07 Mei 2024
18:30 WIB
Cerita Pepsi Di Filipina, Ketika Undian Berujung Cacian
Pada Tahun 1992 di Filipina, Pepsi membuat undian berhadiah di belakang tutup botolnya untuk konsumen . Namun secara tidak disangka, undian tersebut berujung cacian dan bencana.
Penulis: Bayu Fajar Wirawan
Editor: Rikando Somba
Pepsi Kemasan
Idealnya, sebuah ide yang ciamik akan berbuah hasil sempurna. Tapi apakah akan selamanya seperti itu? Tentu saja tidak. Kadang di dunia nyata faktanya bisa saja terbalik. Keinginan bisa saja tidak seiring dengan kenyataan.
Ide yang awalnya sempurna dapat berbuah bencana karena sebuah kesalahan kecil ataupun kebodohan. Itulah yang terjadi pada perusahaan Pepsi di Filipina. Sebuah tragedi nasional di Filipina yang disebabkan oleh kesalahan cetak nomor undian berhadiah. Undian tersebut berujung cacian dan bencana.
Pepsi Number Fever, atau yang dikenal sebagai insiden 349, adalah promosi yang diadakan oleh PepsiCo di Filipina pada tahun 1992.
Pada era itu, Pepsi meluncurkan sebuah strategi pemasaran yang berupa undian berhadiah pada para konsumennya di Filipina. Namun undian berhadiah tersebut tidak berakhir dengan bahagia. Mengapa? karena lima orang warga mereka meninggal dunia lantaran undian tersebut. Undian Pepsi berujung pada kerusuhan di pabriknya.
Bagaimana itu bisa terjadi?
Awal Mula Ide Undian Tercetus
Bukan menjadi rahasia umum, bahwa semua perusahaan akan melakukan strategi apapun agar konsumen mereka meningkat di banding pesaing mereka. Itulah yang terjadi pada Pepsi, sebuah perusahaan minuman ringan yang sudah terkemuka di dunia.
Pepsi seringkali memunculkan ide-ide baru untuk memasarkan mereknya. Namun, seperti halnya jenama lain, kadang ide ini tak direspons pasar dengan baik. Seperti halnya yang terjadi di tahun 1989, ketika perusahaan tersebut meluncurkan produk Pepsi A.M. yang dipasarkan sebagai alternatif pengganti kopi. Namun tidak berjalan sesuai rencana, sehingga angka penjualannya tidak signifikan.
Berkaca dari kegagalan tersebut, akhirnya Pepsi menargetkan negara-negara padat penduduk termasuk Filipina dalam upaya untuk meningkatkan penjualannya. Perlu diketahui di periode 1989-1992 Filipina merupakan negara dengan konsumen pasar minuman ringan terbesar ke-12 di dunia. Dengan sebagian besar penduduk yang menyukai produk minuman berkarbonasi tersebut. Tentunya negara Filipina menjadi pangsa pasar yang bagus untuk produk Pepsi.
Jika ditelisik lebih dalam, sebenarnya penjualan produk Pepsi di Filipina di periode tersebut tidak cukup bagus. Di Filipina, Pepsi hanya berada di urutan kedua dalam hal jangkauan konsumen minuman ringan setelah Coca-Cola. Produk Coca-Cola pada periode itu telah menguasai 75% pangsa pasar Filipina, berbanding dengan Pepsi yang hanya menguasai 17% pasar.
Namun fakta ini tak membuat Pepsi surut. Banyaknya konsumen minuman ringan di Filipina dipandang sebagai peluang bagi Pepsi. Dengan berharap strategi pemasaran yang ciamik dapat mendongkrak penjualan produk mereka kedepan.
Lalu strategi pemasaran apa yang ditawarkan Pepsi pada warga Filipina saat itu?
Strategi Undian Berhadiah
Strategi kampanye pemasaran Pepsi sebenarnya cukup sederhana, yaitu berupa sebuah undian berhadiah. Pepsi membuat strategi pemasaran dengan iming-iming undian berhadiah dari setiap pembelian produknya.
Pada bulan Februari 1992, Secara teknis Pepsi Filipina (PCPPI) mengumumkan bahwa mereka akan mencetak nomor, mulai dari 001 hingga 999, di dalam tutup botol Pepsi, 7-Up, Mountain Dew dan Mirinda. Angka tertentu dapat ditukarkan dengan hadiah, yang berkisar antara 100-peso (sekitar US$ 4) hingga 1 juta peso untuk hadiah utama, kira-kira US$ 40.000 pada tahun 1992, setara dengan 611 kali gaji bulanan rata-rata di Filipina pada saat itu. Tentunya hadiah tersebut sangat besar dan begitu menggoda.
Perlu diketahui juga, Pepsi mengalokasikan total US$ 2 juta untuk total hadiah undian. Spesialis pemasaran Pedro Vergara mendasarkan Pepsi Number Fever pada promosi serupa yang cukup sukses yang pernah diadakan sebelumnya di wilayah keahlian geografis Vergara, Amerika Latin.
Pepsi Number Fever awalnya sangat sukses, Ini telihat dari peningkatan penjualan sebesar 40% selama 2 minggu sejak dimulainya kampanye. Pada penjualan bulanan, lonjakan signifikan pun terjadi, Pepsi berhasil meningkatkan penjualannya dari $10 juta produk menjadi $14 juta produk. Begitupun secara prosentase pangsa pasar Pepsi meningkat dari 19,4% menjadi 24,9%.
Nomor pemenang pun diumumkan di televisi setiap malam. Pada bulan Mei 1992, 51.000 hadiah telah ditebus, termasuk 17 hadiah utama. Karena kesuksesannya akhirnya kampanye diperpanjang melebihi tanggal akhir yang direncanakan semula yaitu 8 Mei selama 5 minggu berikutnya.
Kejadian Perkara 349
Pada tanggal 25 Mei 1992, program berita malam ABS-CBN (sekarang menjadi Kapamilya Channel.red) TV Patrol mengumumkan bahwa jumlah hadiah utama hari itu adalah 349. Tutup botol pemenang hadiah utama dikontrol secara ketat oleh PepsiCo. Dua botol dengan tutup dengan nomor pemenang hari itu tercetak di dalamnya, serta kode keamanan untuk konfirmasi, telah diproduksi dan didistribusikan.
Namun, sebelum kontes diperpanjang untuk menambah nomor pemenang baru, sudah dicetak 800.000 tutup botol biasa dengan nomor 349, namun tanpa kode keamanan. Secara teoritis, tutup botol ini secara kumulatif bernilai US$ 32 miliar.
Ribuan warga Filipina bergegas ke pabrik pembotolan Pepsi untuk mengklaim hadiah mereka. PCPPI awalnya menjawab bahwa tutup botol yang salah dicetak tidak memiliki kode keamanan konfirmasi, sehingga tidak dapat ditukarkan.
Surat kabar keesokan paginya mengumumkan bahwa nomor pemenang sebenarnya adalah 134, sehingga menambah kebingungan. Setelah pertemuan darurat para eksekutif PCPPI dan PepsiCo pada tanggal 27 pukul 3:00 pagi, perusahaan menawarkan 500-peso (US$ 18) kepada pemegang tutup botol yang salah dicetak, sebagai "isyarat niat baik". Tawaran ini diterima oleh 486.170 orang, dengan biaya yang ditanggung PepsiCo sebesar US$ 8,9 juta (240 juta peso).
Protes Berujung Bencana
Banyak pemegang tutup botol 349 yang marah menolak tawaran penyelesaian dari PCPPI. Mereka membentuk kelompok konsumen, Aliansi 349, yang melakukan boikot terhadap produk Pepsi, dan mengadakan demonstrasi di luar kantor PCPPI dan pemerintah Filipina.
Sebagian besar protes berlangsung damai, namun pada 13 Februari 1993, seorang guru sekolah dan seorang anak berusia 5 tahun terbunuh di Manila oleh bom rakitan yang dilemparkan ke truk Pepsi. Pada bulan Mei, tiga pegawai PCPPI di Davao terbunuh oleh granat yang dilemparkan ke dalam gudang.
Pengurus PCPPI menerima ancaman pembunuhan, dan sebanyak 37 truk perusahaan digulingkan, dilempari batu atau dibakar.
Salah satu dari tiga orang yang dituduh oleh NBI mendalangi pemboman tersebut menyatakan bahwa mereka dibayar oleh Pepsi untuk melancarkan serangan tersebut, untuk menjebak para pengunjuk rasa sebagai teroris. Senator Gloria Macapagal Arroyo saat itu menyatakan bahwa serangan tersebut dilakukan oleh perusahaan pembotolan saingannya yang berupaya mengambil keuntungan dari kerentanan PCPPI.
Komite Perdagangan dan Perdagangan Senat Filipina menuduh Pepsi melakukan "kelalaian besar" dan mencatat bahwa mereka terlibat dalam kegagalan serupa di Chili hanya sebulan sebelum insiden 349.
Aksi Konsumen
Sekitar 22.000 orang kemudian mengambil tindakan hukum terhadap PepsiCo. Setidaknya 689 tuntutan perdata dan 5.200 tuntutan pidana atas penipuan dan penipuan telah diajukan.
Pada bulan Januari 1993, Pepsi membayar denda sebesar 150.000-peso kepada Departemen Perdagangan dan Industri karena melanggar ketentuan promosi yang disetujui. Pada tanggal 24 Juni 1996, pengadilan memberikan penggugat dalam salah satu tuntutan hukum masing-masing sebesar 10.000-peso (sekitar US$ 380) sebagai "kerusakan moral".
Tiga penggugat yang tidak puas mengajukan banding, dan pada tanggal 3 Juli 2001, pengadilan banding memberikan ketiga penggugat tersebut masing-masing sebesar 30.000 peso (sekitar US$ 570), serta biaya pengacara. PCPPI mengajukan banding atas keputusan tersebut sampai ke Mahkamah Agung Filipina. Pada tahun 2006, Mahkamah Agung Filipina menyatakan bahwa Pepsi tidak dapat dimintai pertanggungjawaban dan membebaskannya dari tuntutan pidana. Karena keseluruhan kampanye, merek tersebut mengalami kerugian sebesar US$ 20 juta, termasuk biaya fisik, ekuitas merek, dan hukum.
Meski akhirnya proses hukum membebaskan jenama yang sejarahnya didirikan pada 1893 itu dari tuntutan pidana, persoalan Pepsi di Filipina menurunkan penjualan dari penguasaan pasar. Meski kemudian pada 1994, Pepsi tercatat masih memegang 24% pasar minuman ringan di negara tetangga kita itu. Tapi, bagaimanapun sudah seharusnya Ide yang ciamik dikawal dengan proses yang ketat, agar menghasilkan buah yang sempurna. Dari sini, terlihat bahwa kesalahan kecil kadangkala dapat menimbulkan tragedi ataupun bencana.
Referensi:
The Marketing Mistake That Made Pepsi Go on a Full-Fledged War With a Country | by Anmol Bhotika | Digital Diplomacy | Medium
https://www.newser.com/story/294888/how-a-pepsi-scheme-sparked-riots-lawsuits-and-death.html
https://www.mashed.com/1113085/a-pepsi-bottle-cap-contest-disaster-in-the-philippines-almost-cost-the-company-32-billion/
https://www.thevintagenews.com/2018/01/10/pepsis-number-fever/
Pepsi 349 Number Fever Incident: What Happened (esquiremag.ph)