c

Selamat

Sabtu, 15 November 2025

CATATAN VALID

03 September 2025

14:00 WIB

Ekonomi Regeneratif; Fondasi Ekonomi Hijau Paling Pas Membangun Indonesia 

Aktivitas ekonomi regeneratif tak sekadar fokus pada instrumen produksi dan konsumsi, melainkan sebagai bagian dari upaya restoratif yang mensejahterakan alam dan manusia. Praktiknya seperti apa?

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Rikando Somba

<p>Ekonomi Regeneratif; Fondasi Ekonomi Hijau Paling Pas Membangun Indonesia&nbsp;</p>
<p>Ekonomi Regeneratif; Fondasi Ekonomi Hijau Paling Pas Membangun Indonesia&nbsp;</p>

Ilustrasi ekonomi regeneratif. Sekelompok orang yang sedang menggenggam sebuah tanaman yang akan ditanam. Shutterstock/witsarut sakorn.

Setiap tahun Indonesia kehilangan sekitar 770 ribu hektare kawasan hutan. Angka ini setara dengan berkurangnya lebih dari satu lapangan sepak bola hutan setiap menit. Miris, bukan?

Hilangnya tutupan hutan bukan sekadar persoalan berkurangnya vegetasi, melainkan juga mengakibatkan kerusakan habitat satwa endemik, gangguan terhadap tata air, serta meningkatnya emisi karbon yang memperparah krisis iklim global. Dampaknya dapat dirasakan secara langsung melalui meningkatnya intensitas banjir, tanah longsor, serta kabut asap yang berulang kali terjadi di berbagai wilayah.

Selain persoalan lingkungan, ketimpangan ekonomi juga masih menjadi tantangan besar. Masyarakat di daerah pedesaan, yang sebagian besar bergantung pada hasil alam, kerap berada pada posisi yang paling rentan. Mereka sering kali hanya memperoleh manfaat kecil dari eksploitasi sumber daya, sedangkan dampak kerusakan lingkungan harus mereka tanggung secara langsung. 

Kondisi ini memperlihatkan bahwa pembangunan dengan pola lama, yang cenderung “ambil, produksi, buang”, tidak lagi relevan untuk menjawab kompleksitas masalah yang dihadapi bangsa.

Dalam konteks inilah muncul konsep ekonomi regeneratif. Berbeda dengan pendekatan pembangunan konvensional maupun ekonomi linear, ekonomi regeneratif tidak hanya berorientasi pada pengurangan dampak negatif, melainkan berusaha menciptakan dampak positif yang nyata. Prinsip dasarnya adalah memulihkan ekosistem yang rusak, memperkuat ketahanan sosial masyarakat, serta memastikan keberlanjutan ekonomi jangka panjang. Dengan demikian, ekonomi regeneratif menempatkan pemulihan alam dan keadilan sosial sebagai fondasi utama pembangunan.

Relevansi pendekatan ini diperkuat oleh temuan penelitian dari Jurnal Riset Ilmu Ekonomi (2025) berjudul Balancing Growth and Green: The Role of Forests, Fiscal Transfers, and Sectoral Growth in Indonesia’s Environmental Quality, yang menyoroti keterkaitan erat antara peran hutan, mekanisme transfer fiskal, serta pertumbuhan sektor ekonomi terhadap kualitas lingkungan di Indonesia. Penelitian tersebut menjelaskan bahwa keberadaan hutan bukan hanya sebagai penyangga ekosistem, melainkan juga memiliki fungsi ekonomi yang signifikan. 

Hutan yang terjaga mampu menyediakan jasa ekosistem seperti penyimpanan karbon, pengaturan siklus air, serta penyediaan sumber pangan dan energi bagi masyarakat sekitar.

Lebih lanjut, penelitian ini menggarisbawahi bahwa instrumen kebijakan fiskal. Misalnya skema transfer dana dari pemerintah pusat ke daerah, dapat menjadi insentif penting bagi pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian hutan. Dengan desain kebijakan fiskal yang tepat, daerah yang berhasil melindungi dan mengelola sumber daya alamnya secara berkelanjutan berpotensi memperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar. Hal ini menciptakan hubungan timbal balik antara perlindungan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan daerah.

Dengan demikian, ekonomi regeneratif dapat dipandang sebagai sebuah paradigma baru yang relevan dan mendesak untuk diterapkan di Indonesia. Paradigma ini membuka peluang bagi terciptanya pembangunan hijau yang tidak hanya menjaga kelestarian lingkungan, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkeadilan.

Apa Itu Ekonomi Regeneratif?
Ekonomi regeneratif merupakan sebuah paradigma ekonomi yang menekankan pada upaya pemulihan dan penguatan ekosistem, sekaligus memastikan tercapainya kesejahteraan sosial secara menyeluruh. 

Berbeda dengan pendekatan konvensional yang umumnya berorientasi pada pertumbuhan jangka pendek, sistem ini menempatkan alam sebagai fondasi utama yang harus dijaga dan dipulihkan secara berkelanjutan. Dengan demikian, aktivitas ekonomi tidak lagi dipandang sekadar sebagai instrumen produksi dan konsumsi, melainkan sebagai bagian dari upaya restoratif yang memberi dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.

Perbedaan yang mendasar dapat dilihat ketika ekonomi regeneratif dibandingkan dengan model ekonomi linear dan sirkular. Ekonomi linear, yang masih mendominasi sebagian besar sektor industri, beroperasi dengan pola “ambil, produksi, buang” sehingga cenderung menguras sumber daya alam dan menghasilkan limbah berlebih. 

Circular economy hadir sebagai langkah perbaikan dengan mendorong penggunaan ulang serta daur ulang material untuk meminimalkan limbah. Namun, meskipun mampu meningkatkan efisiensi sumber daya, circular economy belum secara menyeluruh mencakup aspek pemulihan ekosistem maupun pemerataan sosial.

Ekonomi regeneratif menawarkan pendekatan yang lebih komprehensif. Prinsip utamanya adalah menjaga harmoni dengan alam melalui praktik yang selaras dengan daya dukung ekosistem, menciptakan keadilan sosial dengan memastikan distribusi manfaat pembangunan yang inklusif, serta membangun ketahanan ekonomi jangka panjang yang mampu memberi manfaat lintas generasi. Selain itu, ekonomi regeneratif mendorong inovasi berbasis keberlanjutan yang tidak hanya menghasilkan teknologi atau model bisnis baru, tetapi juga memperkuat ketahanan ekologi dan kesejahteraan masyarakat secara bersamaan.

Relevansi pendekatan ini semakin jelas melalui temuan ilmiah terkini. Dikutip dari penelitian berjudul Regenerative economics for planetary health: A scoping review (2022), ekonomi regeneratif digambarkan sebagai strategi yang melampaui sekadar wacana keberlanjutan dengan menekankan pemulihan relasi manusia dan alam. 

Menurut penelitian ini, regeneratif dapat diterapkan di berbagai sektor, mulai dari desain industri, energi, pertanian, hingga tata kelola perkotaan, dengan mengedepankan pendekatan transdisipliner, desain regeneratif, serta penilaian menyeluruh terhadap berbagai bentuk modal—baik alam, sosial, maupun manusia. Dengan demikian penerapan ekonomi regeneratif memiliki potensi signifikan dalam menjaga kesehatan planet dan memperkuat fondasi pembangunan yang berkelanjutan

Dengan demikian, ekonomi regeneratif dapat dipandang sebagai sebuah fondasi baru bagi pembangunan modern. Ia tidak hanya menyeimbangkan kebutuhan ekonomi dan lingkungan, tetapi juga mendorong lahirnya sistem sosial yang inklusif, adil, dan berorientasi pada keberlangsungan hidup generasi mendatang.

Apa Manfaat Ekonomi Regeneratif untuk Indonesia
Indonesia tengah berada pada persimpangan penting dalam menentukan arah pembangunan ekonominya. Di satu sisi, negara ini memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan keragaman hayati yang menjadi aset berharga dunia. Namun di sisi lain, laju deforestasi, degradasi lahan, dan ketimpangan sosial-ekonomi terus menjadi tantangan nyata yang tidak bisa diabaikan. Dalam situasi seperti ini, ekonomi regeneratif hadir sebagai pendekatan yang tidak hanya menawarkan solusi terhadap krisis lingkungan, tetapi juga membuka jalan menuju masyarakat yang lebih adil dan perekonomian yang lebih tangguh.

Sebagai negara dengan biodiversitas tertinggi kedua di dunia, Indonesia memiliki tanggung jawab besar untuk menjaga kelestarian alamnya. Sayangnya, ekspansi industri dan praktik pemanfaatan lahan yang tidak berkelanjutan masih mengancam keberadaan ekosistem penting, terutama hutan tropis. 

Ekonomi regeneratif menawarkan jalan keluar dengan menekankan praktik yang tidak sekadar menghentikan kerusakan, tetapi juga memulihkan lanskap yang sudah terdegradasi.

Salah satu contohnya adalah agroforestry, yaitu sistem yang memadukan kegiatan bertani dengan menanam pohon. Praktik ini terbukti mampu mengembalikan fungsi ekologis lahan tanpa mengurangi produktivitas petani. Dikutip dari Simulating Agroforestry Adoption in Rural Indonesia: The Potential of Trees on Farms for Livelihoods and Environment (2021), simulasi penerapan agroforestry di Indonesia memperlihatkan bahwa petani yang mengadopsi sistem ini tidak hanya berhasil mendiversifikasi sumber penghasilan, tetapi juga meningkatkan pendapatan mereka secara signifikan. 

Di sisi lain, agroforestry memberikan manfaat ekologis berupa peningkatan keanekaragaman hayati dan sekuestrasi karbon dalam jumlah lebih tinggi, sehingga mendukung upaya mitigasi perubahan iklim.

Lebih jauh, ekosistem yang sehat dan beragam juga memperkuat kemampuan Indonesia dalam menghadapi perubahan iklim. Hutan yang pulih dengan baik, tanah yang subur, serta sistem pertanian yang ramah lingkungan dapat menahan dampak cuaca ekstrem sekaligus berfungsi sebagai penyerap karbon yang efektif. Dengan begitu, pembangunan ekonomi tidak lagi identik dengan degradasi lingkungan, melainkan menjadi bagian dari upaya adaptasi iklim yang lebih kokoh.

Selain aspek lingkungan, kekuatan utama ekonomi regeneratif terletak pada orientasinya terhadap keadilan sosial. Pendekatan ini menempatkan masyarakat lokal sebagai aktor utama pembangunan, bukan sekadar penerima manfaat. Dalam praktik ekowisata berbasis komunitas, misalnya, warga setempat tidak hanya bertindak sebagai pemandu wisata, tetapi juga mengambil peran dalam pengelolaan kawasan. Mereka mendapatkan keuntungan ekonomi langsung dari kelestarian lingkungan, sekaligus mengembangkan keterampilan baru yang memperkuat posisi mereka dalam rantai nilai pariwisata.

Singkatnya, ekonomi regeneratif bukanlah penghalang bagi pertumbuhan ekonomi, melainkan fondasi baru yang memastikan pertumbuhan tersebut berlangsung dengan cara yang lebih sehat, inklusif, dan berdaya tahan tinggi terhadap berbagai tantangan global. Pertumbuhan yang sehat berarti bahwa peningkatan PDB dan aktivitas ekonomi tidak lagi dibayar dengan kerusakan lingkungan atau hilangnya fungsi ekosistem. Sebaliknya, nilai tambah ekonomi justru dihasilkan dari praktik yang memperbaiki tanah, menjaga sumber daya air, dan melindungi keanekaragaman hayati.

