01 Maret 2025
17:00 WIB
Adaptasi Puasa Di Wilayah Dengan Sinar Matahari Hingga Tengah Malam
Normalnya, durasi puasa umat Muslim adalah 12-14 jam. Namun, di negara-negara lingkar Arktik, puasa bisa berlangsung selama 20-24 jam karena sinar matahari hingga tengah malam.
Penulis: Bayu Fajar Wirawan
Editor: Rikando Somba
| Ilustrasi Ramadan di Russia. Shutterstock/Kosmogenez |
Bulan Ramadan adalah momen sakral bagi umat Islam di seluruh dunia. Selama bulan ini, mereka berpuasa, beribadah, dan mendekatkan diri kepada Allah. Secara umum, umat Islam berpuasa dari fajar hingga matahari terbenam, yang berarti mereka tidak makan atau minum selama periode tersebut.
Durasi puasa selama Ramadan bervariasi, tergantung lokasi geografis dan waktu matahari terbit serta terbenam. Negara-negara yang terletak di garis khatulistiwa, seperti Indonesia dan Arab Saudi, memiliki durasi puasa yang relatif konstan sepanjang tahun. Biasanya, waktu berpuasa sekitar 12-14 jam selama sinar matahari masih terlihat.
Namun, bagi muslim yang tinggal di negara-negara lingkar Arktik, menjalankan ibadah puasa bukanlah hal yang biasa. Mereka menghadapi tantangan unik akibat fenomena alam yang langka: sinar matahari ada hingga tengah malam. Bagaimana umat Islam di wilayah ini beradaptasi dengan kondisi ekstrem tersebut?
Lingkar Arktik: Dunia di Ujung Utara Bumi
Lingkar Arktik adalah garis imajiner yang melingkari Bumi pada 66,5 derajat lintang utara. Wilayah ini mencakup bagian utara negara-negara, seperti Norwegia, Swedia, Finlandia, Islandia, dan Rusia. Di sini, alam menawarkan keindahan yang memesona, sekaligus tantangan yang luar biasa.
Selama musim panas, matahari di Lingkar Arktik tidak pernah benar-benar tenggelam. Fenomena ini dikenal sebagai matahari tengah malam, dengan siang hari bisa berlangsung hingga 24 jam tanpa jeda.
Sebaliknya, saat musim dingin tiba, wilayah ini mengalami malam kutub. Saat musim dingin, kegelapan menyelimuti langit sepanjang hari. Suhu ekstrem yang sering turun di bawah titik beku serta kondisi cuaca yang tak menentu menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari penduduk setempat.
Dengan kondisi alam yang unik ini, menjalankan ibadah puasa di negara-negara Lingkar Arktik menjadi tantangan tersendiri bagi umat Muslim.
Lantas, berapa banyak populasi Muslim yang hidup di kawasan ini?
Muslim di Lingkar Arktik
Meskipun jumlah Muslim di negara-negara Lingkar Arktik relatif kecil dibandingkan dengan negara-negara lain, mereka tetap menunjukkan keteguhan dalam menjalankan ibadah di tengah kondisi alam yang ekstrem.
Berikut adalah gambaran singkat komunitas Muslim di wilayah ini:
Tantangan Puasa Ddengan Sinar Matahari Hingga Tengah Malam
Bayangkan jika Anda berpuasa selama 20 hingga 24 jam karena matahari tidak pernah terbenam. Fenomena alam yang luar biasa ini bukanlah sekadar cerita fiksi, melainkan kenyataan yang harus dihadapi oleh umat Muslim di negara-negara lingkar Arktik selama musim panas.
Di wilayah ini, matahari terus bersinar sepanjang hari, membuat waktu sahur dan berbuka puasa menjadi sangat singkat, bahkan nyaris tidak ada.
Pada tahun 2013, umat Muslim di Norwegia mengalami tantangan ini secara langsung. Ketika Ramadan bertepatan dengan puncak musim panas, mereka harus berpuasa hampir sepanjang hari. Di beberapa wilayah utara Norwegia, matahari hanya "terbenam" selama beberapa jam, atau bahkan tidak terbenam sama sekali. Kondisi ini membuat waktu untuk makan sahur dan berbuka puasa menjadi sangat terbatas, bahkan hampir mustahil jika mengikuti waktu lokal.
Tantangan ini tidak hanya menguji fisik, tetapi juga kesabaran dan kreativitas umat Muslim dalam menjalankan ibadah.
Solusi dan Fleksibilitas dalam Ibadah
Untungnya, ada solusi bagi umat Muslim yang tinggal di negara-negara Arktik. Pada tahun 2013, otoritas keagamaan mulai memperbolehkan umat Muslim untuk mengikuti waktu puasa di Mekah atau negara terdekat seperti Turki. Hal ini dilakukan untuk mengatasi tantangan yang dihadapi umat Muslim di wilayah tersebut selama bulan Ramadan, terutama ketika musim panas membuat matahari tidak pernah benar-benar terbenam atau hanya terbenam selama beberapa jam.
Otoritas keagamaan dan ulama setempat memberikan panduan khusus. Islamic Council di Norwegia menyarankan umat Islam untuk mengikuti waktu puasa di Mekah atau negara terdekat seperti Turki, yang memiliki durasi siang dan malam yang lebih wajar.
Panduan ini juga didukung oleh European Council for Fatwa and Research. Mereka menyarankan umat Muslim di wilayah Arktik untuk "mengikuti waktu terakhir matahari terbenam dan terbit yang jelas" jika tidak ada waktu pasti. Fleksibilitas ini memungkinkan umat Islam tetap menjalankan ibadah puasa tanpa mengorbankan kesehatan mereka.
Di tengah tantangan alam yang ekstrem, komunitas Muslim di negara-negara Arktik saling mendukung. Acara iftar (waktu berbuka puasa) bersama, salat tarawih berjamaah, dan kegiatan keagamaan lainnya menjadi momen untuk mempererat tali persaudaraan. Kebersamaan ini tidak hanya mengurangi rasa kesepian, tetapi juga meningkatkan semangat dalam menjalankan ibadah puasa.
Bagi umat Muslim di negara-negara lingkar Arktik, bulan Ramadan bukan sekadar tentang menahan lapar dan dahaga. Mereka juga harus menyesuaikan diri dengan fenomena alam yang unik. Dengan fleksibilitas, kebijaksanaan, dan dukungan komunitas, mereka menunjukkan bahwa ibadah tetap bisa dilaksanakan di mana pun, bahkan di bawah sinar matahari tengah malam.
Referensi: