06 Agustus 2025
14:00 WIB
Fast Fashion, Strategi Industri Tekstil Yang Ancam Lingkungan
Tren mode yang bergerak cepat mendorong para pelaku industri tekstil untuk membuat produk dalam waktu yang juga singkat. Salah satu akibat dari hal ini adalah munculnya industri fast fashion.
Penulis: Nabila Ayu Ramadhani
Editor: Rikando Somba
Ilustrasi limbah pakaian. Industri fast fashion jadi salah satu penyebab menumpuknya limbah pakaian. Shutterstock/anna.spoka.
Pernahkah Sobat Valid mendengar istilah fast fashion? Dalam bahasa Indonesia, ungkapan ini berarti mode cepat. Akan tetapi, frasa tersebut bukan pengertian yang tepat untuk memaknai ungkapan fast fashion di sini. Yuk, cari tahu lebih dalam apa makna dari fast fashion!
Mengutip dari situs Zero Waste Indonesia, fast fashion adalah strategi produksi pakaian dengan harga yang ramah di kantong, namun tetap modis dan mengikuti jejak tren kekinian. Akan tetapi, apakah Sobat Valid tahu? Hal ini juga menjadi salah satu faktor penyebab polusi limbah fesyen yang berakibat fatal bagi lingkungan alam, polusi udara, hingga perubahan iklim, loh!
Kok bisa? Scroll ke bawah untuk informasi lebih lengkapnya, ya!
Apa itu Fast Fashion? Berikut 4 Faktor Penting di Dalamnya!
Fast fashion adalah sebutan yang merujuk pada industri tekstil penghasil produk fashion dengan gaya yang cepat berubah dalam waktu yang singkat. Karena itu, pengolahan bahan produk tersebut kerap tidak memperhatikan kualitas produknya, sehingga baju yang dihasilkan tidak dapat dipakai dalam waktu berkepanjangan.
Sebagai contoh, saat musim panas berlangsung, industri fast fashion akan menghasilkan produk berupa pakaian yang cocok dikenakan di musim tersebut. Tak butuh waktu panjang, mereka akan memproduksi pakaian yang juga bisa digunakan bila musim dingin telah tiba. Pada 2025, dalam setiap minggunya industri fast fashion meluncurkan satu koleksi pakaian yang siap pakai oleh konsumen.
Konsep desain fast fashion sering kali terinspirasi dari acara-acara peragaan busana ataupun pakaian selebritas yang kemudian dirancang ulang. Dengan mendorong masyarakat untuk mengikuti tren, pakaian-pakaian tersebut akan terjual dengan harga murah. Hasilnya, industri fast fashion memperoleh banyak keuntungan dari konsumen yang melakukan transaksi tanpa mempertimbangkan faktor harganya. Perlu diketahui, terdapat empat butir penting yang terdapat pada fast fashion, yaitu sebagai berikut.
- Kecepatan Perubahan Tren
Kemunculan fast fashion cukup memberikan dampak pada pola perkembangan tren karena didasarkan pada waktu yang singkat. Ketika seorang selebritas memamerkan model pakaiannya kepada publik, ia akan memantik rasa antusias para penggemar untuk menirunya. Terlebih di zaman modern seperti ini, bukan hanya selebritas saja, influencer juga menjadi sosok pemikat dalam menarik minat warganet, terutama para remaja Gen-Z.
- Proses Produksi yang Cepat
Tren mode yang bergerak cepat mendorong para pelaku industri tekstil untuk membuat produk dalam waktu yang juga singkat. Dimulai dari perancangan desain, proses pembuatan pakaian ataupun aksesori harus melewati sejumlah langkah untuk bisa menjadi bentuk nyata produk. Semua proses tersebut harus dijalankan secara cepat sebelum munculnya tren terbaru.
- Metode Pembayaran yang Mudah
Sebelum majunya perkembangan teknologi, kebanyakan orang harus menabung terlebih dahulu untuk mendapatkan barang yang diinginkan. Kini, sejumlah fitur telah tersedia di berbagai platform e-commerce agar para konsumen bisa tetap berbelanja meski dengan anggaran terbatas. Contohnya. promo, bebas ongkir, dan paylater.
