpindah peran atau kantor. Meski kerap dicap negatif, pilihan untuk mengamankan pendapatan yang stabil nyatanya berperan besar dalam mengurangi stres sehari-hari.

Tak hanya itu, para job huggers juga bisa dibilang telah menemukan keseimbangan antara kehidupan pribadi dengan ritme profesional. Dengan lingkungan kerja yang sudah tak asing, pola kerja yang mudah diprediksi, dan rekan-rekan kerja yang telah dikenal baik, hari-hari yang dihabiskan di kantor tidak akan terlalu berat. 

Toh berada di zona nyaman tidak bisa dibilang sepenuhnya negatif. Bukankah ajakan keluar dari zona nyaman hanya bertujuan untuk mencari zona yang lebih nyaman?

Dampak positif yang paling berguna dari job hugging adalah bagaimana perilaku ini justru sangat memberikan kamu kesempatan untuk membangun jaringan profesional yang kuat. Kedekatan dengan rekan kerja dan pemahaman mendalam soal budaya perusahaan memang nilai plus. Namun, kepercayaan dan kesempatan dari atasan untuk mengenal stakeholder lain di luar perusahaan adalah hal yang istimewa. 

Meski begitu, ada risiko yang kerap tak disadari ketika seseorang melakukan job hugging. Kepuasan terlalu lama berada di satu lingkungan profesional, terutama dengan peran yang sama tanpa pengembangan apapun, akan berujung pada stagnansi profesional. 

Minimnya tantangan baru akan membuat pekerjaan terasa datar, bahkan tanpa makna. Hal ini berpotensi membuat seseorang berhenti belajar dan bertumbuh, hanya mencoba bertahan dari hari ke hari.

Perilaku ini juga terkait dengan potensi psikososial di tempat kerja. Pekerjaan yang itu itu saja sangat mungkin membuat para job huggers merasa bahwa kemampuannya tidak dimanfaatkan sepenuhnya. 

Dalam jangka panjang, perasaan ini bisa bermuara pada sejumlah gangguan mental, seperti stres kronis, anxiety, dan depresi. Seseorang bahkan dapat mengalami burn out, yakni sindrom yang didefinisikan sebagai stress kronis akibat beban kerja yang tak berhasil dikelola.

Tips Mencegah dan Mengatasi Job Hugging
Meski punya sejumlah dampak positif, dampak negatif job hugging juga tak terhindarkan. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mengatasi atau mencegahnya berkembang menjadi stagnansi karier.

Pertama, kamu bisa melakukan sejumlah langkah kecil untuk perlahan membangun jaringan dan memelihara karier. Cobalah sesekali memperbarui resume atau CV, maupun laman profesionalmu di internet, misalnya pada akun media sosial LinkedIn. Lakukanlah tanpa beban ingin terburu-buru melepaskan diri dari pekerjaan yang sedang kamu emban. 

Di saat bersamaan, kembangkan kemampuan dan pengetahuanmu di perusahaan lama. Ini akan bermanfaat bagi dirimu sendiri ataupun perusahaan. 

Kedua, buatlah target pengembangan karier yang jelasm dimulai dengan menentukannya. Misalnya, coba identifikasi kemampuan dan pengalaman seperti apa yang kamu miliki dalam dunia profesional. Target ini akan membantumu mengembangkan diri. Jadi, kaau sewaktu-waktu kamu terpaksa kehilangan pekerjaan secara tiba-tiba, kamu punya kemampuan yang lebih unggul dibandingkan karyawan lainnya yang mengalami hal serupa.

Terakhir, tak ada salahnya memanfaatkan intervensi individual demi kesejahteraan mental. Apabila kamu mengalami job hugging, Kamu dapat melakukan intervensi pribadi atau psikososial, yakni mencoba mengelola stres dan menjaga kesehatan mental secara mandiri. 

Lakukan sejumlah langkah yang sekiranya mampu membuatmu lebih tenang. Misalnya, latih dirimu untuk terbiasa dengan mindfulness. Hal ini akan membantu seseorang dalam mengenali pikirannya sendiri dan mengurangi tekanan emosional, yang pada akhirnya akan membuat fokus dan produktif di tempat kerja.

Kamu juga bisa melakukan aktivitas fisik ringan, seperti jalan kaki, yoga, atau sejumlah olahraga lain, yang tak terlalu berat. Aktivitas ini akan menurunkan kadar stresmu, serta bikin tubuh dan pikiran lebih segar. Kamu pun bisa merasa lebih tenang sebagai pekerja, dengan fisik yang juga lebih kuat, siap menghadapi setiap tantangan profesional yang menghadang.

Akhirnya, perilaku job hugging bisa diibaratkan sebagai kapal yang berlabuh di pelabuhan yang aman, dengan aliran air yang tenang. Pada awalnya, kondisi ini memberikan perlindungan total dari badai serta memberi kedamaian yang ideal. Akan tetapi, jika terlalu lama berlabuh dan tak pernah berlayar, kapal akan diselimuti lumut, mesinnya mulai berkarat, dan awak kapal pun perlahan jadi sinins pada situasi. Lalu, saat sudah waktunya berlayar, kemampuan mereka menerjang laut luas justru tak memadai.

 

 

Referensi:

  1. Korn Ferry. (2025, 12 Agustus). ‘Job hugging,’ for dear life.
  2. Korn Ferry. (2025, 4 September). What to do with all the job huggers.
  3. Purbaya, G. F., & Jannah, A. N. (2025, 13 September). Mengenal Job Hugging, Fenomena Gen Z Ogah Pindah Karier.
  4. World Health Organization. (n.d.). Burn-out an "occupational phenomenon". Diperoleh dari World Health Organization: [Informasi ini mengacu pada pernyataan yang termasuk dalam ICD-11, diklasifikasikan sebagai fenomena pekerjaan. Tidak ada tanggal publikasi spesifik yang tertera di sumber, namun konteks organisasional (WHO) jelas].
  5. World Health Organization. (2022). WHO guidelines on mental health at work. World Health Organization. Diperoleh dari https://apps.who.int/iris/handle/10665/363102

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar