19 Februari 2022
13:00 WIB
Penulis: Novelia
Editor: Rikando Somba
Meski menuai berbagai problematik, dari segi kesehatan maupun perekonomian, kemunculan Covid-19 menggiring manusia ke berbagai perkembangan teknologi. Telemedisin atau pengobatan melalui teknologi untuk jarak jauh, merupakan salah satu yang mulai melesat kepopulerannya semenjak virus ini menggempur dunia.
Kini konsultasi medis dengan dokter tidak lagi perlu dilakukan dengan mendatangi fasilitas kesehatan (faskes) secara langsung. Cukup dengan aplikasi mobile di ponsel pintar, kini individu bisa berbicara dengan dokter dan memperoleh pengobatan.
Pemakaian telemedisin yang belakangan lebih berfokus untuk layanan medis online antara pasien dan tenaga atau layanan kesehatan, barangkali membuat kita lupa atau bahkan belum tersadar. Bahwa sebenarnya teknologi ini juga mencakup pertukaran informasi di antara para profesional di bidang kesehatan sendiri, seperti halnya ketika masa-masa awal telemedisin baru dipraktikkan. Praktik ini bukan hal baru, sejatinya.
Memangnya bagaimana sejarahnya?
Telemedisin pertama kali dipraktikkan pada abad ke-18 dalam transmisi rekaman EKG. Perkembangan berlanjut dengan pemanfaatannya dalam transmisi suara jantung dan napas antara dokter dan pasien melalui jaringan telepon sistem analog. Selain itu, para peneliti kedokteran juga mulai memanfaatkan telekomunikasi antar sesamanya dalam kegiatan pendidikan.
Setelah penggunaan telegram dan telepon, sejak tahun 1920-an praktik telemedisin mulai memanfaatkan radiologi jarak jauh. Para tenaga kesehatan juga menggunakan telemedisin untuk melakukan interpretasi dan diagnosis, serta pengobatan psikiatri jarak jauh.
Di lain sisi, berakhirnya Perang Dunia II pada tahun 1945 menyisakan warisan teknik transmisi foto yang dikembangkan oleh militer dari Eropa. Teknik ini kemudian menginspirasi para ahli kesehatan untuk mengadaptasinya dalam kegiatan medis. Mulai dilakukan pengiriman gambar-gambar medis terkait penyakit atau kelainan dari pasien ke dokter.
Setelah melewati masa transmisi informasi medis dalam bentuk visual, telemedisin terus berkembang pesat. Kondisi ini juga didukung oleh perkembangan teknologi dan sistem digital pada tahun 1990-an. Berbagai informasi medis, baik dalam bentuk visual, audio, bahkan audio-visual mulai dapat diproduksi secara digital.
Tak hanya proses produksinya yang menggunakan sistem digital, namun juga proses transmisinya. Semakin banyak media dan medium yang memungkinkan pertukaran informasi medis antara masyarakat dunia, baik di antara tenaga kesehatan satu dengan lainnya, maupun antara tenaga kesehatan dengan masyarakat yang membutuhkan layanan medis.
Di Indonesia sendiri, aplikasi-aplikasi telemedisin yang berfungsi untuk mempermudah pelayanan medis pasien mulai banyak tersedia dan dapat diakses secara mobile. Beberapa di antaranya adalah Halodoc, AloDokter, GoodDoctor, dan masih banyak lainnya. Selain itu, pada tahun 2017, pemerintah juga meluncurkan sebuah program telemedis nasional bertajuk “Temenin”.
Sebagai program telemedis Indonesia, Temenin menawarkan berbagai fitur seperti teleradiologi, tele-EKG, tele-USG, serta telekonsultasi. Program ini juga bermitra dengan lebih dari 800 dokter umum maupun spesialis, serta 200 rumah sakit dan puskesmas yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia.
Sudah pernah coba menggunakannya, Sobat?
Referensi
Kemenkes RI. (2022, Februari 18). Layanan Telemedis Yang Disediakan. Retrieved from Temenin: https://temenin.kemkes.go.id/layanan_medis/
World Health Organization. (2010). Telemedicine: Opportunities and Developments in Member States. Switzerland: WHO Press.