Dikarenakan banyak kemudahan yang ditawarkan, tak sedikit orang yang bahkan berpikir bahwa berbelanja merupakan solusi yang jitu untuk mengalihkan kejenuhan dan masalah.
- Masa Pakai secara Singkat
Tren yang secara cepat berganti menjadi sebuah tantangan bagi industri fashion untuk memastikan produknya tak ketinggalan zaman. Pada tahun 2019, The Guardian menyampaikan bahwa masa pakai pakaian yang dikenakan oleh satu dari tiga perempuan kebanyakan tak lebih dari dua kali, setelahnya mereka akan menganggap barang tersebut sudah tidak lagi relevan. Selain itu, kualitas produk fast fashion juga sangat diragukan karena tidak terdapat QR (Quality Control) .
Sejarah Fast Fashion dan Sejumlah Brand Besar yang Menerapkannya
Dahulu produk fashion seringkali dipromosikan dengan harga yang mahal, mengingat proses pengerjaannya yang dijahit secara manual dan memerlukan ketelitian tinggi. Makanya, tak banyak orang yang bisa memiliki produk tersebut. Akan tetapi, teknologi berkembang pesat sejak tahun 1980.
Berbagai inovasi terlahir di era revolusi ini seperti mesin jahit yang mempermudah setiap kegiatan industri, sehingga harga jual produknya pun jadi tak terlalu mahal. Sayangnya, kepraktisan yang didapat tak disertai kualitas yang terjaga. Sebagai contoh, sebelum memasuki fase revolusi, produk pakaian yang dicetak oleh suatu perusahaan dijual dengan harga Rp5.000.000, serta dapat digunakan selama dua hingga tiga tahun. Sementara itu, produk yang dikeluarkan oleh fast fashion dipasarkan dengan harga jauh lebih miring, yaitu Rp300.000, tapi hanya bisa bertahan selama lima sampai enam bulan.
Ternyata sistem fast fashion punya kekurangan dan kelebihan ya, Sobat Valid. Nah, apa saja sih brand besar yang menggunakan sistem ini?
- Zara
Zara merupakan merek ternama milik Inditex, perusahaan fashion asal Spanyol. Sudah bukan rahasia jika brand besar ini menganut fast fashion.
Setiap sebuah tren muncul, Zara biasanya segera menghadirkan berbagai koleksi terbaru hanya dalam hitungan minggu. Mereka bahkan, juga seringkali memodifikasi produk yang sudah tersedia untuk menciptakan koleksi terbaru hanya dalam waktu dua minggu.
- H&M
Dibangun pada 1947, perusahaan asal Swedia Hennes & Mauritz alias H&M merupakan salah satu brand terlama yang menerapkan sistem fast fashion. Pada 2024, H&M telah memiliki lebih dari 4.200 toko yang tersebar di 76 negara di seluruh dunia. Berkat kemajuan zaman, teknologi informasi dimanfaatkan oleh kantor produksi H&M untuk memperhatikan para distributor dalam mengontrol persediaan barang.
- Forever 21
Teknik marketing Forever 21 menekankan pada penjualan produk trendi dengan biaya yang terjangkau. Sayangnya, berbagai isu dari brand ini menjadi sorotan publik. Beberapa di antaranya adalah peraturan kerja yang tak manusiawi, kerusakan lingkungan, dan kualitas produk yang dinilai cukup buruk.
Perusahaan ini akhirnya dinyatakan bangkrut pada kisaran 2019. Meski begitu, pusat perusahaannya telah dikelola ulang dan beroperasi di tingkat global.
Ciri-Ciri Fast Fashion: Produksi Berdasar Tren dengan Kualitas Rendah
Keuntungan yang diperoleh para konsumen berkat adanya fast fashion ialah mendapatkan pakaian trendi dengan harga yang murah. Namun tak hanya konsumen, ada pihak lain yang turut merasakan keuntungan tersebut yaitu investor, pemilik, dan distributor.
Lantas, apa yang menjadi ciri-ciri fast fashion? Berikut penjelasannya!
Tren Ciptakan Ribuan Gaya Baru
Konsep dari fast fashion adalah mengelola produksi pakaian berdasarkan tren yang sedang naik daun serta mendorong pengusaha fashion untuk merilis berbagai koleksi terbarunya. Gaya pakaian yang dihasilkan umumnya mencontoh para gaya figur publik maupun peragaan busana. Tak sedikit juga perusahaan yang merancang ulang barang jadinya.
Tradisi pemasaran koleksi terbaru yang diterapkan oleh sejumlah perusahaan mode pada umumnya adalah berdasarkan metode yang sistematis. Sementara itu, sistem marketing yang dilakukan oleh industri fast fashion berpaku pada tren yang dapat berganti secara cepat.
Negara Produsen Fast Fashion
Industri fast fashion hampir sebagian besar didominasi oleh negara-negara berkembang, seperti India, Bangladesh, hingga Indonesia. Mengapa hal ini bisa terjadi? Salah satu alasannya karena hampir seluruh produk yang tak laku terjual akan dialihkan ke negara-negara tersebut untuk diolah kembali dan kemudian dijual dengan harga yang lebih murah.
Sobat Valid tentu pernah mendengar ungkapan 'ada harga, ada kualitas'? Hal ini memperlihatkan bahwa ada keraguan pada kualitas produk dengan harga murah, termasuk produk fast fashion. Kualitas pengerjaan yang minim karena waktu produksi yang singkat menjadi alasan mengapa produk tak awet untuk dipakai.
Lalu, apa dampak fast fashion terhadap lingkungan dan manusia?
Mengikuti tren kini menjelma menjadi kebutuhan muda-mudi demi eksistensi. Akan tetapi, mereka tetap harus memikirkan isi dompet untuk memenuhi kebutuhan itu. Sebagian besar Gen-Z menyukai gaya pakaian modis terbaru dan murah untuk tampil keren di media sosial pribadinya.
Kini, Fast fashion jadi solusi dalam menawarkan berbagai koleksi pakaian terbaru untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup itu.
Meski memberikan kepuasan pada konsumen, di balik koleksi pakaian menarik yang ditawarkan industri fast fashion, ada dampak buruk yang perlu diketahui! Apa saja akibat yang ditimbulkan dari industri ini?

Sistem Kerja yang Buruk dan Kerusakan Lingkungan
Demi menekan ongkos produksi, sejumlah brand di industri fast fashion memilih untuk mempekerjakan karyawan dengan karakteristik tertentu yang menguntungkan karyawan, seperti perempuan berpendidikan rendah, kelompok usia produktif, serta imigran. Kebanyakan dari mereka kemudian dipaksa bekerja selama 14 jam per hari dengan gaji yang tak sebanding dengan jaminan keselamatan kerja.
Diperkirakan sekitar 2% hingga 8% emisi karbon global berasal dari industri fashion. Kasus pencemaran air paling parah di dunia juga diakibatkan dari proses pewarnaan industri ini. Diperlukan sebanyak 2000 galon air hanya untuk memproduksi satu celana jeans.
Yang juga miris adalah bahwa limbah tekstil yang setara dengan satu truk sampah biasanya diolah dengan cara dibakar atau dibuang ke tempat pembuangan terakhir. Jika hal ini terus dibiarkan, diperkirakan sekitar seperempat anggaran karbon dunia akan dialokasikan kepada industri fashion pada 2050. Selain itu, sebanyak 9% emisi mikroplastik setiap tahunnya berasal dari pengolahan tekstil.