Mengapa Indonesia Harus Segera Menerapkan Ekonomi Regeneratif?
Indonesia berada pada persimpangan penting dalam menentukan arah masa depan ekonominya. Di satu sisi, negara ini dikaruniai kekayaan alam yang melimpah dengan ekosistem yang tak tertandingi. Di sisi lain, tekanan pembangunan dan eksploitasi berlebihan mulai mengikis fondasi alam yang selama ini menopang kehidupan masyarakat. Dalam konteks inilah, penerapan ekonomi regeneratif menjadi sebuah kebutuhan mendesak, bukan pilihan sekunder.

Sebagai negara kepulauan dengan lebih dari 17.000 pulau, Indonesia adalah rumah bagi salah satu keanekaragaman hayati terbesar di dunia. Hutan tropisnya menyimpan 10% spesies tumbuhan, 12% mamalia, dan 17% burung dunia. Namun, kekayaan ini semakin terancam oleh deforestasi, degradasi lahan, serta praktik eksploitasi yang tidak memperhitungkan daya dukung lingkungan. Dikutip dari Global Forest Restoration Efforts: Challenges and Opportunities in Tropical Landscapes (2022), deforestasi dan degradasi hutan di kawasan tropis, termasuk Indonesia, telah memicu hilangnya biodiversitas, menurunnya kualitas dan kuantitas air, meningkatnya polusi udara, serta lonjakan emisi gas rumah kaca yang mempercepat perubahan iklim. 

Temuan ini menegaskan bahwa tanpa perubahan arah pembangunan, Indonesia berisiko kehilangan modal ekologis yang menjadi basis utama perekonomiannya.

Di samping itu, urbanisasi yang pesat membawa tantangan baru. Kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan menghadapi tekanan infrastruktur yang semakin berat, mulai dari transportasi hingga pengelolaan sampah. Sementara itu, arus migrasi dari desa ke kota menyebabkan wilayah perdesaan kehilangan tenaga produktif sekaligus menghadapi stagnasi ekonomi. Ekonomi regeneratif menawarkan jalan keluar dengan menciptakan sistem yang tidak hanya mengandalkan pusat-pusat urban, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal berbasis sumber daya dan kearifan daerah. Pertumbuhan tidak lagi terpusat di kota besar, melainkan terdistribusi secara lebih merata hingga ke pelosok desa.

Momentum global juga memberikan dorongan besar bagi Indonesia untuk segera mengambil langkah transformatif. Komitmen dunia menuju net zero emission dan meningkatnya tuntutan pasar internasional terhadap produk yang berkelanjutan membuka peluang baru yang tidak boleh disia-siakan. Target Indonesia untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 bukan semata janji politik, tetapi sekaligus peluang ekonomi bernilai tinggi. Perusahaan multinasional dan negara mitra dagang kini semakin selektif, hanya mau bekerja sama dengan pihak yang memiliki rekam jejak karbon rendah serta praktik bisnis yang ramah lingkungan. 

Dengan demikian, penerapan ekonomi regeneratif tidak dapat lagi dipandang sekadar sebagai wacana normatif yang mengedepankan idealisme lingkungan. Konsep ekonomi ini membuka ruang bagi transformasi struktural yang menjadikan Indonesia lebih tangguh dalam menghadapi risiko global, inklusif dalam mendistribusikan nilai ekonomi, serta berdaya saing melalui inovasi hijau yang sejalan dengan tren pasar internasional. 

Ekonomi regeneratif pada tujuannya, tidak hanya menjawab kebutuhan hari ini, tetapi juga mempersiapkan Indonesia untuk menjadi salah satu motor penggerak ekonomi berkelanjutan di kawasan Asia, bahkan dunia. Anda sepakat, Sobat Valid?


*Penulis merupakan kontributor di Validnews.id  

 

Referensi
Balancing Growth and Green: The Role of Forests, Fiscal Transfers, and Sectoral Growth in Indonesia’s Environmental Quality (2025)
Regenerative economics for planetary health: A scoping review (2022)
Simulating Agroforestry Adoption in Rural Indonesia: The Potential of Trees on Farms for Livelihoods and Environment (2021)
Global Forest Restoration Efforts: Challenges and Opportunities in Tropical Landscapes (2022) 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar