16 Agustus 2024
17:15 WIB
Apa Itu Royalti Batu Bara?
Batu bara tidak hanya sebagai sumber energi. Bahan bakar dari energi fosil yang banyak diserang kampanye negatif ini juga berkontribusi terhadap keuangan negara dengan royalti batu bara.
Penulis: Kevin Sihotang
Editor: Rikando Somba
Kapal tongkang pengangkut batu bara melintas di Sungai Barito, Kabupaten Barito Kuala, Kalimantan Se latan, Kamis (5/1/2023). Antara Foto/Bayu Pratama S
Salah satu sumber pendapatan negara adalah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Adapun, iuran eksploitasi (royalti) batu bara merupakan salah satu PNBP dari Sumber Daya Alam (SDA) sektor pertambangan yang dibagikan kepada Pemerintah. Mengutip laman Kementerian Keuangan, royalti itu dibagikan ke Pemerintah Daerah dalam bentuk Dana Bagi Hasil (DBH) dengan alokasi 80% untuk Pemerintah Daerah dan 20% untuk Pemerintah Pusat.
Secara sederhana, royalti batu bara diartikan sebagai pembayaran yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan kepada pemerintah sebagai imbalan atas hak eksplorasi, ekstraksi, dan penjualan batu bara dari wilayah tambang yang diizinkan.
Dengan kata lain, royalti ini merupakan bentuk kompensasi kepada negara atas pemanfaatan sumber daya alam yang tidak terbarukan. Di Indonesia, ketentuan mengenai royalti batu bara diatur dalam undang-undang dan peraturan pemerintah yang berkaitan dengan pertambangan, salah satunya adalah Undang-Undang No. 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba) dan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 2019.
Maksud dari diterapkannya royalti ini adalah untuk memastikan bahwa negara memperoleh manfaat ekonomi dari pengelolaan sumber daya alamnya. Kemudian, royalti juga menjadi “alat” untuk mengendalikan eksploitasi sumber daya alam, memastikan perusahaan pertambangan beroperasi secara bertanggung jawab, dan memberikan kontribusi pada pembangunan nasional serta daerah. Pendapatan dari royalti ini sering digunakan untuk pembangunan infrastruktur, program sosial, dan proyek-proyek yang mendukung pengembangan ekonomi lokal.
Royalti batu bara biasanya dihitung berdasarkan persentase dari nilai jual atau volume produksi batu bara yang dihasilkan. Persentase ini bervariasi tergantung pada kualitas batu bara, jenis perjanjian yang dilakukan (seperti Kontrak Karya atau Izin Usaha Pertambangan), serta peraturan yang berlaku.
Berdasarkan PP Nomor 26 Tahun 2022 yang berlaku sejak bulan September 2022, harga baru royalti batu bara diatur hingga 13,5% dari harga yang semula hanya 7% dari harga (untuk harga batu bara acuan/HBA sama dengan atau lebih besar US$ 90 per ton). Selain itu, royalti juga bisa dihitung berdasarkan volume produksi, di mana perusahaan diwajibkan membayar sejumlah tertentu per ton batu bara yang diproduksi.
Bagi pemerintah, penerapan royalti batu bara tentu dirasakan manfaatnya dari sisi pendapatan negara hingga dampak ekonomi bagi daerah penghasil tambangnya. Namun, ada juga tantangan yang dihadapi pemerintah, yakni dalam pengawasan dan penegakan pembayaran royalti yang tepat, mengingat potensi terjadinya underreporting atau penghindaran royalti. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan adanya sistem pengawasan yang efektif untuk mengamankan penerimaan negara dari sektor ini.
Di sisi lain, bagi perusahaan tambang batu bara, penerapan royalti menjadi pertimbangan penting. Pasalnya, mereka perlu mempertimbangkan royalti ini dalam perencanaan keuangan mereka, karena besaran royalti dapat mempengaruhi profitabilitas operasional. Di sisi lain, tantangan lainnya adalah fluktuasi harga batu bara di pasar global yang bisa memengaruhi besaran royalti yang harus dibayar.
Referensi:
Kementerian ESDM. (2016). Optimumkan Penerimaan Negara: Perusahaan Tambang Wajib Bayar Royalti Sesuai Aturan. Diakses dari: https://www.esdm.go.id/id/media-center/arsip-berita/optimumkan-penerimaan-negara-perusahaan-tambang-wajib-bayar-royalti-sesuai-aturan
Kementerian Keuangan. (2021). Batu Bara Masih Jadi Kontributor PNBP Terbesar. Diakses dari: https://e-mawaspnbp.kemenkeu.go.id/artikel/22