Di sisi lain, beragam kesamaan antara produk fast fashion dengan pakaian para selebritas maupun busana yang diperagakan dalam fashion show sudah menjadi hal yang lumrah. Dari hal tersebut, timbul berbagai reaksi dari sebagian orang terkait plagiarisme dan kreativitas di industri ini. Bahkan, ada pendapat yang mengatakan bahwa fast fashion hanya meniru hasil karya para desainer untuk menciptakan koleksi produknya.
Eksploitasi Hewan Berlebihan
Teknik pemasaran yang dilakukan dalam industri fast fashion adalah dengan memanfaatkan para konsumennya untuk terus berbelanja dan mengikuti arus perkembangan tren. Hal ini secara tidak langsung memengaruhi pola pikir dan gaya hidup konsumen sehari-hari. Kondisi fear of missing out (FOMO) akan membuat masyarakat tidak pernah puas untuk terus berbelanja dan menghabiskan tabungan mereka, padahal uang itu sebenarnya bisa dialokasikan untuk kebutuhan lain yang lebih penting.
Bagian dari tubuh hewan seperti kulit, bulu, dan wol seringkali dijadikan bahan baku produk model pakaian di era modern. Sebagai salah satu sistem di industri mode kekinian, fast fashion bahkan diduga jadi salah satu penyebab berkurangnya populasi hewan di seluruh dunia.

Cara Mengatasi Fast Fashion: Apa yang Bisa Kita Lakukan?
Prinsip dari model bisnis fast fashion yaitu berfokus sebagai alat penyedia kebutuhan pembeli agar mengikuti jejak tren kekinian. Akan tetapi, terdapat pendapat dari para kritikus yang mengatakan bahwa penyebab perubahan iklim, polusi pestisida, serta limbah sisa produksi berasal dari industri fast fashion.
Untuk menindaklanjuti praktik fast fashion yang berakibat fatal bagi lingkungan, sosial, serta ekosistem alam, sejumlah upaya sudah dilakukan oleh lembaga besar dunia. Pada 2019 misalnya, badan-badan di bawah naungan PBB telah berkolaborasi menyelenggarakan Sidang Umum PBB yang membahas persoalan dalam lingkungan hidup.
Akan tetapi, bisakah kita juga bisa terlibat dalam menangani kasus fast fashion? Tentu saja bisa! Berikut langkah-langkah kecil yang dapat kita lakukan.
Jadilah Konsumen yang Cerdas
Konsumen harus berpikir secara bijak dalam mempertimbangkan produk yang akan dibeli. Bukan sekadar memuaskan nafsu belaka, sebelum memilih produk yang akan dibelanjakan, kita harus dapat memikirkan berbagai faktor tertentu. Apakah kualitas produk bagus? Bisakah digunakan dalam waktu lama? Pantaskah harga yang ditawarkan?
Ini merupakan hal yang tidak bisa dianggap sepele. Kita perlu mengubah pola pikir dengan membiasakan diri menggali informasi dan memahami isu hangat yang tengah melejit. Misalnya pada kasus fast fashion, penting bagi kita untuk mengetahui efek apa saja yang ditimbulkan dari sistem tersebut.
Beralih ke Metode Slow Fashion
Slow fashion secara singkat bermakna kebalikan dari fast fashion. Seperti namanya yang saling bertolak belakang, terdapat pembeda utama antara kedua sistem ini. Berbeda dengan fast fashion yang serba kilat dan memaksa orang untuk bergaya up to date, metode slow fashion bertujuan untuk mengurangi tingkat daya konsumsi produksi secara teratur, mengingatkan kita bahwa pakaian yang masih layak pakai sebaiknya tidak dibuang dikarenakan rasa bosan.
Jadi, negara apa saja yang secara langsung terlibat dalam fast fashion? Jawabannya adalah Cina, Bangladesh, India, Amerika Serikat, hingga Indonesia.
Nah, menurut Sobat Valid, apakah mungkin Indonesia bisa lepas dari ketergantungan terhadap fast fashion dan mulai beralih ke slow fashion? Yuk, mulai langkah kecil dari diri sendiri!
*Penulis merupakan mahasiswa aktif, tengah magang mandiri di Validnews.id.
Referensi: