c

Selamat

Sabtu, 18 Mei 2024

CATATAN VALID

22 Mei 2023

12:30 WIB

Dua Belas Prinsip Pembangunan Panti Wreda

Tak seperti bangunan biasa, konsep panti wreda harus disesuaikan dengan kebutuhan dan karakter lansia.

Penulis: Novelia

Editor: Faisal Rachman

Dua Belas Prinsip Pembangunan Panti Wreda
Dua Belas Prinsip Pembangunan Panti Wreda
Sejumlah pengurus panti wreda membasuh kaki warga lansia penghuni Panti Wredha Pengayoman Yayasan Pelayanan Kristen di Semarang, Jawa Tengah, Kamis (27/10/2022). Antara Foto/Aji Styawan

Panti. Mendengar kata itu sebagian besar orang akan langsung terbayang soal panti asuhan, tempat merawat anak-anak yatim piatu atau anak terlantar. Padahal, selain panti asuhan, ada juga panti lansia atau panti wreda yang diperuntukkan sebagai kediaman atau tempat merawat para lansia.

Berbeda dengan panti asuhan, di mana anak sebagai kelompok yang dipelihara merupakan kelompok usia muda yang tengah belajar menjadi manusia mandiri, penghuni panti wreda didominasi oleh kelompok usia lanjut yang kemandirian dan kemampuan fisiknya telah menurun.

Karena keterbatasan dari lansia tersebut, prinsip perancangan dari panti wreda, baik fisik konstruksi maupun program, harus disesuaikan dengan karakter kelompok tersebut. Setidaknya ada 12 prinsip yang perlu diterapkan, terdiri dalam empat prinsip pada aspek fisiologis dan delapan prinsip pada aspek psikologis.

Aspek Fisiologis
Aspek fisiologis yang paling pertama harus diperhatikan dalam pembangunan panti wreda adalah prinsip keselamatan dan keamanan. Penyelenggara harus memastikan, lingkungan dapat menjamin lansia terhindar dari bahaya. Ini karena lansia umunya terkendala permasalahan fisik yang berpotensi menyebabkan lansia cedera atau terluka. Jadi, fasilitas yang tersedia pun harus ramah lansia. 

Prinsip kedua yang harus diaplikasikan adalah orientasi (orientation/way-findings/signage). Maksudnya, sebuah fasilitas yang diperuntukkan sebagai tempat hunian lansia harus dilengkapi sejumlah penunjuk arah yang jelas. Selain itu, ruangan-ruangan di panti sebisa mungkin tidak dibuat homogen, melainkan berbeda satu sama lain agar tak membuat lansia kebingungan atau bahkan tersesat.

Maklum, sebagian lansia umumnya sudah mengalami penurunan daya ingat alias pikun. Tersesat sendiri menjadi hal yang menakutkan bagi lansia, sehingga dapat mengurangi kepercayaan dan penghargaan diri.

Setelah keselamatan dan keamanan, serta orientasi, prinsip ketiga dalam aspek fisik yang penting adalah aksesibilitas, tata letak, dan fungsi. Prinsip ini memudahkan lansia dalam mobilitas dan menggunakan fasilitas meski tanpa bantuan orang lain. Contohnya adalah pembangunan handrail pada tiap ruangan, atau sistem ramp di area terbuka.

Prinsip selanjutnya yang adalah adaptabilitas, yakni penyesuaian lingkungan fasilitas dengan karakter penghuninya. Untuk panti wreda yang dihuni lansia misalnya, pembangunan ruangan dapur dan toilet sudah seharusnya menyediakan tempat untuk kursi roda atapun tongkat penyangga yang sering dipakai kelompok tersebut.

Aspek Psikologis
Selain aspek fisik, pembangunan panti wreda juga perlu memperhatikan aspek psikologis lansia sebagai penghuninya. Salah satu prinsip yang penting adalah privasi, yang dapat dipraktikkan dengan merancang ruang ataupun untuk memberikan lansia waktu untuk menyendiri tanpa gangguan dan pengamatan orang lain.

Prinsip yang perlu disesuaikan dengan aspek psikologis lansia selanjutnya adalah interaksi sosial. Penghuni panti harus diberikan kesempatan terhubung satu sama lain, sehingga dapat bertukar pikiran dengan orang-orang sebayanya. Dengan berinteraksi, lansia akan saling berbagi masalah dan pengalaman hidup, sehingga dapat mengurangi depresi.

Panti wreda juga harus memperhatikan prinsip tantangan bagi lansia. Lingkungan di mana kelompok ini tinggal harus menghadirkan rasa aman, namun di sisi lain juga harus mendorong untuk lebih semangat beraktivitas. Misalnya dengan memberikan warna dan pola yang beragam dalam ruangan.

Selanjutnya, prinsip kemandirian juga harus diperhatikan dalam pembangunan fasilitas lansia, yakni dengan memberikan kesempatan kelompok ini untuk melakukan aktivitas sendiri tanpa bantuan perawat atau orang lain. Kesuksesan melakukan sesuatu dengan mandiri akan menimbulkan kepuasan dan kebahagiaan bagi lansia.

Kemunduran fisik yang terkait fungsi alat indra, seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, peraba, dan perasaan juga menjadi hal yang penting dalam membangun panti wreda. Rancangan fasilitas harus memperhatikan stimulus yang merangsang panca indra, tidak monoton.

Ada juga prinsip ketidakasingan. Lingkungan yang dibangun dalam fasilitas yang diperuntukkan untuk hunian lansia harus bersifat aman dan nyaman, serta secara tak langsung bisa memberikan rasa akrab terhadap lingkungannya.

Dua prinsip terakhir yang perlu diperhatikan dalam perancangan hunian lansia adalah estetika dan personalisasi. Secara estetika, rancangan bangunan harus tampak menarik. Di sisi lain, penting juga untuk memberikan ruang bagi para lansia lewat prinsip personalisasi agar mereka menikmati privasi dalam mengungkapkan ekspresi diri.


Referensi

Pynoos, J., & Regnier, V. (1991). Improving Residential Environments for Frail Elderly: Bridging the Gap between Theory and Application. In J. E. Birren, J. C. Rowe, J. Lubben, & D. Deutchman, The Concept and Measurement of Quality of Life in the Frail Elderly (pp. 91-119). Academic Press.

 


KOMENTAR

Silahkan login untuk memberikan komentarLoginatauDaftar