c

Selamat

Minggu, 16 November 2025

CATATAN VALID

05 November 2025

18:30 WIB

Eco-Design Product Dan Industri Low Carbon Di Indonesia Untuk Dukung Industri Berkelanjutan

Eco-design product tak cuma bicara soal tampilan atau efisiensi produksi, tetapi juga tentang bagaimana produk dirancang supaya punya dampak terhadap lingkungan.

Penulis: Oktarina Paramitha Sandy

Editor: Rikando Somba

<p><em>Eco-Design Product</em> Dan Industri <em>Low Carbon</em> Di Indonesia Untuk Dukung Industri Berkelanjutan</p>
<p><em>Eco-Design Product</em> Dan Industri <em>Low Carbon</em> Di Indonesia Untuk Dukung Industri Berkelanjutan</p>

Ilustrasi produk eco-design dengan konsep packaging ramah lingkungan. Anyaman eceng gondok kering digunakan di meja sebagai bahan daur ulang untuk kemasan paket. Shutterstock/Chay_Tee.

Sobat Valid pasti paham bahwa saat ini industri di Indonesia sedang menghadapi permasalahan yang cukup serius. Di satu sisi, industri menjadi tulang punggung ekonomi nasional, mendorong pertumbuhan, membuka lapangan kerja, dan memperkuat daya saing ekspor. Tapi di sisi lain, sektor ini juga menyumbang porsi besar terhadap emisi karbon nasional.

Bayangkan saja, pada tahun 2023, kontribusi sektor industri terhadap total emisi nasional mencapai sekitar 34%, angka yang jelas nggak bisa dianggap sepele. Data ini menunjukkan betapa besarnya tanggung jawab dunia industri dalam menekan laju perubahan iklim. 

Oleh karena itu, transisi menuju industri rendah karbon (low carbon industry) bukan lagi pilihan, tapi keharusan. Terlebih, pemerintah sudah menegaskan komitmennya untuk mencapai Net Zero Emission pada 2060, bahkan beberapa sektor menargetkan bisa lebih cepat, yakni di tahun 2050.

Peran eco-design product jadi sangat penting dalam hal ini. Konsep desain ramah lingkungan ini bukan cuma bicara soal tampilan atau efisiensi produksi, tapi juga tentang bagaimana setiap produk dirancang supaya punya dampak sekecil mungkin terhadap lingkungan sejak dari awal.

Mulai dari pemilihan bahan baku, proses manufaktur, distribusi, penggunaan, hingga bagaimana produk itu dikelola setelah habis masa pakainya, semuanya diperhitungkan secara menyeluruh. Pendekatan ini membuat eco-design bukan sekadar strategi teknis, tapi filosofi baru dalam cara kita menciptakan produk yang bertanggung jawab terhadap bumi.

Kalau kamu perhatikan, cara berpikir ini sejalan dengan arah transformasi industri global yang kini berfokus pada green innovation. Dunia sudah nggak lagi mengejar pertumbuhan tanpa batas, tapi menekankan pada pertumbuhan yang berkelanjutan dan efisien. Dalam konteks Indonesia, konsep ini mulai mendapat perhatian serius baik dari kalangan industri maupun peneliti.

Berdasarkan penelitian berjudul Achieving Sustainability in Indonesia’s Manufacturing Sector Through Green Design Innovations (2025), penerapan desain hijau terbukti punya hubungan kuat dengan peningkatan performa operasional perusahaan manufaktur. Semakin tinggi tingkat penerapan prinsip desain berkelanjutan, semakin efisien pula penggunaan energi, material, dan sumber daya lainnya. Hasilnya, bukan cuma emisi dan limbah yang berkurang, tapi juga biaya produksi yang menurun serta profitabilitas yang meningkat.

Selain berdampak langsung pada performa industri, penerapan eco-design juga sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Khususnya SDG 9, yang menekankan pentingnya inovasi dan infrastruktur berkelanjutan, serta SDG 12, yang mendorong pola konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab. Artinya, upaya ini tidak hanya sebatas menjaga lingkungan, tapi juga berperan strategis dalam membangun citra industri Indonesia yang tangguh dan kompetitif di pasar global yang kini semakin ketat dalam standar lingkungan.

Jadi, kamu bisa bayangkan dampaknya jika semakin banyak perusahaan di Indonesia yang menerapkan prinsip eco-design ini. Proses produksi akan jadi lebih efisien, penggunaan energi bisa ditekan, limbah berkurang drastis, dan produk yang dihasilkan punya umur pakai lebih panjang serta mudah didaur ulang.

Dalam jangka panjang, transformasi seperti ini akan memperkuat daya saing industri nasional sekaligus membuka peluang ekonomi baru. Mulai dari inovasi bahan ramah lingkungan hingga rantai pasok sirkular yang berbasis keberlanjutan.

Dengan cara ini, eco-design product bisa menjadi pondasi kokoh untuk membangun masa depan industri Indonesia yang bukan hanya produktif dan inovatif, tapi juga lebih bertanggung jawab terhadap bumi. Apalagi, di era sekarang, kemajuan industri bukan lagi diukur dari seberapa banyak yang bisa kita hasilkan, tapi seberapa bijak kita memproduksinya.

Apa Itu Eco-Design Product Dan Kontribusi Untuk Industri
Tantangan baru yang dihadapi dunia industri kini jauh lebih kompleks. Ada dilema, bagaimana menghasilkan produk yang tetap kompetitif, tapi dengan dampak lingkungan yang serendah mungkin. Di titik inilah konsep eco-design product mulai memainkan peran penting, karena pendekatan ini nggak hanya bicara soal inovasi desain, tapi juga tanggung jawab terhadap masa depan bumi.

Secara sederhana, eco-design adalah proses merancang produk dengan mempertimbangkan dampak lingkungannya sejak awal. Jadi, bukan setelah produk jadi baru dipikirkan bagaimana cara mengelola limbah atau mengurangi emisi, tapi semua itu sudah dihitung sejak tahap desain. Mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, penggunaan energi, sistem distribusi, sampai tahap akhir saat produk didaur ulang, semuanya dirancang agar efisien, minim limbah, dan rendah karbon.

Pendekatan ini mendorong perubahan cara berpikir di kalangan pelaku industri. Kalau dulu desain produk hanya difokuskan pada fungsi dan estetika, kini desain juga harus memikirkan umur hidup produk. Bagaimana produk bisa tahan lama, mudah diperbaiki, dan nggak langsung berakhir jadi sampah begitu rusak. Prinsip dasarnya sederhana tapi berdampak besar: gunakan sumber daya seefisien mungkin, pilih material yang bisa diperbarui atau didaur ulang, dan rancang produk agar tetap bermanfaat sepanjang siklus hidupnya.

Konsep ini sejalan dengan semangat circular economy, sistem ekonomi yang meniru siklus alam, di mana limbah dari satu proses bisa jadi bahan baku untuk proses lainnya. Dengan cara ini, industri bisa terus tumbuh tanpa harus mengorbankan lingkungan. Manfaatnya, emisi karbon bisa ditekan, konsumsi energi berkurang, dan limbah produksi menurun drastis.

Manfaat eco-design buat dunia industri juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Dari sisi operasional, penerapan prinsip desain berkelanjutan membantu perusahaan menghemat biaya energi dan bahan baku. Dari sisi reputasi, konsumen saat ini makin kritis terhadap isu lingkungan. Mereka cenderung memilih brand yang menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan.

Sebagai contoh, di industri otomotif kini berlomba-lomba mengembangkan kendaraan listrik dan menggunakan material ringan yang bisa didaur ulang. Di industri tekstil, banyak produsen mulai beralih ke pewarna alami dan proses produksi yang hemat air. Sementara di industri elektronik, desain produk kini diarahkan agar komponennya bisa dibongkar dan digunakan kembali. Semua ini menunjukkan bahwa eco-design bukan lagi sekadar idealisme, tapi kebutuhan nyata agar industri bisa tetap relevan di tengah tekanan perubahan iklim dan regulasi global yang makin ketat.

Bahkan, berdasarkan penelitian berjudul Designing Sustainable Services with the ECO-Service Design Method: Bridging User Experience with Environmental Performance (2021), penerapan metode desain berkelanjutan ini mampu menggabungkan aspek pengalaman pengguna dengan performa lingkungan secara seimbang. Artinya, produk atau layanan bisa tetap menarik bagi konsumen, tapi di saat yang sama juga memiliki kinerja lingkungan yang lebih baik. Penelitian ini menegaskan bahwa desain berkelanjutan bukan hanya menguntungkan secara ekologis, tapi juga secara ekonomi dan sosial.

Dengan kata lain, eco-design product adalah kunci untuk masa depan industri yang lebih cerdas, efisien, dan bertanggung jawab. Konsep ini mengajak para pelaku industri untuk berpikir ulang tentang bagaimana sebuah produk diciptakan. Bukan hanya demi keuntungan jangka pendek, tapi demi keberlanjutan jangka panjang yang bisa dirasakan oleh generasi berikutnya.

Hubungan Antara Eco-Design Product dan Low Carbon Industry
Penting kita ingat, setiap produk yang kita gunakan sehari-hari sebenarnya punya jejak karbonnya sendiri. Mulai dari bahan baku yang diambil dari alam, energi yang dipakai selama proses produksi, hingga bagaimana produk itu dikirim dan akhirnya dibuang, semuanya meninggalkan dampak terhadap lingkungan. Karena itu, kalau kita bicara soal industri rendah karbon (low carbon industry), titik awalnya justru ada di tahap desain, dan di sinilah eco-design punya peran yang sangat penting.

Eco-design bukan sekadar soal membuat produk yang tampak ramah lingkungan. Lebih dari itu, konsep ini menuntut agar setiap proses perancangan mempertimbangkan dampak terhadap lingkungan sejak awal. Jadi, ketika suatu produk dirancang, aspek seperti pilihan material, efisiensi energi saat produksi, potensi limbah yang dihasilkan, hingga kemungkinan daur ulang di akhir masa pakainya sudah diperhitungkan dengan matang. Tujuannya jelas: menciptakan produk yang fungsional, bernilai, tapi tetap punya dampak lingkungan serendah mungkin.

Pendekatan ini menjadi dasar dalam membangun industri rendah karbon, karena desain adalah titik awal dari seluruh rantai produksi. Salah satu metode yang umum digunakan untuk mengukur dampak lingkungan ini adalah Life Cycle Assessment (LCA). Melalui LCA, perusahaan bisa menilai seberapa besar emisi karbon yang dihasilkan dari setiap tahap siklus hidup produk. Mulai dari ekstraksi bahan baku, proses manufaktur, distribusi, penggunaan, hingga pembuangan.

Dikutip dari penelitian berjudul Data-driven life cycle assessment of the automobile industry in Indonesia: Identifying circular supply chain enablers (2025), metode LCA terbukti efektif dalam membantu industri otomotif di Indonesia memahami secara lebih detail dan akurat bagaimana setiap tahap produksinya berkontribusi terhadap total emisi karbon. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa pendekatan berbasis data memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi titik-titik kritis dalam proses produksinya, sehingga bisa mengambil langkah strategis untuk menurunkan emisi tanpa mengorbankan efisiensi atau kualitas produk.

Bisa disimpulkan, hubungan antara eco-design dan low carbon industry itu saling menguatkan. Tanpa penerapan desain yang berorientasi lingkungan, upaya menekan emisi karbon di tingkat industri akan sulit tercapai. Sebaliknya, tanpa komitmen menuju industri rendah karbon, prinsip eco-design juga akan berhenti di tataran konsep. Jadi, keduanya harus berjalan beriringan agar bisa menciptakan sistem produksi yang efisien, hemat energi, dan minim limbah.

Terkait penerapan ini, Uni Eropa sejak tahun 2020 sudah meluncurkan Circular Economy Action Plan (CEAP) sebagai bagian dari European Green Deal. Dalam kebijakan itu, semua produk yang beredar di pasar Eropa wajib mengikuti standar eco-design. Mulai dari efisiensi energi, kemudahan perbaikan, daya tahan tinggi, sampai potensi daur ulang. Dampaknya, industri di kawasan itu jadi lebih kompetitif sekaligus berhasil menurunkan emisi secara signifikan.

Dari sini, Indonesia punya peluang besar untuk mengikuti arah yang sama. Apalagi, banyak sektor industri dalam negeri yang sedang melakukan modernisasi dan mulai terbuka terhadap konsep keberlanjutan. 

Saat ini, tren penerapan eco-design product di Indonesia mulai menunjukkan arah yang positif, meskipun jalannya masih panjang. Beberapa tahun terakhir, kesadaran pelaku industri terhadap pentingnya desain ramah lingkungan mulai tumbuh, terutama di sektor-sektor besar seperti otomotif, elektronik, dan fast-moving consumer goods (FMCG).

Di sektor otomotif misalnya, produsen sudah mulai berinovasi dengan menggunakan material yang lebih ringan dan bisa didaur ulang untuk menekan emisi kendaraan. Sementara di industri elektronik, perusahaan mulai mengembangkan produk yang lebih hemat energi dan mudah diperbaiki, sehingga umur pakainya bisa lebih panjang.

Langkah pemerintah juga ikut mendorong arah ini lewat berbagai kebijakan dan regulasi. Salah satu yang paling nyata adalah Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 13 Tahun 2019 tentang Standar Industri Hijau untuk sektor tekstil. Aturan ini mengharuskan perusahaan mengoptimalkan penggunaan energi dan air, sekaligus menekan limbah hasil produksi.

Di sisi lain, peluncuran Roadmap dan Rencana Aksi Nasional Ekonomi Sirkular 2025–2045 pada tahun 2025 menegaskan komitmen Indonesia untuk memperkuat transisi menuju ekonomi hijau. Dokumen ini menjadi panduan penting bagi dunia industri agar beralih ke model produksi yang lebih efisien dan berkelanjutan, salah satunya melalui penerapan prinsip eco-design di setiap tahap prosesnya.

Namun, di balik kemajuan tersebut, masih banyak tantangan yang harus dihadapi. Salah satu hambatan terbesar adalah rendahnya pemahaman dan kemampuan teknis pelaku industri, terutama di kalangan UMKM. Banyak pelaku usaha kecil yang sebenarnya tertarik menerapkan konsep desain ramah lingkungan, tapi belum tahu bagaimana caranya atau menganggap biayanya terlalu mahal. Padahal, kalau dilakukan dengan strategi yang tepat, eco-design justru bisa menekan biaya jangka panjang lewat efisiensi bahan baku dan energi.

Penelitian berjudul Breaking Barriers to Low-Carbon Development in Indonesia: Deployment of Renewable Energy (2022), menyebutkan ada empat faktor utama yang menghambat pengembangan industri rendah karbon di Indonesia. Yakni, faktor sosial-budaya, ekonomi, teknologi, dan tata kelola. Studi tersebut menjelaskan bahwa meskipun potensi pengembangan energi terbarukan dan inovasi hijau di Indonesia sangat besar, tantangan utama justru terletak pada koordinasi kebijakan dan kesiapan industri dalam beradaptasi dengan perubahan struktur produksi yang lebih berkelanjutan.

Padahal, Indonesia punya peluang besar untuk melangkah lebih jauh. Tapi semua pihak harus bergerak bareng.  

Eco-design Product sebagai Fondasi Industri Masa Depan Indonesia
Jika kamu perhatikan, arah masa depan industri di Indonesia memang mulai bergeser. Dulu, desain produk sering hanya fokus pada fungsi dan estetika. Tapi sekarang, arah itu pelan-pelan berubah. Desain tidak lagi sekadar soal tampilan, melainkan juga soal tanggung jawab terhadap lingkungan.

Di sinilah konsep eco-design product berperan penting. Prinsip ini mendorong pelaku industri untuk memikirkan dampak dari setiap keputusan desain, mulai dari pemilihan bahan baku, proses produksi, hingga bagaimana produk itu akan berakhir di tangan konsumen atau bahkan di tempat pembuangan.

Langkah awal yang bisa dilakukan untuk mempercepat penerapan eco-design di Indonesia adalah dengan memperkuat pendidikan dan riset. Prinsip keberlanjutan harus mulai ditanamkan sejak di bangku kuliah, terutama di bidang desain dan teknik industri.  .

Selain pendidikan, kolaborasi lintas sektor juga punya peran besar. Pemerintah, akademisi, pelaku usaha, dan lembaga riset perlu bekerja bareng untuk menciptakan ekosistem inovasi yang mendukung. Penerapan Life Cycle Assessment (LCA) sebagai standar kompetensi nasional bakal jadi fondasi penting dalam mencetak tenaga profesional yang bisa menjawab tantangan industri masa depan. Dengan LCA, setiap proses produksi bisa diukur secara objektif, dari bahan baku sampai limbah akhir, sehingga perusahaan tahu bagian mana yang harus diperbaiki untuk menekan emisi dan menghemat sumber daya.

Di sisi lain, kebijakan dan insentif fiskal juga nggak kalah penting. Banyak pelaku industri, terutama UMKM, yang sebenarnya mau menerapkan eco-design tapi masih terkendala biaya dan akses teknologi. Skema seperti insentif pajak bagi perusahaan hijau, subsidi teknologi rendah emisi, atau kemudahan dalam sertifikasi produk ramah lingkungan bisa menjadi pendorong besar. Dengan dukungan kebijakan yang konsisten, transformasi menuju industri rendah karbon bisa berjalan lebih cepat dan merata.

Manfaat eco-design tidak cuma berhenti di efisiensi energi atau pengurangan limbah aja. Dalam jangka panjang, penerapan desain berkelanjutan bisa jadi motor utama bagi pertumbuhan ekonomi yang stabil. Berdasarkan data dari Low Carbon Development Initiative (LCDI), skenario transisi tinggi menuju ekonomi rendah karbon (high-LCD scenario) diperkirakan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6% per tahun sampai 2030.

Bukan cuma itu, kebijakan rendah karbon juga bisa mencegah hilangnya sekitar 16 juta hektar hutan, memperbaiki kualitas udara, dan menekan angka kematian hingga 40.000 jiwa per tahun selama periode 2019–2045. Artinya, arah pembangunan berkelanjutan ini nggak hanya baik untuk lingkungan, tapi juga untuk kesejahteraan masyarakat secara langsung.


* Penulis adalah kontributor di Validnews.id 


 

Referensi:

  1. Achieving Sustainability in Indonesia's Manufacturing Sector Through Green Design Innovations (2025) 
  2. Designing sustainable services with the ECO-Service design method: Bridging user experience with environmental performance (2021) 
  3. Data-driven life cycle assessment of the automobile industry in Indonesia: Identifying circular supply chain enablers (2025) 
  4. Breaking barriers to low-carbon development in Indonesia: deployment of renewable energy (2022) 

KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar